Alasan Keju dapat Mengontrol Gula Darah Anda | OTC Digest
keju_baik_untuk_gula_darah

Alasan Keju dapat Mengontrol Gula Darah Anda

Catherine Chan, University of Alberta

Mmmm, keju adalah makanan yang bergizi sekaligus enak. Iya kan?

Di satu sisi, keju mengandung sumber mineral yang sangat baik seperti kalsium dan magnesium, vitamin A, B2, dan B12. Selain itu keju merupakan sumber protein lengkap.

Di sisi lain, keju juga merupakan sumber lemak jenuh dan natrium dalam makanan kita. Untuk menurunkan asupan lemak jenuh, mengkonsumsi keju rendah lemak kadang-kadang direkomendasikan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.

Namun, banyak bukti menunjukkan bahwa orang yang makan banyak keju tidak memiliki risiko tinggi menderita penyakit kardiovaskular, termasuk penyakit diabetes tipe 2.

Tim peneliti kami di University of Alberta di Kanada telah meneliti dampak keju rendah lemah dan berlemak pada tingkat resistansi insulin dalam tubuh tikus yang belum menderita diabetes. Kami menemukan bahwa kedua jenis keju ini mengurangi tingkat resistansi insulin yang penting untuk menjaga gula darah normal.

Kenapa kami menggunakan tikus

Banyak penelitian mengenai dampak keju terhadap penyakit kardiovaskular yang sebelumnya dilakukan hanya berupa pengamatan. Dengan kata lain, para peneliti hanya mengamati perilaku makan sejumlah besar orang, biasanya selama bertahun-tahun, dan kemudian mengkorelasikan jumlah keju (dan makanan susu lainnya) yang dimakan dengan tingkat risiko terjangkit penyakit kardiovaskular, seperti kolesterol tinggi atau penyakit arteri koroner.

Sebuah survei tahun 2016 yang berdasarkan pengamatan menemukan bahwa keju memiliki efek netral atau bahkan menguntungkan terkait risiko penyakit kardiovaskular.

Studi-studi ini sangat berguna untuk menciptakan tren pola makan, tetapi studi ini tidak dapat secara pasti mengatakan bahwa makan makanan tertentu bisa menyebabkan atau mencegah penyakit tertentu.

Studi dalam lingkungan yang dikontrol lebih membantu untuk mengetahui dampak makanan terhadap risiko penyakit tertentu. Studi-studi ini dapat dilakukan pada manusia, tetapi ada keterbatasannya. Dengan demikian, penelitian pada hewan laboratorium bisa membantu, terutama dalam memahami mekanisme biokimia.

Keju dan resistensi insulin

Resistansi terhadap insulin adalah suatu kondisi yang umumnya terjadi seiring dengan proses penuaan dan meningkatnya berat badan. Proses ini mengarah pada tingkat glukosa darah tinggi serta berisiko menyebabkan pernyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2.

Tujuan kami adalah membandingkan antara konsumsi keju rendah lemak dengan konsumsi keju lemak biasa dalam pengaruhinya terhadap resistansi insulin, sekaligus untuk mengeksplorasi mekanisme biokimia yang terjadi.

Kami menggunakan tikus dalam riset kami karena memiliki banyak karakteristik yang sama dengan manusia. Kami ciptakan model dengan memberi makan tikus sejumlah besar lemak babi. Setelah empat minggu, tikus dibagi menjadi tiga kelompok: 1) diet lemak babi, 2) diet lemak babi dan keju rendah lemak, 3) diet lemak babi dan keju lemak biasa.

Semua pola makan yang diberikan ke tikus memiliki jumlah total lemak yang sama, hanya saja sumbernya yang bervariasi (lemak babi versus keju). Tikus-tikus tersebut memakan diet ini selama delapan minggu.

Temuan yang paling menarik dalam penelitian kami adalah bahwa keju rendah lemak dan yang biasa, mampu mengurangi resistansi insulin pada tikus. Ini menunjukkan bahwa manfaat keju mungkin tidak terkait dengan jumlah lemak, tetapi dengan beberapa komponen lain, seperti protein atau kalsium.

Mentega versus keju

Beberapa penelitian baru pada manusia telah muncul sejak kami memulai penelitian kami. Sebuah kelompok peneliti dari Laval University dan University of Manitoba, keduanya di Kanada, membandingkan efek makan makanan berlemak dari berbagai sumber pada pria dan wanita yang menderita obesitas perut.

Durasi diet adalah empat minggu dan setiap dampak diet diukur dari semua peserta. Diet mentega, keju, minyak zaitun, dan minyak jagung (32% kalori berasal dari lemak) dibandingkan dengan diet karbohidrat yang lebih tinggi (25% kalori berasal dari lemak).

Para peneliti memeriksa kadar glukosa dan insulin dalam darah (yang merupakan indikator tidak langsung tingkat resistansi insulin) dan tidak menemukan efek dari lemak mana pun. Namun, sampel darah dikumpulkan setelah para responden berpuasa, sehingga informasi tentang gula darah yang ada tidak cukup lengkap.

Studi lain yang membandingkan keju rendah lemak dan keju reguler pun tidak menemukan perbedaan menyeluruh pada tingkat kolesterol LDL-jenis kolesterol yang ditemukan pada orang yang memiliki risiko. Tetapi penelitian ini tidak memeriksa hasil lebih lanjut terkait dengan gula darah.

Mengubah metabolit darah

Dalam penelitian kami, kami juga meneliti bagaimana metabolit dalam darah berubah setelah pemberian keju dan menemukan efek serupa baik pada pada keju yang rendah lemak maupun keju dengan lemak biasa.

Perubahan tersebut terkait dengan jenis molekul tertentu bernama fosfolipid, yang memiliki banyak fungsi dalam tubuh. Menariknya, fosfolipid dengan tingkat sirkulasi yang rendah berkaitan dengan risiko diabetes dan resistansi insulin pada manusia.

Tikus yang diberi makan lemak babi memiliki kadar fosfolipid yang lebih rendah. Kadar fosfolipid ditemukan normal pada tikus yang makan keju.

Sekarang, kami sedang mempersiapkan topik penelitian ini–untuk memahami bagaimana keju mengatur metabolisme fosfolipid dan bagaimana hubungannya dengan resistansi insulin.

Amira Swastika menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

The Conversation

Catherine Chan, Professor, Agricultural Life and Environmental Sciences, University of Alberta

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

____________________________________________

Ilustrasi: Food photo created by freepik - www.freepik.com