Mendeteksi dan Mencegah Stroke, Dapat Dilakukan dengan Digital Substraction Angiography | OTC Digest

Mendeteksi dan Mencegah Stroke, Dapat Dilakukan dengan Digital Substraction Angiography

Data Kementrian Kesehatan RI, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Stroke sebenarnya  dapat dikenali dan dicegah lebih dini. Stroke memiliki gejala awal seperti nyeri kepala hebat, mati rasa di wajah, tangan atau kaki, kesulitan bicara atau memahami pembicaraan.

Mendeteksi dan mencegah stroke, dapat dilakukan dengan Digital Substraction Angiography (DSA). Ini wawancara Danar Kumoro Ajie dari Majalah OTC Digest dengan Dr. dr. Jacub Pandelaki, Sp.Rad (K), dari Bethsaida Hospital, Tangerang.

 

Apa itu Digital Substraction Angiography (DSA)?

Digital Substraction Angiography merupakan pengembangan dari  teknik angiography konvensional.  Tujuannya untuk diagnosa kelainan pembuluh darah, seperti pembuluh darah menyempit, tersumbat atau terjadi aneurisma (pembuluh darah menonjol seperti balon, karena penipisan dinding pembuluh darah arteri).

Lewat kateter, disemprotkan cairan heparin (pengencer darah); itu adalah obat, dan NaCl yang biasa untuk infuse. Ditambah cairan kontras untuk memberi warna hitam. Citra/gambar yang dimunculkan Digital Substraction Angiography hanya berupa jalur-jalur pembuluh darah, tanpa penampang otak.

Diagnosa yang akurat memudahkan dokter dalam mengambil tindakan. Digital Substraction Angiography dapat untuk melihat kelainan di pembuluh darah tubuh bagian mana pun. Bisa untuk lever, penyempitan pembuluh darah kaki, kencing manis, tumor di leher.

Pada terapi tumor hati, Digital Substraction Angiography diintegrasikan dalam teknik TACE (transarterial chemo embolization); lewat arteri diberi obat kemoterapi. Lantas disumbat bagian yang memberi makan tumornya. Ini  sering kami lakukan.

Pada kasus stroke, cairan kontras disemprotkan melalui pembuluh leher, sebagai pembuluh terdekat, menggunakan kateter (selang kecil berdiameter <2 mm). Kateterisasi  juga dapat dilakukan melalui pembuluh kaki. Ini dianggap lebih aman, karena pembuluh leher memiliki sensivitas tinggi bagi lancarnya aliran darah dari dan menuju otak.

Pada anak atau bayi, Digital Substraction Angiography untuk mendiagnosa kelainan jantung bawaan. Tentu tingkat radiasi, cairannya dan cairan kontras  disesuaikan.  

 

Kapan perlu dilakukan Digital Substraction Angiography?

Digital Substraction Angiography menjadi golden standard setelah pemeriksaan CT scan dan MRI /MRA. Pada banyak kasus, dilakukan pada pasien yang datang terlambat. Kalau pasien ingin langsung “lompat” menggunakan Digital Substraction Angiography bisa, namun dijelaskan prosedurnya lebih hulu. Kalau bisa dilakukan hanya dengan MRI atau MRA, tidak perlu Digital Substraction Angiography.

Jika pada pembuluh vena disemprot heparin, kemudian pembuluh darah melebih lebar dan sakit kepala hilang, sudah ada penelitian dan bukti ilmiahnya. Khusus untuk pembuluh vena, pemberian heparin dapat melarutkan sumbatan. Saat ini, riset tentang Digital Substraction Angiography terus berlangsung.

Untuk pembuluh ateri, digunakan metode trombolisis. Obatnya  seperti urokonase, streptokinase, itu untuk jantung. Obat trombolitik akan menghancurkan/melarutkan bekuan darah. Digital Substraction Angiography sebagai metode diagnostik, angka keberhasilannya 90%. Kendala hanya pada ketersediaan kateter.  Untuk efek terapi, dari 10 kasus 70% pasien merasakan manfaat Digital Substraction Angiography. Kepala lebih enteng, lebih enak, nyeri berkurang. Kadang pasien mengalami efek samping radiasi seperti mual atau pusing, tapi tidak parah.

 

Setelah Digital Substraction Angiography, apa yang dilakukan?

Tergantung, bisa langsung dilakukan metode retrieval untuk menarik sumbatan. Pada pembuluh darah yang mengalami aneurisma (menggelembung/membalon) di jepit di ujung “leher” bagian yang menggelembung, agar tidak mendapat aliran darah. Bisa dengan metode koiling embolisasi, mengisi pembuluh darah yang membalon dengan koil.

 

Bagaimana teknik diagnostik pada penderita stroke?

Ada beberapa metode untuk melihat sumbatan atau pecah pembuluh darah di otak. Pertama, CT scan. Menurut jurnal American Heart Association, CT scan dapat mendediksi stroke yang lebih parah, pada pasien yang pernah mengalami stroke ringan; 40% penderita stroke ringan berpotensi stroke  kedua. 

CT scan dengan sinar x (x-ray) menghasilkan potongan/irisan gambar otak. CT scan dapat menunjukkan besarnya dan abnormalitas di otak yang disebabkan tumor, cacat pembuluh darah, gumpalan darah dan masalah lain. Namun, CT scan paling baik digunakan untuk melihat perdarahan otak.

MRI (magnetic resonance imaging) atau MRA (magnetic resonance angiography) khusus melihat daerah otak. Menggunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio untuk melihat kelainan organ tubuh. MRI mampu melihat/memetakan bagian otak per fungsinya, misal wilayah yang mengatur fungsi tangan atau kaki.

Teknologi ini lebih canggih dibanding CT scan, namun CT scan dan MRI punya kelebihannya sendiri. Itu sebabnya, kadang dokter menyarankan pasien di-MRI walau sudah CT scan. MRI memberi gambar optimal pada stroke, yang disebabkan sumbatan.  Jika penggunaan CT scan maupun MRI/MRA tidak memberi gambar yang maksimal, kita gunakan Digital Substraction Angiography.

 

Apa yang utama dalam penanganan stroke?

Waktu; 650.000 orang/tahun  kena stroke di Eropa. Jika tidak segera diobati, 30% menimbulkan kecacatan menetap. Stroke  penyebab kematian ke-2 di dunia.

Batas waktu maksimal 6 jam.  Pengobatan dengan penghancur sumbatan (trombolitik) melalui vena dan arteri, dapat dilakukan sampai 4,5 jam. Tindakan lain adalah mengambil sumbatan pembuluh darah di otak yang disebut  retrieval thrombus, menggunakan kateter khusus.

Batas waktu 6 jam terlewati, kelumpuhan sulit diobati. Meski sudah lebih 4 jam, jangan putus asa. Tim dokter akan mengupayakan tindakan intervensi terbaik. Pasien yang terlambat dibawa ke dokter, Digital Substraction Angiography bermanfaat untuk melihat seberapa besar kerusakan/sumbatan yang terjadi di otak. (jie)