Mengukur Latihan Fisik yang Sesuai | OTC Digest

Mengukur Latihan Fisik yang Sesuai

Dalam persepsi kita pada umumnya, latihan fisik itu lari sampai capek dan keringat bercucuran, atau yang penting olahraga. Padahal tidak demikian. “Sekarang itu konsepnya exercise is medicine (latihan fisik itu obat). Kita juga harus tahu dosis untuk tiap orang,” tutur dr. Grace Tumbelaka, Sp.KO, dari Perhimpunan Dokter Spesialis Olahraga.

Sekadar informasi, bedakan antara aktivitas fisik, latihan fisik dan olahraga. Aktivitas fisik berarti semua kegiatan yang menghasikan energi.  Meningkat ke latihan fisik (exercise) yakni aktivitas fisik yang teratur dan tersktruktur. Berikutnya olahraga, lingkup yang paling sempit; ini aktivitas fisik yang bertujuan untuk kompetisi dan ada norma-norma. “Untuk yang sehari-hari, paling pas disebut latihan fisik,” terang dr. Grace.

Untuk menentukan dosis latihan yang bermanfaat sekaligus aman, kita harus tahu bagaimana kondisi tubuh kita, sebelum berlatih. Ada tool yang disebut PAR-Q (physical activity readiness-questionnaire). Kuisioner ini berisi tujuh pertanyaan dengan jawaban yes/no (ya/tidak); enam di antaranya menyangkut kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah), dan satu pertanyaan tentang muskuloskeletal (otot dan tulang). Ini sudah diterapkan di organisasi-organisasi olahraga, juga mulai diterapkan di beberapa pusat kebugaran di Indonesia. Juga bisa kita unduh di sini (http://www.thehealthylivingcentre.co.uk/contents/downloads/REPs_Members_...) dan isi untuk menilai diri sendiri.

“Kalau semua jawabannya ‘no’, berarti bebas melakukan apa saja. Kecuali bila sudah berusia 45 tahun atau tekanan darah >140/90 mmHg, sebaiknya berkonsultasi dulu ke dokter,” ujar dr. Grace. Juga kalau ada jawaban ‘yes,’ meski cuma satu. Namun, belum tentu jawaban ‘ya’ membatasi orang untuk latihan fisik.

Di dokter, ada skrining lanjutan untuk menilai status risiko. Pada risiko 1, bebas mau olahraga apa saja. Risiko 2 ada beberapa batasan, sedangkan risiko 3 artinya sudah ada penyakit, “Harus benar-benar dengan pengawasan.” Ditengarai, 90% orang memiliki risiko 2. Bukan berarti sakit, melainkan punya faktor risiko. Untuk menentukannya, ada penilaian delapan pertanyaan. Bila nilainya di atas dua,masuk risiko sedang. Ini menentukan terapinya.

 

FITT

Dosis latihan dinyatakan dengan FITT (frekuensi, intesitas, time-waktu, type-jenis). Frekuensi: direkomendasikan 3-5 kali per minggu. “Bila melakukannya tiga kali, maka lakukan berselang-seling dua hari sekali, tidak dalam tiga hari berturut-turut lalu istirahat tiga – empat hari,” papar dr. Grace.

Intensitas berhubungan dengan risiko. Bila memiliki risiko sedang, sarannya adalah olahraga dengan intensitas sedang. Ini bisa dipantau dengan denyut nadi dan tes bicara. Denyut jantung maksimal yakni 220-usia. Hitunglah rerata denyut nadi per menit; untuk intensitas sedang, cukup 64-76% dari denyut jantung maksimal. Yang lebih mudah yakni dengan tes bicara, “Patokannya, selama latihan kita masih bisa bicara. Kalau bicara sudah ngos-ngosan berarti terlalu berat, dan kalau masih bisa menyanyi berarti terlalu ringan.”

Untuk waktu, rekomendasinya adalah 30-60 menit/hari, boleh dicicil minimal 10 menit per sesi untuk dapat efek kardio. Disarankan langsung 30 menit. Mencicil latihan akan menghabiskan waktu karena tiap kali latihan, kita perlu melakukan pemanasannya, dan pendinginan setelahnya.

Adapun tipe, sebaiknya aerobik, untuk melatih jantung (kardio). Gerakan berulang dengan intensitas sedang. Misalnya jalan kaki, jogging, bersepeda, berenang atau trampolin. Kombinasikan dengan melatih kekuatan (strength) untuk melatih otot, dan fleksibilitas (misalnya dengan stretching). (nid)

 

Baca juga: Usia Lebih Panjang dengan Kombinasi Aerobik dan Latihan Kekuatan