Kontrasepsi untuk Merencanakan Keluarga Sehat Sejahtera | OTC Digest
kontrasepsi_bonus_demografi_keluarga_sejahtera

Kontrasepsi untuk Merencanakan Keluarga Sehat Sejahtera

Slogan ‘dua anak cukup’ yang didengungkan pada program Keluarga Berencana (KB) semasa Orde Baru, sudah saatnya berganti. “Tujuannya sekarang bukan mengurangi jumlah penduduk, tapi menjaga keseimbangan antara penduduk usia produktif dengan yang usia kurang produktif,” tutur Dr. dr. Andon Hestiantoro, Sp.OG(K) dalam Peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia di Jakarta, Selasa (25/09/2018).

Penduduk usia produktif yakni yang berusia 15-64 tahun, sedangkan kelompok usia kurang produktif yakni <15 tahun dan >65 tahun. Kelompok usia kurang produktif akan bergantung kepada kelompok usia produktif; ini disebut rasio ketergantungan. Sehingga akan menguntungkan bila populasi kelompok usia produktif lebih tinggi. “Makin tinggi rasio ketergantungan, makin banyak bebannya. Yang baik itu kalau rasionya <50%,” ujar Dr. dr. Andon.

Indonesia sudah memasuki masa ini sejak 2015, dan bisa dipertahankan hingga 2035. Inilah yang disebut bonus demografi. Bonus demografi tidak hanya berdampak positif bagi perekonomian negara, tapi juga meningkatkan kesejahteraan keluarga. Ini berkaitan dengan TFR (total fertility rate) atau jumlah anak yang dimiliki pasangan suami istri usia produktif. Idealnya 2,1 sampai 2,2 anak, Artinya, paling baik memiliki dua anak, paling banyak tiga.

Baca juga: Menurunkan Angka Kematian Ibu dengan Kontrasepsi Jangka Panjang

TFR di Indonesia sudah turun dengan cukup baik. Dari 3 pada 1991, turun jadi 2,8 (1997), lalu turun lagi jadi 2,6 pada 2002. Angka ini bertahan hingga 2012. Pada 2017, turun lagi menjadi 2,4. “Diharapkan pada 2019 jadi 2,2. Namun sepertinya penurunan semakin cepat. Ini harus dikendalikan, jangan sampai turun terlalu jauh,” terang Dr. dr. Andon.

TFR yang terlalu kecil (<2) menandakan pertumbuhan penduduk terlalu sedikit; ini banyak dialami oleh negara-negara maju. Dampaknya nanti begitu penduduk usia produktif menua, kelompok usia produktif jadi lebih sedikit ketimbang yang berusia tua. Terjadilah piramida terbalik, dan rasio dependensi otomatis akan meningkat.

Jepang dan Singapura termasuk negara yang sudah mengalami hal ini. Di Singapura, bisa mudah kita jumpai kakek-nenek yang bekerja membersihkan toilet atau menjadi pengemudi taksi. Angkatan kerja tidak cukup banyak untuk bisa menopang orang tua, sehingga mereka yang berusia lanjut tetap harus bekerja.

Program KB bukan sekadar membatasi jumlah anak. Sesuai namanya, KB (keluarga berencana) adalah perencanaan keluarga (family planning). Bonus demografi dan segala keuntungannya bisa kita optimalkan dengan perencanaan keluarga yang baik; di sini pentingnya kontrasepsi. “Tunda kehamilan kalau belum siap. Jarangkan kehamilan agar ibu dan bayi sehat. Kalau sudah cukup, jangan hamil lagi,” pungkas Dr. dr. Andon. (nid)

___________________________________

Ilustrasi: Freepik.com