Trigeminal Neuralgia, Nyeri Wajah yang Menyiksa | OTC Digest

Trigeminal Neuralgia, Nyeri Wajah yang Menyiksa

Separuh wajah terasa nyeri seperti tersengat listrik. Kerap disangka sakit gigi. Sentuhan rambut di wajah, tersenyum, atau saat mengaplikasikan makeup akan menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Ini adalah gambaran serangan nyeri wajah akibat kondisi medis yang disebut trigeminal neuralgia.

Trigeminal neuralgia merupakan nyeri kronis (lebih dari 3 bulan) akibat gangguan saraf trigeminal (saraf ke 5 dari 12 saraf yang berasal dari otak/ saraf kranial). Saraf trigeminal terletak di belakang telinga.

Menurut dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS, pendiri Klinik Nyeri dan Tulang Belakang, Jakarta, gejala awal trigeminal neuralgia adalah nyeri di wajah yang terjadi secara spontan. Terjadi di salah satu sisi wajah, terutama di bagian bawah. Rasa nyeri tersebut terasa seperti tersengat listrik, tajam, terjadi dalam waktu singkat (beberapa detik hingga menit).

Saraf trigeminal merupakan saraf kranial terbesar yang memiliki 3 cabang ; optalmikus yang menjulur ke daerah sekitar mata; maksilaris di daerah pipi; mandibularis yang mensarafi sekitar rahang bawah.  

Karena memiliki tiga cabang, rasa nyeri bisa menjalar di daerah yang dipersarafinya. Ada yang merasakan nyeri di dahi, mata, gigi, kulit wajah, pipi, dagu atau lidah. Kondisi ini, lama kelamaan bisa bertambah berat, dan intensitas munculnya nyeri semakin sering, terjadi selama berbulan-bulan.

“ Skala nyerinya dari 0-10 menurut penderitanya ada di nomor 10. Trigeminal neuralgia merupakan salah satu penyakit yang membuat penderitanya depresi, dan memicu keinginan untuk bunuh diri,” terang dr. Mahdian dalam seminar Trigeminal Neuralgia, Nyeri Wajah yang Menyiksa, yang berlangsung di Jakarta (28/9/2018).

Nyeri wajah trigeminal neuralgia lebih banyak diderita oleh perempuan. Angka kejadian secara global adalah 5-6 penderita per 100.000 penduduk dalam satu populasi. Mulai terjadi pada usia 20 – 30 tahunan, dan meningkat seiring pertambahan usia.  

Penyebab

Nyeri wajah trigeminal neuralgia bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya tekanan (kontak) pembuluh darah di sekitar saraf trigeminal (normalnya pembuluh darah tidak menempel saraf trigeminal). Atau karena rusaknya pelindung saraf (mielin) akibat proses penuaan dan penyakit multiple sklerosis.

Nyeri wajah ini bisa juga disebabkan oleh kelainan otak akibat luka atau cedera, efek dari prosedur pembedahan, stroke atau tumor yang menekan saraf trigeminal.

“Risiko meningkat jika ada riwayat hipertensi. Pada penderita hipertensi tekanan darah lebih kuat, sehingga pembuluh darah yang menempel ke saraf trigeminal pun akan menekan lebih hebat,” tambah dr. Mahdian.    

Diagnosis dan terapi

Menurut dr. Heri Aminuddin, SpBS (K), ahli bedah saraf dari Brain and Spine Bunda Neuro Center, Jakarta, nyeri wajah trigeminal neuralgia memiliki 3 jenis. Pada tipe 1 (klasik), nyeri umumnya terjadi secara spontan dengan durasi nyeri episodik. Ditandai dengan nyeri, rasa terbakar hebat dan tiba-tiba di wajah bagian manapun.

Tipe kedua (atipikal), nyeri datang secara spontan dengan durasi yang konstan (terus-menerus). Tipe 3 (injury) disebabkan oleh trauma (cedera) atau bekas operasi sinus. Sementara secondary trigeminal neuralgia terjadi pada penderita multipel sklerosis.

“Diagonsa sepenuhnya dilihat dari gejala yang dialami penderita. Sampai saat ini belum ada tes tunggal yang dapat mendiagnosa trigeminal neuralgia. Diagnosa tambahan seperti pemeriksaan radiologi diperlukan untuk mengetahui apakah penyakit disebabkan misalnya oleh tumor atau multipel sklerosis,” terang dr. Heri.

Terapi nyeri wajah trigeminal neuralgia dapat dilakukan tanpa rawat inap. Terapi non bedah menggunakan obat-obatan selalu menjadi pilihan pertama. Antara lain dengan obat antikonvulsan untuk mengembalikan kestabilan rangsangan sel saraf  untuk mencegah atau mengatasi kejang.

Jenis obatnya  seperti carbamazepine, oxcarbamezepin, lamotrigin dan fenitoin. Atau menggunakan obat yang melemaskan otot (antispasmodic), seperti baclofen.

“Dengan obat rasa sakitnya tidak 100% hilang, tapi nyeri jauh bekurang hingga menyisakan 30-40%. Semakin lama efektifitas obat untuk menghilangkan sakit berkurang sehingga dosis dinaikkan. Jika obat tidak lagi memberi efek yang diharapkan, dilakukan terapi bedah,” imbuh dr. Heri.

Salah satu metode bedah minimal invasif tanpa rawat inap adalah dengan radiofrekuensi. Teknik ini efektif mengatasi nyeri wajah hingga 80%. Efek terapi mampu bertahan lama(2-3 tahun).

“Pada studi besar dengan responden ribuan orang, angka kekambuhan dengan radiofrekuensi bisa belasan tahun. Biayanya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan terapi bedah lainnya,” tutur dr. Heri.

Biaya tindakan radiofrekuensi sekitar Rp. 18 juta, sementara tindakan bedah (misalnya micro vascular decompression) berkisar antara Rp. 50-100 juta. (jie)