Pemanfaatan Drone Untuk Percapatan Imunisasi di Indonesia, Mungkinkah? | OTC Digest

Pemanfaatan Drone Untuk Percapatan Imunisasi di Indonesia, Mungkinkah?

Rendahnya akses untuk mendapatkan imunisasi dan kendala transportasi ke daerah-daerah terpencil menjadi salah satu tantangan pelayanan kesehatan serius di Indonesia. Pemanfaatan drone diharapkan mampu menjawabnya.  

Berkaca dari beberapa negara berkembang di Afrika, yang juga menghadapi tantangan serupa, telah mulai menggunakan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan akses layanan kesehatan mereka. Salah satunya dengan menggunakan drone untuk mengirimkan obat-obatan dan kebutuhan medis lainnya.

Imunisasi: kunci untuk Indonesia yang lebih sehat

Program imunisasi di Indonesia dalam lima tahun terakhir tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 Kementerian Kesehatan RI menunjukkan cakupan status imunisasi dasar lengkap (IDL) pada anak usia 12-23 bulan menurun;  59,2% (2013) menjadi 57,9% (2018).

Angka tersebut menunjukkan bahwa dari 6 juta anak berusia 12-23 bulan, sekitar 3,5 juta anak belum mendapatkan imunisasi lengkap –setara dengan separuh jumlah penduduk Singapura. Terlebih lagi, angka imunisasi dasar lengkap anak di pedesaan lebih rendah (53,8%) dibandingkan anak-anak di perkotaan (61,5%).

 Angka ini ternyata lebih rendah dari negara-negara di Afrika seperti Rwanda dan Ghana yang telah mencapai lebih dari 90%.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makasar, Prof. Dr. dr. Budu, Ph.d, Sp.M(K), M.Med.Ed. mengatakan bahwa Indonesia mungkin dapat mencontoh apa yang dilakukan oleh Pemerintah Rwanda dan Ghana baru-baru ini.

 “Mereka memanfaatkan teknologi drone untuk mengantarkan kantong darah, vaksin dan obat-obatan ke wilayah-wilayah terpencil mereka. Drone ini dapat terbang sejauh maksimal 80 kilometer dan direncanakan menjangkau 500 pusat layanan kesehatan yang tersebar di berbagai wilayah Ghana,” jelas Prof. Budu yang juga menjabat Koordinator Bidang Kesehatan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Provinsi Sulawesi Selatan.

Tantangan menjaga kualitas vaksin

Untuk bisa melaksanakan program imunisasi secara ideal, sampai saat ini masih terdapat sejumlah kendala, antara lain terkait ketersediaan vaksin yang berkualitas, manajemen distribusi dan logistik vaksin, serta penyimpanan, pemakaian dan prosedur pemantauan vaksin yang cukup rumit.

 Manajemen rantai dingin (cold chain) menjadi salah satu tantangan terbesar yang berkaitan dengan indeks mutu vaksin, di mana vaksin harus disimpan dalam suhu tertentu selama beberapa waktu.

Mekanisme ini mensyaratkan pendistribusian vaksin dengan pola dan waktu yang rapi demi menjaga suhu dan kualitasnya. Vaksin yang telah dibawa sampai ke tujuan harus disimpan dalam tempat penyimpanan khusus vaksin.

Selama ini untuk menjaga kestabilan suhu vaksin, saat menempuh perjalanan selama 4-6 jam, “Vaccine carrier kami rendam ke dalam sungai yang dingin selama 5-10 menit. Ketika sampai di puskesmas, kami gunakan pelepah pisang untuk membungkus setiap botol vaksin dan menjaga suhunya selama pelayanan imunisasi berlangsung,” jelas Frans Karrai, SKM, Kepala Puskesmas Seko, Sulawesi Selatan.

 Vaksin merupakan bagian penting dari komponen biaya program imunisasi, sehingga sangat krusial untuk dapat memastikan pemakaiannya seefektif mungkin dan meminimalisir adanya sampah vaksin.

Pemanfaatan drone bagi distribusi dan cakupan vaksin berkualitas yang lebih baik

Walau telah dilakukan upaya peningkatan pelayanan kesehatan, seperti pengiriman tim tenaga kerja terpilih ke area-area terpencil, Indonesia masih memerlukan terobosan yang lebih inovatif, untuk memastikan pengiriman bantuan vaksin dan bantuan medis lainnya menembus kendala jarak dan waktu.

Menggunakan drone, menurut Prof. Budu, memungkinkan pusat layanan kesehatan bisa menerima bantuan dalam 15-20 menit. “Drone semacam ini dapat mengangkut 40 botol vaksin dalam sekali pengiriman. Kita juga dapat berharap pada frekuensi terbangnya, yaitu maksimal 30 drone dengan selang penerbangan setiap 30 detik.

“Bayangkan kalau hal ini dapat diadopsi oleh pemerintah, dengan mengambil momentum Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Daerah yang baru, maka kendala distribusi vaksin dan banyak bantuan medis lainnya, dapat terpecahkan secara efektif,” lanjutnya.

Ia mengatakan bahwa upaya inovatif dibutuhkan untuk meningkatkan dan mempertahankan cakupan dan pemerataan imunisasi, di samping advokasi yang intensif kepada pemangku kepentingan utama di tingkat daerah untuk memastikan keberlanjutan program imunisasi.

Saat ini pemerintah sedang melakukan kajian independen terkait manfaat ekonomi, manfaat sosial dan keamanan nasional terkait rencana operasionalisasi drone ini. (jie)