8 Fakta Menarik tentang Sel Punca | OTC Digest
stem_cell_sel_punca

8 Fakta Menarik tentang Sel Punca

Oleh: dr. Dito Anurogo*

 

Sel punca [stem cells] merupakan terapi futuristik, berpotensi menyembuhkan semua penyakit. Secara sederhana, sel punca dapat dipahami sebagai unit terkecil dari makhluk multiseluler.

Sel punca adalah sel-sel yang memiliki sifat self-renewal, maksudnya mereplikasikan atau memperbanyak dirinya sendiri menjadi beragam sel untuk membentuk individu. Sel punca juga bersifat plastisitas, dapat berdiferensiasi atau berubah wujud serta fungsi menjadi sel-sel apapun. Karena sifat dan potensinya inilah sel punca menjadi salah satu harapan, untuk mengobati dan menyembuhkan beragam penyakit di masa mendatang.

 

Delapan fakta menarik tentang sel punca

Fakta pertama

Tahun 1956 merupakan sejarah awal mula sel punca, dimana transplantasi sumsum tulang [bone marrow] pertama kali sukses dilakukan. Tahun 1981, ESCs berhasil diisolasi dari blastokis mencit [mouse, tikus kecil]. Tahun 1988, hematopoietic [blood] stem cells dari mencit dewasa, berhasil dipurifikasi dan dikarakterisasi. Tahun 1992, sel punca teridentifikasi di otak orang dewasa. Tahun 1998, ESCs manusia untuk pertama kalinya berhasil diisolasi.

Tahun 2001, ESCs mencit berhasil dihasilkan melalui teknik nuclear transfer. Tahun 2002, sel-sel pankreas yang berasal dari sel punca ESCs mencit, berhasil menyembuhkan diabetes pada mencit. Tahun 2004, tipe sel saraf yang hilang pada penyakit Parkinson berhasil diproduksi dari ESCs manusia. Tahun 2012, Shinya Yamanaka bersama John Gurdon meraih Nobel Kedokteran, untuk penelitian di bidang sel punca.

 

Fakta kedua

Sel punca yang berasal dari embryonal stem cells [ESC], dapat berkembang menjadi semua sel dan organ apapun. ESC berasal dari inner cell mass blastokis. Sayangnya, ESC terkendala masalah bioetis sehingga di Indonesia kurang berkembang.

 

Fakta ketiga

ESC diperoleh melalui teknik in vitro fertilization [IVF] dan nuclear transfer. Teknik nuclear transfer sangat berbeda dengan cloning reproduktif. IVF dan nuclear transfer sama-sama memiliki problematika etis, mengingat terjadi destruksi blastokis manusia.

 

Fakta keempat

Sel punca yang berasal dari adult stem cells [ASC], berpotensi dikembangkan untuk membentuk individu baru, namun kemampuannya lebih terbatas dibandingkan dengan ESC. ASC bersifat lebih terspesialisasi, misalnya sel punca persarafan hanya dapat membuat sel-sel otak. ASC tidak dijumpai di semua jaringan dan sulit untuk diidentifikasi, diisolasi, dipelihara dan ditumbuhkan di laboratorium.

 

Fakta kelima

Proses pembentukan sel punca melalui beberapa tahapan, yaitu quiescent, nische dan aktif. Tahapan quiescent merupakan proses maintenance, tahap di mana perkembangan sel punca dipengaruhi oleh nutrien. Lalu, sel itu menuju ke tempat yang sesuai dengan lingkungan mikro [nische]. Adanya stimulasi atau rangsangan oleh berbagai faktor intrinsik maupun ekstrinsik, membuat sel punca menjadi aktif sehingga mengalami proses proliferasi atau amplifikasi [memperbanyak diri], dan berdiferensiasi menjadi sel progenitor.

 

Fakta keenam

Perkembangan sel punca tergantung beberapa hal. Seperti kemampuan migrasi, homing, kemampuan sel [untuk menempel di daerah target, berproliferasi, berdiferensiasi, dsb], keberadaan sinyal molekul atau stimulator [seperti rangsangan mekanis atau kemoatraktan].

 

Fakta ketujuh

Mengingat problematika riset ESCs yang begitu kompleks, menyangkut masalah etika, bioetis, nilai-nilai moral dan hukum [terutama di Amerika Serikat], maka National Academies mempublikasikan Guidelines for Human Embryonic Stem Cell Research pada tahun 2005.

 

Fakta kedelapan

Pasar sel punca amat menjanjikan. Pada tahun 2006, diperkirakan menembus angka 36 juta. Angka ini meningkat menjadi 8 milyar tahun 2015.

Delapan fakta menarik di atas membuat sel punca menjadi terapi alternatif yang amat berpotensi menyembuhkan pelbagai penyakit dan problematika kesehatan di Indonesia.

 

*Dokter digital/online, penulis 18 buku, Founder/CEO SLI [ILF], pembina NPIC, pengurus ASPI [Asosiasi Sel Punca Indonesia], studi S-2 IKD Biomedis FK UGM Yogyakarta. Email: ditoanurogo[at]gmail[dot]com. 

 

 

Ilustrasi: Pixabay