Kiat Jitu untuk Hadapi Orang Yang meragukan Efektivitas Vaksin | OTC Digest
menghadapi_orang_yang_meragukan_vaksinasi

Kiat Jitu untuk Hadapi Orang Yang meragukan Efektivitas Vaksin

Jessica Kaufman, Murdoch Children's Research Institute dan Margie Danchin, Murdoch Children's Research Institute

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut sikap ragu-ragu terhadap keampuhan vaksin menjadi salah satu dari 10 ancaman terbesar terhadap kesehatan global untuk tahun ini.

Baru-baru ini, istri seorang pemain rugby asal Australia menjadi berita nasional setelah mengunggah foto di Instagram bahwa pasangan itu tidak berencana untuk memvaksinasi anak-anak mereka.

Memang, saat ini vaksin menjadi topik hangat perdebatan di publik. Yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa siapa pun dapat mendukung pemberian vaksin dengan memberikan bukti-bukti ilmiah dan Anda tidak perlu menjadi ahli di bidang ini.

Percakapan antarteman bisa sangat berpengaruh, karena perilaku kita dibentuk oleh norma sosial, atau apa yang orang lain di lingkungan kita hargai dan lakukan.


Baca juga: Krisis kepercayaan penyebab cakupan imunisasi anak Indonesia menurun 5 tahun terakhir


Kepada siapa kita perlu bicara?

Ketika wabah campak di Amerika Serikat dan Eropa begitu memprihatinkan, banyak berita yang terlalu menyepelekan masalah ini dengan
menyalahkan hampir seluruhnya pada orang tua anti vaksin

Kenyataannya, sebagian besar orang tua yang anak-anaknya tidak divaksin bukanlah mereka yang anti vaksin. Pemberian label ini tidaklah membantu.

Izin untuk pemberian pengecualian kepada orang-orang yang tidak ingin divaksinasi karena alasan hati nurani telah dicabut oleh pemerintah Australia tahun 2016. Namun pemberian izin ini diberikan terakhir kalinya pada Desember 2015 dan hanya mempengaruhi 1,34% dari anak-anak yang harus divaksin.

Cakupan vaksinasi anak saat ini di Australia adalah antara 90.75-94.67%, tergantung pada usia.

Ini menunjukkan bahwa hambatan yang lain, seperti orang tua yang tidak memiliki akses ke dokter umum atau sesi pemberian imunisasi di tingkat kota, merupakan kontributor yang jauh lebih substansial atas kurangnya pemberian vaksinasi.

Komunikasi tentang vaksin tidak akan berdampak pada orang yang tegas-tegas menolak vaksin dan mereka yang tidak memiliki akses. Namun, komunikasi ini berpengaruh sangat besar pada 43% orang tua yang memiliki beberapa pertanyaan atau keraguan terhadap vaksin.

Bahasa yang agresif atau meremehkan dapat membuat orang-orang yang ragu ini semakin tidak memberikan vaksin kepada anaknya , sementara diskusi yang terbuka dan penuh rasa hormat dengan orang yang tepercaya dapat mendorong orang tua yang ragu-ragu untuk melakukan vaksinasi.


Baca juga: Di balik gagalnya target cakupan imunisasi MR di Indonesia


Kiat untuk mendiskusikan vaksinasi

Banyak orang berpikir keras bagaimana cara membahas vaksinasi secara efektif ketika berhadapan dengan teman, kerabat atau kenalan yang masih ragu-ragu memberikan vaksin ke anak mereka.

Memberikan banyak fakta atau menolak pandangan mereka bukanlah cara yang efektif.

Berikut ini adalah beberapa kiat yang dapat digunakan setiap orang ketika berbicara tentang vaksin. Kiat ini menggunakan teknik komunikasi berbasis bukti. Studi di Amerika Serikat dan Kanada telah melatih penyedia layanan kesehatan untuk menggunakan teknik seperti ini untuk meningkatkan penggunaanvaksin HPV remaja dan vaksin bayi. Banyak penelitian tentang hal ini yang sedang berlangsung.

Bertanya dan dengarlah kekhawatiran orang-orang sekitar Anda: tidak semua orang memiliki masalah atau pengalaman yang sama. Cari tahu apa yang mereka cemaskan secara spesifik. Apakah keamanannya? Efektivitasnya? Efek sampingnya?

Akui kecemasan mereka: ingat, semua orang mencintai anak-anak mereka. Tidak ada yang menolak untuk divaksinasi karena mereka ingin anak mereka jatuh sakit, atau karena mereka dengan sengaja berharap anak-anak lain akan jatuh sakit. Mengakui bahwa Anda memahami alasan mereka dapat membantu membangun kepercayaan.

Berikan informasi untuk menanggapi kecemasan mereka: bagikan apa yang Anda ketahui, dan cobalah untuk menyediakan sumber yang dapat diandalkan untuk informasi. Berhati-hatilah untuk tidak terlalu agresif dalam menyanggah mitos, karena ini dapat menjadi bumerang.

Bagikan kisah-kisah pribadi: kisah-kisah emosional cenderung lebih berdampak daripada fakta. Ini adalah salah satu alasan mengapa satu cerita tentang dampak buruk akibat tidak divaksin lebih efektif ketimbang data-data tentang amannya vaksin. Bagikan kisah pengalaman positif Anda dengan vaksin, atau lebih baik lagi, diskusikan pengalaman Anda dengan penyakit yang dicegah oleh vaksin.

Jangan menghakimi: orang dapat mendiskusikan vaksinasi berkali-kali dengan banyak orang yang berbeda sebelum mereka memutuskan untuk divaksinasi, terutama jika mereka sangat ragu-ragu. Tujuan Anda haruslah menjadikan diri Anda sebagai orang yang tepercaya dan tidak menghakimi mereka sehingga mereka bisa berbagi pertanyaan dan kecemasan. Memarahi mereka tidak akan meyakinkan mereka untuk divaksinasi, tetapi itu akan membuat mereka untuk tidak akan berbicara dengan Anda lagi tentang vaksin.


Baca juga: Wabah difteri di Indonesia: antara vaksinasi dan antibiotik


Kiat komunikasi ini dapat membantu adanya diskusi tentang vaksin dengan seseorang yang ragu-ragu. Namun, jika Anda mendapati diri Anda berhadapan dengan “tokoh anti vaksin yang vokal”, WHO telah mengembangkan alat untuk membantu memandu respons Anda.

Dalam situasi seperti ini, orang yang Anda tuju bukanlah penyangkal vaksin itu sendiri, tetapi publik yang mungkin menonton atau membaca debat Anda.

Para penyangkal vaksin ini biasanya merujuk pada konspirasi, ahli palsu, bukti yang keliru, atau harapan bahwa vaksin seharusnya aman 100%. WHO menyarankan Anda mengidentifikasi teknik yang digunakan penyangkal dan kemudian memperbaiki informasinya.

Jika Anda seorang yang sangat mendukung pemberian vaksinasi, Anda dapat membantu upaya untuk mempertahankan tingkat cakupan imunisasi yang tinggi di lingkungan Anda. Dengarkan dan utarakan opini Anda dengan sopan, bangun dan pertahankan hubungan yang terbuka dan saling percaya, dan mungkin opini Anda adalah kata-kata yang mendorong orang lain untuk melakukan vaksinasi.

Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Jamiah Solehati

The Conversation

Jessica Kaufman, Postdoctoral researcher in vaccine acceptance and communication, Murdoch Children's Research Institute dan Margie Danchin, Senior Research Fellow and General Paediatrician, Murdoch Children's Research Institute

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

__________________________________

Ilustrasi: Medical photo created by welcomia - www.freepik.com