Chek Mata Glaukoma | OTC Digest

Chek Mata Glaukoma

Sebagai penyebab kebutaan nomor 2 di Indonesia, glaukoma masih kurang mendapatkan perhatian. Sebelum terjadi kebutaan perlu serangkaian pemeriksaan.

Glaukoma terjadi antara lain karena tekanan bola mata tinggi (>21 mmHg), usia 40 tahun lebih, riwayat keluarga glaukoma, mata minus atau plus, pemakaian obat steroid yang terus menerus (obat tetes mata, inhaler asma, radang sendi), serta memiliki penyakit lain seperti diabetes, jantung atau hipertensi.

Penyakit ini jarang menimbulkan gejala. Namun, gejala yang mungkin timbul berupa sakit kepala dan melihat pelangi di sekitar lampu pada pagi hari. Atau, sering menabrak meski masih bisa membaca dengan jelas. Ini karena lapang pandang menyempit; benda-benda di samping tidak terlihat. Pada glaukoma akut, bisa muncul keluhan mata buram dan sakit, serta mual dan muntah. Kebutaan bisa terjadi hanya dalam beberapa hari.

Glaukoma pada anak lebih mudah dikenali; umumnya bola mata terlihat besar dan keruh. Mereka yang memiliki faktor risiko, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan yang dilakukan dalam 5 langkah.  Pemeriksaan pertama adalah tajam penglihatan (visus), yakni membaca serangkaian huruf, dari besar sampai yang paling kecil.

“Wajib tiap kali ke dokter mata, karena ini parameternya. Dilihat, apakah ada gangguan penglihatan atau tidak,” ujar dr. Iwan Soebijantoro,Sp.M dari Jakarta Eye Center, Jakarta.

Pemeriksaan dilanjutkan dengan memeriksa tekanan bola mata. Ada beberapa alat yang bisa digunakan, antara lain non contact tonometry, applanation pen (bisa untuk bayi) dan applanation goldmann tonometry.

Berikutnya dilakukan pemeriksaan sudut bilik mata (terbuka atau tertutup). “Sudut bilik mata ini yang menentukan, apakah akan menjadi glaukoma akut atau kronis,” kata dr. Iwan.

Di depan mata diletakkan alat gonioscopy / goniolens yang berbentuk corong. Dokter akan ’mengintip’ sudut mata melalui corong tersebut. Mata akan dipindai dan ditampilkan di layar. Lebih nyaman dan hasilnya bisa di-print. Pemeriksaan keempat yakni saraf penglihatan, untuk melihat sejauh mana kerusakan saraf mata (mencekung) akibat tekanan bola mata yang tinggi.

“Makin besar cekungan, makin lanjut glaukomanya,” tutur dr. Iwan. Alat yang digunakan bisa manual dengan direct opthalmoscope, atau dengan alat canggih seperti Heidelberg retina tomograph (HRT). Pemeriksaan terakhir yakni mengukur lapang penglihatan mata, dengan alat humphrey perimetry.

Untuk diagnosa, kelima pemeriksaan ini wajib dilakukan. “Selanjutnya, cukup dua atau tiga pemeriksaan,” terang dr. Iwan. Jika tidak ditemukan glaukoma, bisa melakukan pemeriksaan 1-2 tahun sekali. Jika ada glaukoma, perlu monitoring tiap 6-12 bulan atau sesuai petunjuk dokter, untuk menilai keberhasilan pengobatan. Tiap pemeriksaan membutuhkan waktu sekitar 5-10 menit, tanpa rasa sakit. (nid-jie)

 

Baca juga: Glaukoma Pencuri Penglihatan Anak