Insomnia, Arsitektur Tidur yang Kacau | OTC Digest

Insomnia, Arsitektur Tidur yang Kacau

Mudah terbangun dan sulit tidur lagi. Ini termasuk gangguan tidur yang kita kenal sebagai insomnia. Menurut dr. Astuti, Sp.S (K) dari Klinik Gangguan Tidur RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, insomnia adalah kondisi tidak bisa tidur, disertai efek tidak enak di pagi hari. “Misalnya ngantukan,jadi cepat lupa, dan gangguan atensi,” ujarnya. Padahal seharusnya, tubuh terasa segar dan bugar saat bangun.

Ia menjelaskan, prevalensi insomnia meningkat seiring bertambahnya umur, terutama pada perempuan setelah menopause. Berdasarkan laporan kasus di Klinik Gangguan Tidur RSUP Dr. Sardjito, insomnia termasuk dua gangguan yang paling banyak, selain mendengkur. “Untuk insomnia, kebanyakan dialami perempuan. Yang paling banyak itu dengan penyakit ikutan yakni diabetes dan kecemasan,” tutur dr. Astuti.

Sebelum membicarakan insomnia, kita perlu memahami dulu siklus/arsitektur tidur yang ideal.

 

Siklus tidur

“Durasi tidur yang menyehatkan adalah tujuh jam. Kurang dari ini sudah bisa dibilang termasuk insomnia,” terang dr. Astuti. Pada arsitektur tidur normal, begitu kepala menyentuh bantal, dalam <15 menit kita sudah masuk tidur tahap satu. Idealnya, ini tidak boleh >30 menit. “Pada tahap ini kita ngantuk berat tapi masih bisa mendengar suara-suara,” imbuhnya.

Tidak sampai 15 menit kemudian, masuk tidur tahap 2, tidur yang susah dibangunkan. Terjadi perpindahan gelombang otak, dari alfa (sadar) menuju gelombang lambat beta. Nafas dan detak jantung mulai teratur, otot-otot berelaksasi, tubuh lemah lunglai.

Selannjutnya masuk tidur tahap 3 atau tidur dalam, yang disebut juga tahap restoratif. Pada tahap inilah terjadi perbaikan jaringan tubuh, penyimpanan energi, pelepasan hormon pertumbuhan, serta stabilisasi kadar gula darah dan hormon. Otak berada dalam gelombang delta, detak jantung melambat dan teratur, nafas teratur, tekanan darah menurun,otot-otot rileks, aliran darah ke otot meningkat, gerakan bola mata berhenti, “Mimpi mulai muncul.”

Kalau terbangun di fase ini, kita hanya ingat sepotong mimpi, dan masih mengantuk, karena siklus tidur terputus. Butuh waktu cukup lama untuk benar-benar ‘bangun’ dan bekerja optimal, karena gelombang otak sedang berada di fase tidur dalam ketika terbangun. Ini disebut sleep inertia. Pada tahap ini pula bisa terjadi parasomnia seperti ngelindur, mengigau, berjalan sambil tidur, atau ngompol.

Selanjutnya, masuk ke tahap REM (rapid eye movement). “Gelombang otak kembali seperti gelombang otak saat bangun, tapi lebih pendek-pendek,” terang dr. Astuti. Bola mata kita bergerak-gerak meski mata terpejam, otak aktif dan muncul mimpi. Tahap REM memberi energi pada otak dan tubuh, mendukung performa siang hari, dan restorasi kognitif.

“Satu siklus tidur ini perlu waktu 90 menit. Selama tidur tujuh jam, bisa terjadi 4-5 siklus bolak balik,” terang dr. Astuti. Bila silus tidur tercapai dan dengan durasi yang cukup (+7 jam), tercapailah tidur berkualitas. Saat bangun, tubuh segar bugar.

Insomnia bisa diklasifikasi menjadi empat jenis kesulitan tidur. “Sudah rebahan di tempat tidur tapi sampai dua – tiga jam kemudian tidak tidur-tidur,” ujarnya. Bisa juga langsung tidur begitu rebahan, tapi sering terbangun tanpa sebab. Pada beberapa orang, sulit tidur lagi. Ada juga yang terbangun tapi tidak menyadarinya.

Jenis ketiga, “Mudah tidur, bisa mempertahankan tidur dengan baik, tapi bangun terlalu pagi, saat masih dini hari.” Yang keempat, arsitektur tidurnya hanya sampai tahap 3, tidak masuk REM.

 

Pentingnya tidur

Tidur merupakan proses aktif dari tubuh. Selama kita tidur, terjadi berbagai proses biologis penting yang akan membawa dampak positif pada kesehatan, fisik maupun psikis. “Tidur penting untuk konsolidasi energi dan memori, untuk memperbaiki sel-sel yang rusak, dan mendukung pertumbuhan,” papar dr. Astuti.

Di otak, terdapat kelenjar pineal, yang di siang hari tidak aktif. Begitu matahari tenggelam dan hari mulai gelap, kelenjar ini ‘menyala’ dan mulai memproduksi melatonin, yang dilepaskan ke darah. Ini biasanya terjadi sekitar pukul 9 malam. Kadar melatonin meningkat, kita mulai merasa ngantuk. “Makin gelap kondisi saat tidur, makin banyak melatonin yang diproduksi,” terang dr. Astuti. Kadar melatonin terus tinggi selama +12 jam, sepanjang malam.

Melatonin berfungsi mengatur irama sirkadian kita, sehingga irama tubuh sesuai dengan pola siang-malam. Penelitian menunjukkan, melatonin juga terlibat dalam pengaturan berat badan dan keseimbangan energi. Fungsi lainnya, sebagai antioksidan dan antiinflamasi (anti peradangan).

Selain melatonin, juga dikeluarkan hormone pertumbuhan (growth hormone) dan berbagai hormon lain selama kita tidur, yang akan meningkatkan daya tahan tubuh. Sedangkan hormone stress seperti kortisol, produksinya ditekan saat tidur. “Kalau sebelum tidur banyak pikiran atau gelisah saat tidur, hormon kortisol akan banyak diproduksi,” tambahnya. Dampaknya antara lain, saat bangun tidur jantung berdebar-debar, sakit kepala.

Terganggunya kualitas tidur akan berdampak bagi kesehatan, jangka pendek maupun panjang. Efek langsung yang bisa dirasakan, memori terganggu, mudah marah, hingga sulit fokus. Dalam jangka panjang, berhubungan dengan tidak optimalnya reparasi sel tubuh. Kulit bisa cepat menua, dan daya tahan tubuh turun sehingga mudah terserang infeksi. (nid)

 

Boks: Tidur Larut Tidak Selalu Insomnia

 

Sedangkan pada gangguan irama sirkadian, memang orang tersebut belum mau tidur. Penyebabnya bisa bermacam-macam: main game atau ada pekerjaan, “Sehingga tidurnya terlambat.” Namun ia bisa tidur; begitu tertidur, siklus tidurnya normal, dan bisa langsung terpenuhi. Bangun sudah agak siang, tubuh terasa segar. Pada kasus seperti ini, tidak masalah, apalagi bila kegiatannya memang tidak menuntut untuk bangun pagi. Ini biasa dialami oleh pekerja kreatif, yang sering kali merasa ide-ide bermunculan di malam hari.

 

Namun pada anak sekolah atau mahasiswa yang kuliah pagi, tentu akan bermasalah. Terapinya akan berbeda dengan insomnia. Bukan arsitektur tidur yang perlu diperbaiki, melainkan irama sirkadiannya. (nid)

 

 

Bersambung ke: Insomnia dan Penyakit Lain