Menikah, Persiapkan Kehamilan dengan Vaksinasi | OTC Digest

Menikah, Persiapkan Kehamilan dengan Vaksinasi

Bulan Mei 1972 di New York, Amerika Serikat (AS), menjadi awal peristiwa tragis bagi pasangan suami istri Robert dan Anna Robak. Kala itu Anna tengah hamil 1 bulan, dan terserang demam dan ruam. Diantar sang suami, Anna berobat ke klinik kandungan dan dinyatakan negatif terhadap Rubella. Pada pemeriksaan kedua di klinik yang sama beberapa hari kemudian, tesnya menunjukkan hasil positif, tapi dokter maupun perawat tidak menginformasikan hal ini kepada Anna. Ketika sang bayi, Jennifer, lahir pada Januari 1973, sekujur tubuhnya dipenuhi ruam. Ia juga menderita kehilangan pendengaran, katarak pada kedua mata dan kelainan jantung bawaan ringan, yang merupakan gejala umum  pada anak dengan sindrom rubella bawaan (congenital rubella syndrome / CRS).

Anna Robak hanya satu dari begitu banyak kasus rubella di masa lampau. Epidemi rubella melanda dunia tahun 1962-1965. Di AS, diperkirakan terjadi 12,5 juta kasus rubella yang berujung pada 2.000 kasus ensefalitis (radang otak), 11.250 keguguran spontan atau janin terpaksa digugurkan, 2.100 kematian bayi baru lahir, dan 20.000 bayi lahir dengan CRS. Penyakit ini mulai bisa dikendalikan sejak vaksinnya berhasil diciptakan, pada 1969. Kini di AS, hanya 68 kasus rubella dan 5 kasus CRS yang dilaporkan sepanjang 2001-2005, serta 11 kasus dan 1 kasus CRS pada 2006.

Rubella bukan satu-satunya penyakit yang mengancam keselamatan janin dan bayi, bila ibu terpapar penyakit ketika hamil. “Tidak semua penyakit bisa masuk melalui saluran darah pada plasenta; rubella salah satu yang bisa masuk,” terang Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, Sp.OG(K) dari FKUI/RSCM, Jakarta, salah satu penulis buku Pedoman Imunisasi pada Orang Dewasa.

Selain rubella ada tetanus, toksoplasma, varicella (cacar air) hepatitis B, dan virus HPV. Selain tokso, penyakit-penyakit tersebut bisa dicegah dengan vaksinasi, sebelum atau saat hamil. Dr. dr. Ocvy menambahkan, “Pada ibu atau calon ibu, vaksinasi di usia dewasa bukan hanya untuk melindungi diri, tapi juga bayinya.”

Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) mengeluarkan rekomendasi jadwal imunisasi dewasa. Pengelompokkannya berdasarkan usia, belum secara spesifik untuk ibu hamil /calon ibu. “Yang dianjurkan yakni tetanus. Banyak vaksinasi lain yang bisa dilakukan, tapi belum ada standarnya untuk persiapan kehamilan,” tuturnya.

Kesadaran melakukan vaksinasi di usia dewasa masih sangat minim. Selepas usia sekolah, kita lupa tentang vaksinasi, lupa vaksin apa saja yang sudah didapat, atau apakah vaksin sudah lengkap diberikan. Padahal, ada beberapa vaksin seperti tetanus atau rubella yang perlu diberi booster (penguat) saat dewasa.Menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), dewasa dimulai sejak usia 19 tahun.

Kaum Hawa perlu melakukan vaksinasi sesuai rekomendasi PAPDI. Terutama untuk penyakit-penyakit yang bisa menimbulkan kegawatan pada janin. Baik bila vaksinasi dimulai di usia dewasa muda, sebelum menikah dan hamil.

 

Rubella

Rubella atau kerap disebut campak Jerman ditularkan lewat udara, melalui percikan cairan ketika orang yang terinfeksi virus ini batuk atau bersin. “Paling ditakutkan bila ibu terkena infeksi rubella saat hamil, terutama di trimester pertama, ketika ibu belum sadar bahwa ia hamil. Rubella tidak ada obatnya,” tegas Dr. dr. Ocvy.

Infeksi rubella yang terjadi pada trimester (TM) pertama kehamilan dapat menyebabkan cacat bawaan ganda pada 90% kasus, keguguran atau kelahiran mati. Yang paling umum yakni tuli, kelainan pada mata, jantung dan otak, atau kelahiran prematur dan bayi lahir dengan berat badan rendah. Angka CRS di dunia tidak diketahui pasti, tapi diperkirakan lebih dari 100.000 kasus /tahun di negara berkembang.

Vaksin rubella biasa diberikan lewat vaksin MMR (mumps /gondongan, measles/campak, rubella) di masa sekolah. Vaksin MMR diberikan 2x, di usia 15 bulan dan diulang pada usia 5-6 tahun. Di usia dewasa (mulai usia 19 tahun), MMR perlu diulang sebelum hamil. “Idealnya,  setahun sebelum berencana hamil,” ujar Dr. dr. Ocvy. Ini agar tubuh memiliki cukup waktu, untuk membentuk antibodi yang dirangsang vaksin, sehingga saat hamil ibu telah terlindungi. Bila sudah menikah tapi belum divaksin, segera vaksinasi dan tunda kehamilan. Beri jarak minimal 3 bulan setelah vaksinasi,

“Ini vaksin hidup. Tidak boleh diberikan terlalu dekat dengan kehamilan karena berisiko,” katanya. Sistem imun janin belum terbentuk sempurna. Dikhawatirkan, pemberian vaksin hidup malah menyebabkan infeksi dan membuat sakit, meski belum terbukti.

 

Varicella

Varicella (cacar air) secara umum dianggap sebagai ‘penyakit klasik’ anak-anak. Dengan pemberian vaksin, penyakit ini menjadi jauh lebih ringan. Penyakit lebih berat bila terjadi di usia dewasa; ini berhubungan dengan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) akibat pneumonia (radang paru), hepatitis (radang hati) dan ensefalitis. Lebih mengkhawatirkan bila terjadi saat hamil. Diperkirakan, 10-20% perempuan hamil yang terkena cacar air akan menderita pneumonia, dengan risiko kematian hingga 40%.

Infeksi varicella yang terjadi pada 28 minggu (7 bulan) pertama kehamilan, meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan sindrom varicella kongenital; bisa berupa kerusakan pada otak, mata, saraf, anggota tubuh misal jari tangan dan kaki kurang berkembang atau pembentukan kandung kemih tidak sempurna, dan kelainan kulit. Bayi bisa lahir prematur atau lahir dengan berat badan rendah. Bila infeksi terjadi di akhir kehamilan atau segera setelah bayi lahir, disebut varicella neonatal; bayi berisiko tinggi terhadap pneumonia dan komplikasi serius lainnya.

Termasuk vaksin hidup, vaksin varicella diberikan setidaknya 1-3 bulan sebelum kehamilan. Vaksin diberikan 2x, dengan jarak antar dosis 4-8 minggu.

 

Tetanus

Vaksinasi tetanus diberikan saat anak-anak dengan vaksin TDaP (tetanus, difteri, pertusis). Setelah dewasa tetanus perlu diulang, idealnya tiap 10 tahun. Ibu yang belum pernah mendapat vaksin ini, perlu mendapat 3 dosis vaksinasi serial, kombinasi tetanus dengan difteri (Td). Vaksinasi dilakukan pada awal kehamilan dengan jarak 4 minggu antara dosis 1 dengan dosis 2. Dosis 3 diberikan 6 bulan setelah dosis 2.

Ibu yang sudah mendapat vaksin TDaP lengkap semasa kecil, cukup vaksinasi tetanus  (TT/Tetanus Toksoid), biasanya pada akhir trimester dua atau di trimester ketiga kehamilan. Diharapkan, antibodi sudah terbentuk dua bulan sebelum persalinan sehingga janin ikut mendapat kekebalan. “Fungsi TT untuk mencegah bayi tidak terkena tetanus neonatorum, yang bisa menyerang akibat proses persalinan, atau pemotongan tali pusar yang kurang steril,” papar Dr. dr. Ocvy.

Sekadar informasi, vaksin TT adalah vaksin untuk mencegah tetanus saja, bukan tetanus dan tokso. Toksoid dalam vaksin TT bukan mengacu pada Toxoplasma gondii penyebab infeksi tokso. Toksoid adalah racun (dalam hal ini racun dari bakteri Clostridium tetani penyebab tetanus) yang telah dilemaskan toksisitasnya, sehingga tidak membahayakan keselamatan kita. Jadi, toksoid dan tokso adalah dua hal yang berbeda. Toksoplasmosis belum ada vaksinnya hingga saat ini, baik untuk manusia maupun hewan. (nid)

 

Bersambung ke: Vaksinasi Hepatitis B Bisa Dilakukan saat Hamil