Ada Sejumlah Kondisi yang Bisa Memicu Stroke, Perlu Deteksi Dini | OTC Digest

Ada Sejumlah Kondisi yang Bisa Memicu Stroke, Perlu Deteksi Dini

Ada kondisi tertentu yang tidak terlihat, tapi meningkatkan risiko stroke, yakni ada kelainan pada pembuluh darah otak atau yang mengarah ke otak. Gejala yang timbul sering diabaikan atau tidak disadari, karena dianggap biasa. Bila dideteksi sejak dini, bisa dilakukan pencegahan agar tidak terjadi serangan stroke. Kondisi dimaksud yakni:

 

Aneurisma

Pembuluh darah otak terlihat seperti cabang dan ranting-ranting pohon. “Aneurisma seperti buah yang menempel di cabang itu,” terang dr. Andi Darwis, Sp.Rad (K) dari RSPI Puri Indah. Aneurisma adalah kelainan bawaan, di mana pembuluh darah otak menipis dan melemah sehingga ‘melenting’ seperti balon. Dinding ‘balon’ ini lebih tipis ketimbang dinding pembuluh darah normal, sehingga bisa pecah dan menyebabkan stroke perdarahan. Tidak ada yang tahu, kapan dan mengapa aneurisma bisa pecah. Ditengarai, peningkatan tekanan darah bisa memicunya pecah.

Gejala aneurisma: sakit kepala berdenyut-denyut dan berulang, terjadi di lokasi yang sama. “Sakit kepala berlangsung lama dan makin parah. Jangan diabaikan,” ujar dr. Rubiana. Aneurisma bisa makin berat bila disertai stres.  

 

Arteriovenous Malformation/AVM

AVM atau arteriovenous malformation yakni kelainan bentuk arteri dan vena (pembuluh darah balik) di otak. Seharusnya, arteri yang membawa oksigen dari jantung menuju otak. Dari otak, darah yang sudah terpakai dibawa oleh vena menuju jantung. “Pada AVM, darah lewat jalan pintas,” tutur dr. Andi. Terbentuk jalinan rumit pembuluh darah yang menghubungkan arteri dan vena, sehingga sebagian darah mengalir langsung dari arteri ke vena.

Arteri memiliki dinding lebih tebal, memungkinkan tekanan darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi melewatinya dengan tekanan tinggi. Vena memiliki dinding yang lebih tipis, di mana darah mengalir dengan tekanan yang lebih rendah. Bila terbentuk jalan pintas antara kedua pembuluh darah ini, vena akan menerima darah dengan tekanan tinggi, melebihi yang bisa diterima. Dinding pembuluh darah yang terbentuk pada AVM pun rapuh, sehingga lama kelamaan bisa pecah dan menyebabkan perdarahan di otak.

Gejala AVM antara lain: sakit kepala dan/atau kejang-kejang. Risiko perdarahan akibat AVM 1-3%/tahun. Selama >15 tahun, total risiko terhadap AVM berdarah mencapai 25%.

 

Stenosis

Stenosis (penyempitan) bisa terjadi pada arteri carotid, yakni pembuluh darah besar yang memasok darah ke kepala dan leher. Plak bisa terbentuk pada arteri carotid internal yang menyuplai darah ke otak. Plak ada yang lunak, ada yang keras. “Plak yang keras kalau tidak diganggu, akan tetap di tempatnya tapi mempersempit pembuluh darah. Plak yang lunak rapuh dan bisa terlepas,” tutur dr. Andi.

Aliran darah mendorong gumpalan plak (emboli) hingga ke pembuluh darah di otak. Karena pembuluh makin mengecil, emboli dapat menimbulkan sumbatan sehingga aliran darah di bagian tersebut terhambat. Sumbatan/iskemik bisa bersifat sementara dan menyebabkan transient ischemic attack (TIA), bisa bersifat permanen (stroke).

TIA merupakan tanda peringatan, kadang disebut sebagai gejala stroke. Kondisi ini sering diikuti serangan stroke berat, utamanya dalam dua hari pertama. TIA berlangsung <24 jam dan biasanya memunculkan tanda seperti lemah, kesemutan, hilangnya sensasi pada tangan/kaki di satu sisi tubuh, atau hilangnya penglihatan di satu mata. Gejala lain yang kurang umum, terdengar suara denyut arteri atau dengung di telinga. (nid)

 

Baca juga: Stroke Bisa Menyerang Orang Muda, Maka Kenali Gejalanya


Ilustrasi: Gerd Altmann from Pixabay