Mendiagnosis Batu Ginjal | OTC Digest

Mendiagnosis Batu Ginjal

Angka kejadian batu ginjal di Indonesia, cukup tinggi. Bagi mereka yang memiliki riwayat batu ginjal dalam keluarga, kurang minum, kurang gerak, apalagi disertai gejala seperti nyeri pinggang dan urin berdarah, segeralah periksakan kemungkinan adanya batu ginjal.

Pemeriksaan pertama dengan USG. Jika batu sudah turun dan berada di ureter (saluran dari ginjal ke kandung kemih), batu tidak terlihat melalui USG. “Tapi terlihat bahwa ginjal melebar. Ini menunjukkan bahwa ada sesuatu di ureter. Maka pemeriksaan dilanjutkan dengan BNO IVP,” tutur dr. Nur Rasyid, Sp.U dari RS Cipto Mangunkusumo dan RS Asri, Jakarta. BNO IVP (blass nier oversich intravenous pyelogram) yakni pemeriksaan rontgent perut dengan kontras (cairan warna), yang disuntikkan di lengan. BNO IVP juga berfungsi untuk menilai fungsi ginjal. Jika ginjal tidak berfungsi, cairan kontras tidak terlihat.

Namun beberapa jenis batu seperti batu asam urat dan kalsium oksalat, bersifat radiolucent (tidak terlihat melalui rontgent). Dalam kasus ini, juga pada kasus di mana fungsi ginjal buruk sehingga cairan kontras tidak terlihat, “Diperlukan pemeriksaan dengan CT scan tipe helical (spiral),” ujar dr. Rasyid. Yakni, tampilan imaji yang didapatkan dari scan berbagai arah, sehingga saluran kemih terlihat jelas.

Pemeriksaan USG dan CT scan bisa dilakukan saat itu juga. Pemeriksaan hanya perlu waktu beberapa menit. Tidak ada persiapan khusus, dan hasilnya bisa segera diperoleh. Pada BNO IVP, “Perlu puasa 6-8 jam dan minum obat pencahar,” terang dr. Rasyid. Prosedurnya, perut difoto tanpa kontras. Kemudian kontras disuntikkan, lalu difoto kembali dalam 5 menit, 10 menit, 20 menit, dan 30 menit. Bila batu tetap tidak terlihat, kadang dilakukan late photo. Pasien kembali difoto dalam 1 dan 2 jam, dengan harapan batu akan tampak.

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah untuk darah rutin (Hb, trombosit, hematokrit, leukosit) dan fungsi ginjal (ureum, kreatinin, asam urat). Pemeriksaan darah lain mencakup kadar gula darah, faktor pembekuan darah, fungsi hati, dll, sebagai toleransi operasi (prosedur standar sebelum operasi apa pun). Pemeriksaan urin untuk melihat, apakah ada infeksi pada saluran kemih. “Jika ada infeksi harus diobati, guna mencegah infeksi masuk ke darah setelah dilakukan tindakan,” papar dr. Rasyid. Hasil lab umumnya bisa didapatkan dalam 2 jam.

Setelah dilakukan tindakan misalnya PCNL (percutaneous nephrolithotripsy), dilakukan pemeriksaan AGP (antegrade pyelography). Yakni pemeriksaan radiologi dengan sinar X dan kontras, yang dimasukkan melalui kateter langsung ke ginjal. Gunanya untuk membuktikan bahwa batu di ginjal sudah bersih, dan tidak ada batu yang tersangkut di ureter.

Setelah menjalani tindakan atas batu ginjal, pasien dianjurkan melakukan monitoring 3 bulan, 6 bulan, kemudian 1x setahun jika hasilnya baik. Ini untuk mendeteksi dini, seandainya batu kembali muncul. “Mereka yang pernah kena batu ginjal, berisiko kambuh lagi,” ujar dr. Rasyid. Monitoring meliputi USG dan pemeriksaan urin. Pemeriksaan darah cukup 1x setahun, jika hasil pemeriksaan terdahulu normal. (nid)