ODAPUS Sering Disangka Malas, Padahal… | OTC Digest
lupus_ODAPUS_fatigue

ODAPUS Sering Disangka Malas, Padahal…

Orang dengan lupus (ODAPUS) mungkin terlihat seperti pemalas, padahal kondisinya tampak baik-baik saja. Ini kerap membuat orang berpikir jangan-jangan mereka hanya “caper” alias cari perhatian. “Padahal, mereka itu dalam kondisi sangat kelelahan,” tegas dr. Yoga Iwanoff Kasjmir, Sp.PD-KR, ketua PESLI (Perhimpunan SLE Indonesia). Berbagai reaksi yang terjadi dalam tubuh membuat mereka merasa kelelahan (fatigue) seperti tak berujung. Ini yang tidak kita pahami sebagai orang awam; di mata kita, dari luar mereka tampak sehat-sehat saja tanpa gejala tertentu.

“Karakteristik dari pasien lupus unik sekali. Namanya sama-sama lupus, tapi dari satu orang ke orang lain itu berbeda,” lanjut dr. Yoga. Lupus disebut ‘penyakit 1000 wajah’ karena manifestasi klinisnya sangat beragam dan dinamis. Ada yang gejalanya seperti jerawat tak sembuh-sembuh; ada yang berupa anemia; ada yang sendinya begitu nyeri sampai bengkok seperti artritis reumatoid (AR). Tidak heran, penyakit ini sering kali terlambat diketahui. Bisa jadi selama bertahun-tahun seorang ODAPUS didagnosis sebagai penyakit lain.

(Baca juga: Berkah Penyakit 1000 Wajah)

Pada dasarnya, lupus adalah penyakit rematik autoimun dengan manifestasi beragam. Ditandai dengan banyaknya antibodi di dalam tubuh. “Yang harus digarisbawahi adalah masalah inflamasi kronik sistemik,” tandas dr. Yoga. Misalnya karena pankreasnya meradang lama, lalu kena diabetes. Tulangnya meradang kronis, lalu bisa kena osteoporosis atau kanker. “Betul seribu wajah karena dari kulit sampai jeroan bisa kena. Cuma memang, tidak semua orang memiliki manifestasi yang lengkap. Sampai sekarang, misteri lupus itu besar sekali,” tuturnya.

Lupus yang tidak dikontrol bisa mengancam nyawa. Dalam satu – dua tahun pertama, kematian lupus umumnya disebabkan oleh dua hal: infeksi dan aktivitas lupusnya. Misalnya menyebabkan perdarahan di otak, sumbatan, dan sebagainya. Tapi pada late disease (3 -4 tahun ke atas), paling banyak karena komplikasi dari penyakitnya, dan dari obat-obatan.

“Ini adalah penyakit inflamasi kronik sistemik; salah satu yang kita takutkan adalah efeknya pada pembuluh darah,” ungkap dr. Yoga. Bisa terjadi disfungsi endotel (dinding pembuluh darah). Bila terjadi sumbatan di otak, terjadilah stroke. Bila ada sumbatan pada jaringan, terjadilah gangren (matinya jaringan tubuh).

(Baca juga: Penyandang Lupus Harus Terlibat Aktif dalam Pengobatan)

“Masalah pengobatan, misalnya kita gunakan kortikosteroid >3 bulan dengan dosis >7,5 mg. Hati-hati karena memengaruhi metabolisme kalsium dan tulang; bisa terjadi osteoporosis. Atau katarak, hipertensi, diabetes akibat steroid,” paparnya lebih lanjut.

Belum lagi bila digunakan obat sitotoksik; ini akan menurunkan sistem imun, padahal lingkungan kita dipenuhi kuman. “Ada pasien yang sudah saya skrining lengkap tidak ada TB. Saya beri obat tertentu, 6 bulan kemudian dia kena TB karena terpapar temannya. Tidak meninggal, tapi itu kan serius. Jadi pengobatannya pun bisa menyebabkan sakit,” pungkasnya. (nid)

_________________________________

Ilustrasi: Pixabay