Imunotarapi, Pengobatan Baru Kanker | OTC Digest

Imunoterapi, Pengobatan Baru Kanker

Operasi angkat tumor, kemoterapi atau radiasi merupakan terapi standar pada kasus kanker. Sebagaimana diketahui, kemoterapi tidak hanya membunuh sel kanker, tapi juga sel-sel sehat. Perkembangan pengobatan kanker semakin maju lewat imunoterapi yang hanya mematikan sel sakit.

“Berbeda dengan obat kemoterapi yang bekerja menghancukan sel. Pada imunoterapi, obat membuat sistem kekebalan tubuh kita kembali mengenali sel kanker, kemudian membunuhnya,” papar Prof. dr. Aru W. Sudoyo, SpPD-KHOM, Ketua Yayasan Kanker Indonesia.

Sudah dilakukan di Indonesia, walau masih dalam skala penelitian, karena belum termasuk sebagai terapi standar kanker. “Artinya, jika pasien akan mendapatkan imunoterapi harus menyatakan kesediaannya sebagai bagian penelitian, “ tegas Prof. Aru dalam seminar ilmiah Multi-Disciplinary Approach For Oncology Management, yang diadakan di RS Gading Pluit, Jakarta (16/12/2017).

Dalam kesempatan yang sama dr. Qiao Li, PhD, peneliti sekaligus associate professor di Department of Surgery, University of Michigan memaparkan, imunoterapi memberikan toksisitas yang minim dibanding terapi standar.

Pemakaian imunoterapi saat ini dilakukan pada penderita kanker stadium lanjut, tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup, mencegah kanker muncul kembali (relaps) dan harapan hidup pasien lebih baik. “Untuk memberikan hasil yang optimal, pemakaian imunoterapi dikombinasikan dengan terapi standar seperti operasi, kemoterapi atau radiasi,” papar dr. Qiao Li.

Ia mencontohkan salah satu bentuk imunoterapi adalah gen terapi, dengan memodifikasi gen tumor menjadi lebih mudah dikenali. Sebagai informasi, sel-sel tumor / kanker memiliki mekanisme sehingga ia tidak bisa dikenali oleh sistem imun dan menolak program “bunuh diri” (apoptosis) yang ada pada sel normal. Membuat sel kanker terus bereproduksi. Terapi gen membuat sistem imun mampu mengenali sel tumor dan mematikannya.

Imunoterapi kanker payudara

Salah satu imunoterapi yang sudah dilakukan adalah pada kanker payudara. Yakni pemberian obat Trastuzumab atau Pertuzumab sebagai terapi adjuvan (sekunder). “Misalnya pada pasien kanker payudara yang sudah operasi tapi membutuhkan kemoterapi. Trastuzumab bisa dikombinasikan dengan obat kemo. Biasanya untuk terapi adjuvan ini dianjurkan sampai 1 tahun,” ujar Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, dari RS Gading Pluit, Jakarta.

Pengobatan imunoterapi pada kanker payudara ini bekerja dengan menghalangi reseptor HER2, sehingga sel kanker tidak bisa menerima sinyal untuk tumbuh. Ia sekaligus menandai sel kanker sehingga sistem imun mampu mengenali dan membunuhnya.

Sel payudara normal memiliki gen HER2, menghasilkan protein yang disebut reseptor HER2; tersebar di permukaan sel dan bertugas menangkap sinyal untuk tumbuh/berkembang. Beberapa sel memiliki reseptor HER2 terlalu banyak, sehingga sel tumbuh  banyak dan terlalu cepat. Inilah kanker payudara positif HER2 (HER2+). Makin banyak HER2, kanker tumbuh makin cepat, sulit mati, mudah membuat pembuluh darah, dan mudah pindah ke mana-mana.

Namun yang perlu dicatat, imunoterapi bukan tanpa efek samping. “Jika kemoterapi yang paling ditakuti wanita adalah rambut rontok, dengan imunoterapi efek ini tidak terjadi. Namun muncul efek samping lain yang bersifat imunologi, seperti alergi, kadang ada demam, sakit-sakit otot. Dan, alergi yang berat pun kadang membahayakan,” tutup Prof. Aru. (jie)

 

Baca juga: Obat Baru Tingkatkan Harapan Pasien Kanker Payudara