Kelainan Pembuluh Darah Picu Stroke
Stroke

Kelainan Pembuluh Darah Picu Stroke

Stroke merupakan penyebab kematian nomor 3 di dunia, setelah penyakit jantung dan kanker, tapi merupakan penyebab utama kecacatan (disabilitas). Di Indonesia,  berdasar Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2015, prevalensi stroke pada usia >15 tahun mencapai 12,1/1000 penduduk.

 “Kalau dari Sample Registration Survey (SRS) Balitbangkes Depkes, stroke penyebab kematian utama sepanjang 2014,” tutur dr. Rubiana Nurhayati, Sp.S dari RS Pondok Indah (RSPI), Jakarta. Survei skala nasional ini dihitung dari 41.590 kematian selama 2014. Dulu, penyakit jantung yang menduduki posisi tersebut.

Stroke adalah kelumpuhan saraf otak, terjadi secara mendadak menetap lebih dari 24 jam dan bisa menyebabkan kematian. Bisa karena sumbatan (stroke iskemik), atau perdarahan (stroke hemoragik). Pada stroke iskemik, oksigen dan nutrisi tidak sampai ke sel otak karena ada sumbatan. “Pada hemoragik, darah yang keluar akibat pembuluh darah pecah, menekan jaringan otak di sekitarnya sehingga fungsinya terganggu,” papar dr. Rubi.

Dulu, sroke identik sebagai penyakit lanjut usia. Kini, rerata usia pasien 30-55 tahun, bahkan awal 20-an. Ditengarai, disebabkan pola hidup yang malas bergerak /kurang olahraga, banyak mengonsumsi makanan tinggi gula, lemak, garam dan minim serat. Diperparah dengan alkohol dan rokok.

Beberapa kondisi pada pembuluh darah, bisa meningkatkan risiko stroke. Gejala sering diabaikan atau tidak disadari karena dianggap biasa.

 

Aneurisma

Pembuluh darah otak bercabang-cabang seperti pohon. “Aneurisma seperti buah yang menempel di cabang,” terang dr. Andi Darwis, Sp.Rad (K) dari RSPI Puri Indah. Aneurisma adalah kelainan bawaan, di mana pembuluh darah otak menipis dan melemah sehingga ‘melenting’ seperti balon. Dinding ‘balon’ ini lebih tipis ketimbang dinding pembuluh darah normal, sehingga bisa pecah dan menyebabkan stroke perdarahan. Tak ada yang tahu, kapan dan mengapa aneurisma bisa pecah. Ditengarai karena peningkatan tekanan darah.

Gejala aneurisma antara lain sakit kepala berdenyut-denyut dan berulang, di lokasi yang sama. “Sakit kepala biasanya berlangsung lama dan makin parah. Jangan diabaikan karena pembuluh darah bisa pecah dan terjadi stroke,” ujar dr. Rubiana.   

 

AVM

AVM atau arteriovenous malformation yakni kelainan bentuk arteri dan vena (pembuluh darah balik) di otak. Seharusnya, arteri membawa oksigen dari jantung menuju otak, lalu darah kembali ke jantung melalui vena. “Pada AVM, darah lewat jalan pintas,” terang dr. Andi. Terbentuk jalinan pembuluh darah yang menghubungkan arteri dan vena, sehingga sebagian darah mengalir langsung dari arteri ke vena.

Arteri memiliki dinding lebih tebal, memungkinkan tekanan darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi melewatinya dengan tekanan tinggi. Dinding vena lebih tipis dan tekanannya lebih rendah. Bila terbentuk jalan pintas antara kedua pembuluh darah ini, vena akan menerima darah dengan tekanan tinggi. Dinding pembuluh darah pada AVM pun rapuh, sehingga bisa pecah dan menyebabkan perdarahan di otak.

Gejala AVM antara lain sakit kepala dan/atau kejang-kejang. Risiko perdarahan akibat AVM 1-3%/tahun. Selama >15 tahun, total risiko terhadap AVM berdarah 25%.

 

Stenosis

Stenosis (penyempitan) bisa terjadi pada arteri karotis, yang memasok darah ke kepala dan leher. Plak bisa terbentuk; ada yang lunak, ada yang keras. “Plak yang keras kalau tidak diganggu, akan tetap di tempatnya tapi mempersempit pembuluh darah. Plak yang lunak rapuh dan bisa terlepas,” tutur dr. Andi.

Aliran darah mendorong gumpalan plak (emboli) hingga ke pembuluh darah di otak. Karena pembuluh mengecil, emboli bisa menimbulkan sumbatan sehingga aliran darah  terhambat. Sumbatan /iskemik bisa sementara dan menyebabkan transient ischemic attack (TIA), bisa permanen (stroke).

TIA merupakan peringatan, kadang disebut sebagai gejala stroke. Kondisi ini sering diikuti serangan stroke berat, utamanya dalam dua hari pertama. TIA berlangsung <24 jam dan biasanya memunculkan tanda seperti lemah, kesemutan, hilangnya sensasi pada tangan/kaki di satu sisi tubuh, atau hilangnya penglihatan di satu mata. Gejala lain, terdengar suara denyut arteri atau dengung di telinga. (nid)

bersambung ke sini