Gejala Hipotiroid Kongenital Berpengaruh pada Perkembangan Mental Anak | OTC Digest

Hipotiroid Kongenital Memengaruhi Perkembangan Mental Anak

Hipotiroid atau kekurangan hormon tiriod, terjadi karena gangguan di kelenjar tiroid atau kelenjar gondok. Di Indonesia, 1.139 bayi/tahun terdiagnosis hipotiroid kongenital/HK (bawaan  lahir). Hormon tiroid penting dalam metabolisme tubuh. Hormon ini memungkinkan tubuh menggunakan simpanan energi secara efisien, untuk menjaga suhu badan dan memastikan otot-otot bekerja dengan benar.

Di masa pertumbuhan, hormon tiroid berperan dalam produksi dan pengeluaran growth hormone (hormon pertumbuhan). Termasuk merangsang pertumbuhan jaringan tubuh dan sistem saraf, merangsang pertumbuhan dan metabolisme tulang.

Menurut dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K), “Hormon tiroid bekerja dalam pembentukan selubung saraf.” Di otak, hormon tiroid mengatur migrasi sel otak, pembentuk lapisan korteks dan membedakan pembentukan sel neuron (sel pembawa informasi) dan sel glia (sel penunjang dan pelindung neuron).

“Jika pembungkus saraf terganggu, perkembangan saraf terganggu. Gangguan bukan hanya  di otak tapi di semua organ. Kerja jantung, ginjal, terganggu. Pendengaran lambat, “ ujarnya. 

Hipotiroid kongenital  terlambat diterapi dapat menyebabkan cacat mental. IQ rendah dan saraf motorik anak tidak berkembang. Tumbuh kembang terhambat, sehingga anak pendek/cebol, anemia dan sulit bicara. Ini bisa terjadi sampai dewasa.

Gejala hipotiroid kongenital tidak tampak saat lahir, karena kadar hormon tiroid bayi yang berasal dari ibu masih tinggi. Kembali normal dalam 24 jam sampai minggu pertama kelahiran.  Gejala hipotiroid kongenital muncul 2 – 4 minggu  setelah lahir. Gejala tergantung seberapa banyak kekurangan hormon tiroid. Gejala antara lain: keterlambatan motorik, konstipasi, aktivitas menurun, makroglosia (ukuran lidah lebih besar), hidung pesek, pusar menonjol/bodong, pucat, kulit kering. Yang paling awal terpengaruh adalah perkembangan mental anak.

Hambatan tumbuh kembang tampak di usia 3-6 bulan. Perkembangan mental makin terbelakang, anak terlambat duduk dan berdiri, tidak mampu belajar bicara. “Kalau sudah menunjukkan gejala, penurunan IQ anak berarti sudah terjadi,” ujar dr. Aman.

Anak hipotiroid kongenital bisa diterapi sehingga anak bisa normal; kecuali IQ-nya. Anak yang seharusnya ber-IQ 100, hanya 80. Penyebab  hipotiroid kongenital, belum diketahui. Tidak berhubungan dengan faktor genetik (keturunan). Namun, berhubungan dengan gangguan hormon tiroid, saat ibu hamil. 

Perlu gerak cepat mencegah hipotiroid kongenital. Lakukan skrining dalam 48-72 jam pascakelahiran. Skrining dengan tes darah sederhana dan singkat, untuk mengukur kadar thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon tiroid dalam darah (T3 dan T4). Darah (2-3 tetes) diambil dari tumit bayi oleh petugas kesehatan, diteteskan ke atas kertas saring, kemudian diperiksa di laboratorium.

Kurang dari 3 minggu, hasil tes bisa diketahui. Kalau hasil tes positif, dilakukan tes konfirmasi di laboratorium untuk memastikan hasil (palsu/tidak). Bila positif, diberikan terapi. Dr. Nancy Dian Anggraeni, M.Epid, Kepala Sub Direktorat Bina Perlindungan Kesehatan Anak menjelaskan, bayi di bawah usia 1 bulan harus mendapat perawatan. “Terlambat diagnosis, dapat menyebabkan keterbelakangan mental permanen,” katanya.

Terapi dengan tablet hormon tiroid. Obat digerus, diminumkan dengan air atau ASI. Pemeriksaan kadar obat dilakukan teratur, sesuai jadwal. Hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir bisa bersifat transien (sementara). Terjadi bila beberapa bulan atau tahun sejak kelahiran, kelenjar tiroid mampu memroduksi hormon tiroidnya sendiri. Pengobatan hipotiroid kongenital/HK pun dihentikan. (jie)


Ilustrasi: http://www.freepik.com-Designed by Bearfotos / Freepik