Testosteron Rendah, Kesehatan Menurun | OTC Digest
testosteron_rendah_hipogonadisme

Testosteron Rendah, Kesehatan Menurun

Tanpa hormon testosteron, tidak akan ada sosok pria gagah, kuat, pemberani dan cerdas seperti James Bond. Banyak yang menganggap, testosteron hanya melulu tentang seks. Sesungguhnya tidak. “Testosteron penting untuk seluruh tubuh, dari ujung rambut hingga kaki,” tegas dr. Nugroho Setiawan, MS, Sp.And, dokter spesialis andrologi dari RS Premier Bintaro, Jakarta.

Seperti estrogen yang berperan penting dalam tubuh perempuan, seperti itulah peranan testosteron bagi laki-laki. Hormon ini penting untuk kinerja dan fungsi otak, mood, kesehatan kulit dan rambut, libido dan kesuburan, kesehatan pembuluh darah serta tulang. “Laki-laki dengan kadar testosteron optimal akan merasa percaya diri, pikirannya tajam, tidak malas, berenergi dan bahagia karena tubuh terasa nyaman,” ujar dr. Nugroho. Massa ototnya baik, jantung dan pembuluh darah sehat, ereksi baik, tulang kuat.

Rendahnya kadar testosteron yang bersirkulasi dalam darah, yang disertai kumpulan keluhan akibat rendahnya kadar hormon ini, disebut hipogonadisme. Laki-laki yang mengalaminya merasakan berbagai keluhan; mudah capek dan mengantuk, sulit konsentrasi, malas, loyo, rentan mengalami disfungsi ereksi (DE), libido dan gairah rendah. Massa otot mengecil sebaliknya jaringan lemak bertambah, ditandai obesitas sentral atau perut yang membuncit.

Namun, sering tanda hipogonadisme tidak kelihatan, apalagi bila hipogonadisme disebabkan pertambahan usia, “Penurunan hormon pada laki-laki berjalan perlahan, sehingga tidak terasa.” Berbeda dengan perempuan yang berhenti mendadak saat menopause. Gejala hipogonadisme yang banyak muncul antara lain rambut rontok, obesitas sentral, massa otot berkurang dan ginekomastia atau perbesaran payudara pada laki-laki. Tes andropause bisa digunakan untuk menilai kemungkinan terjadinya hipogonadisme.

 

Penyebab

Dijelaskan oleh dr. Nugroho, 95% testosteron diproduksi oleh testis (buah zakar), dan 5% oleh kelenjar anak ginjal. Produksi testosteron bisa terganggu karena ‘pabrik’-nya (testis) rusak; ini hipogonadisme primer. Atau pabriknya sehat, tapi yang bertugas memberi perintah untuk produksi testosteron yakni hipotalamus dan kelenjar pituitari, terganggu fungsinya. Inilah hipogonadisme sekunder.  Bisa pula kombinasi antara primer dan sekunder; biasanya terkait dengan usia tua.

Usia memang berpengaruh pada kadar testosteron. Kadar testosteron laki-laki mencapai puncaknya di akhir usia 30 tahun, lalu menurun 1-2% setiap tahunnya. Penelitian oleh Harman SM, dkk (2001) menemukan, pada usia 50-59 tahun, <20% pasien yang mengalami defisiensi (kekurangan) testosteron. Di usia 60-69 tahun, hampir 40% pasien mengalaminya, dan hampir 100%  dialami oleh usia 80+. Khusus hipogonadisme atau defisiensi testosteron yang disertai keluhan, diteliti oleh Mulligan T, dkk (2006). Ditemukan, hipogonadisme dialami 34% laki-laki usia 45-54 tahun, <40% di usia 55-64 tahun, dan 50% di usia 85 tahun ke atas.

Selain usia, banyak lagi penyebab hipogonadisme. Untuk yang primer, antara lain disebabkan sindrom Klinefelter, distrofi myotonic, anorkidisme (testis hanya sebelah atau tidak ada), dan akibat pengobatan kemoterapi. Hipogonadisme sekunder bisa terjadi atas alasan yang tidak jelas (idiopatik), sindrom Kallman (kelainan genetik yang membuat orang gagal mengalami/menyelesaikan pubertas),  tumor pada kelenjar pituitari dan lain-lain. “Bisa karena gaya hidup, seperti beban pekerjaan, stres dan kurang istirahat,” ujar dr. Nugroho.

Terlalu banyak berolahraga (overtraining), misalnya berlatih di pusat kebugaran hingga 4 jam /hari, juga bisa memicu hipogonadisme. Ditengarai, terlalu banyak berolahraga tanpa diimbangi istirahat yang cukup, membuat tubuh kelelahan. Ini memicu peningkatan kadar hormon stres (kortisol), reaksi peradangan dan stress oksidatif akibat radikal bebas. Akhirnya seluruh kinerja dan fungsi organ tubuh terganggu, termasuk organ yang bertugas ‘memesan’ produksi testosteron.

 

Risiko kesehatan

Selain mengurangi performa fisik dan penampilan, rendahnya kadar testosteron dapat membahayakan kesehatan. Risiko osteoporosis mengintai. Pada laki-laki, penyerapan kalsium membutuhkan testosteron yang cukup. Bila kadar testosteron rendah, penyerapan kalsium tidak optimal sehingga terjadi penurunan densitas massa tulang; tulang menjadi rapuh dan keropos.

Tanpa kadar testosteron yang cukup, tidak ada ‘polisi’ yang mengontrol lemak dalam tubuh, sehingga mudah terjadi penumpukan lemak sehingga perut membuncit, kadar kolesterol ‘jahat’ LDL naik,sebaliknya kolesterol ‘baik’ HDL turun. “Laki-laki hipogonadisme berisiko  tinggi terhadap penyakit pembuluh darah seperti serangan jantung dan stroke,” tegas dr. Nugroho.

Terjadi gangguan metabolisme gula; penderita hipogonadisme cenderung mengalami diabetes mellitus tipe 2 (DM2). Beberapa studi menunjukkan kaitan yang erat antara hipogonadisme dengan DM 2. “Prevalensinya hampir 50%. Bisa DM 2 disebabkan testosteron yang rendah, atau sebaliknya testosteron rendah akibat DM 2,” kata dr. Nugroho. Organisasi internasional Endocrine Society merekomendasi pengukuran kadar testosteron pada pasien DM 2, sebagai pemeriksaan rutin.

Tak kalah penting, fungsi seksual dan kesuburan bisa terganggu. Disfungsi seksual bisa berupa disfungsi gairah, disfungsi ereksi (DE), atau disfungsi orgasme; atau mengalami semuanya. Studi Bodie J, dkk (2003) menunjukkan, dari 3.547 laki-laki dengan keluhan DE yang dikumpulkan selama 1987-2002, 18,7% memiliki kadar testosteron rendah. (nid)

Bersambung ke: Mengatasi Testosteron Rendah

Tes Andropause

1. Apakah libido atau dorongan seksual Anda menurun akhir-akhir ini ?

2. Apakah Anda merasa lemas, kurang tenaga ?

3. Apakah daya tahan dan kekuatan fisik Anda menurun

4. Apakah tinggi badan Anda berkurang ?

5. Apakah Anda merasa kenikmatan hidup menurun ?

6. Apakah Anda merasa kesal atau cepat marah ?

7. Apakah ereksi Anda kurang kuat ?

8. Apakah Anda merasakan penurunan kemampuan dalam berolah raga?

9. Apakah Anda sering mengantuk dan tertidur sesudah makan malam ?

10. Apakah Anda merasakan adanya perubahan atau penurunan prestasi kerja ?

Jika jawaban no. 1 dan 7 adalah “ya” atau ada 3 jawaban “ya” selain dua nomor tersebut,

kemungkinan besar kadar testosteron turun atau Anda mengalami andropause.