Pengobatan Hepatitis B pada Anak Sulit dan Mahal
pengobatan_hepatitis_B_anak

Pengobatan Hepatitis B pada Anak Sulit dan Mahal

Pengobatan hepatitis B pada anak itu mahal, lama, dan hasilnya kurang memuaskan. Untuk anak, ada dua jenis pengobatan hepatitis B: interferon dan lamivudin. Interferon bekerja dengan merangsang sistem imun untuk melawan virus; lamivudin menekan jumlah virus. Keduanya membutuhkan pengobatan jangka panjang dan biaya yang tidak sedikit, sementara tingkat keberhasilannya hanya 30-40%.

“Ada dua jenis interferon: interferon konvensional dan yang terbaru, PEG interferon,” ucap Prof. Dr. dr. Hanifah Oswari, Sp.A(K), Guru Besar Tetap FKUI, Jakarta. Perbedaannya terletak pada PEG (polyethylene glycol), yang berarti interferon sudah dimodifikasi secara kimiawi (interferon terpegilasi). PEG tidak membantu melawan virus, namun ia melekat pada interferon sehingga interferon bertahan di tubuh lebih lama. Itu sebabnya, terapi dengan interferon konvensional dilakukan 3x seminggu, dan dengan PEG interferon cukup 1x seminggu.

Terapi dengan interferon biasanya berlangsung 6 bulan hingga 1 tahun. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan (BB anak). Sekali suntik, rerata sekitar Rp 1 juta. Lamivudin perlu diminum setiap hari selama 1-2 tahun. Tersedia dalam obat bermerk maupun generik, yang lebih murah. Tapi, bila diakumulasi selama 1-2 tahun pengobatan, obat generik pun tetap terasa mahal. Harga obat bermerk bisa Rp 7 juta untuk 1 bulan (30 tablet), lamivudin generik sekitar Rp 150.000-200.000.

Penggunaan lamivudin jangka panjang, bisa membuat virus resistan dan mengubah sifat virus menjadi YMDD (mutan). “Umumnya tidak berbahaya, tapi ada sebagian kecil akibat mutasi ini, yang menjadikan virus semakin buruk,” papar Prof. Hanifah. Bila hal ini terjadi,  lamivudin dihentikan dan dilakukan pengobatan dengan jenis obat lain.

Hepatitis B Foundation menyebutkan, tidak semua anak dengan hepatitis B kronik perlu diobati. Keputusan perlu/tidaknya pengobatan, ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik, tes darah dan tes lain. Ditengarai, pengobatan akan sangat bermanfaat pada mereka yang menunjukkan tanda-tanda penyakit hati aktif. Diobati atau tidak, periksakan anak secara teratur tiap 6 bulan atau 1 tahun, untuk monitoring.

 

Pengobatan pada ibu hamil

Sebagian besar (95%) penularan dari ibu ke bayi terjadi saat persalinan. “Sisanya 5% bisa terjadi saat dalam kandungan,” kata dr. Hanifah. Bila bayi sudah diimunisasi 12 jam setelah  lahir namun terinfeksi hepatitis B, bisa jadi penularannya saat masih dalam kandungan.

Pada ibu hamil dengan HBsAg positif dan HBeAg tinggi, ada kemungkinan terjadi transmisi (penularan) saat hamil. Apakah ibu perlu menerima pengobatan hepatitis B selama hamil? “Ada penelitian yang memberikan terapi saat hamil. Bukan untuk mengobati ibu, tapi untuk menurunkan risiko transmisi ke janin,” terang Prof. Hanifah.

Ini dilakukan dengan pemberian lamivudin, untuk menekan jumlah virus. Jumlah virus yang rendah akan menurunkan kemungkinan trasmisi ke janin. Harus dilakukan dengan pengawasan ketat dari dokter. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Cover photo created by rawpixel.com - www.freepik.com