Serat, Nutrisi Yang Terabaikan-topik utama | OTC Digest

Serat, Nutrisi Yang Terabaikan

Sayur, adalah bahan pangan yang kerap kali kita singkirkan. Banyak orang mengaku tidak senang makan sayur. Padahal  serat dalam sayur/buah adalah nutrisi yang punya banyak manfaat.

Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap serat setara dengan orang Amerika. Tapi ini bukan hal baik. Tercatat tingkat konsumsi serat masyarakat Indonesia hanya 10,5 g perkapita per hari. Kalah dengan rerata penduduk di Afrika, yakni 70 g perkapita per hari.

“Serat pangan memang tidak mengandung zat gizi, tapi sangat dibutuhkan tubuh. Membantu melancarkan pencernaan dan sebagai pengendali kolesterol,” kata Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, guru besar Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, IPB.

Sistem pencernaan manusia tidak memiliki enzim yang bisa memecah serat menjadi molekul-molekul yang bisa diserap tubuh.

Jenis serat

Secara umum serat tersusun dari komponen yang dapat larut (soluble diatary fibre / SDF), dan tidak larut (insoluble dietary fibre / IDF). Serat tak larut merupakan komponen terbesar (70%) penyusun serat makanan. Baik serat larut maupun tak larut dalam tubuh memiliki fungsinya sendiri-sendiri.

Serat larut merupakan serat yang paling lembut, kental dan menyerap air. Membentuk gel dalam sistem pencernaan. Ia menyebabkan rasa kenyang lebih lama, melunakkan tinja sehingga BAB lebih mudah, dan melubrikasi usus halus. Serat inilah yang mampu menurunkan kolesterol sekaligus mengatur gula darah.

Sementara serat tak larut menyebabkan terbentuknya struktur seperti spons. Komponen ini melewati tubuh tanpa termodifikasi. Menambah ampas di sistem pencernaan. Menaikkan massa tinja (membuat tinja lebih besar) sehingga merangsang gerakan peristaltik usus untuk mengeluarkan tinja. Baik untuk mencegah sembelit dan mencegah wasir.

Studi menyatakan mereka yang menyantap sekitar 25 g/hari (wanita) dan 30 g/hari (pria) risiko kematian turun hingga 20%, dibanding yang hanya mengonsumsi <10-13 g serat/hari. Bahkan pada kasus kematian akibat penyakit jantung, infeksi, dan penyakit pernapasan, diet tinggi serat mengurangi 50% risikonya.

Divertikulosis adalah salah satu kondisi yang bisa dihilangkan dengan konsumsi banyak serat. Sebagian besar mereka yang berusia > 45 tahun menderita diverkulosis. Kondisi ini terjadi karena tekanan usus menyebabkan munculnya tonjolan-tonjolan abnormal di dinding usus besar. Berbentuk seperti bisul. Tonjolan tersebut dapat mengikat tinja, sehingga terjadi radang yang menyakitkan. Serat makanan membuat feses mudah dikeluarkan, sehingga tonjolan dapat mengecil dan lama-kelamaan hilang.

Untuk mendapatkan serat, dianjurkan mengonsumsi sayur berserat dan berbatang kasar, seperti brokoli, kembang kol atau labu siam. Atau buah yang kulitnya bisa dimakan seperti apel. (vit-jie)

 

Baca juga: Serat Cegah Kanker Usus