“Baby-Led Weaning”, Metode MPASI Tanpa Bubur Saring | OTC Digest

“Baby-Led Weaning”, Metode MPASI Tanpa Bubur Saring

Seorang bayi lelaki dipangku ibunya. Di hadapannya, sepiring sayuran kukus: ada brokoli, wortel, labu siam hingga buncis. Si bayi mengambil sepotong brokoli, lalu mulai mengisap-isapnya. Kemudian beralih ke sayuran lain. Sang ibu membiarkannya mengacak-acak piring dan memilih sayur yang diinginkannya, sambil sesekali ikut ngemilin sayur dan mengembalikan sayur yang tercecer ke piring. Video berdurasi +1 menit ini diunggah penyanyi jazz Andien dalam akun Instagramnya (@andienaisyah) tanggal 18 Juni 2017. Bayi di pangkuannya tidak lain puteranya, Aksara Biru, yang saat itu berusia 5 bulan.

Andien menerapkan metode pemberian MPASI (makanan pendamping ASI) yang tidak biasa. sejak usia 5 bulan, Kawa, panggilan sayang Andien untuk buah hatinya, sudah diperkenalkan dengan makanan padat. Inilah BLW (Baby-Led Weaning), yang belakangan makin marak diperbincangkan. Seiring waktu, makanan Kawa makin beragam. Tidak hanya sayur kukus dan buah, tapi juga pasta, bahkan daging cincang. Banyak yang kagum dengan metode pilihan Andien ini, tapi tak sedikit pula yang mengkritiknya lantaran dinilai berisiko.

“Pada dasarnya, BLW adalah metode pemberian MPASI yang melewatkan makanan yang dihaluskan, langsung masuk ke makanan padat,” terang dr. Lucia Nauli Simbolon, Sp.A dari RSAB Harapan Kita, Jakarta. Kata “weaning” di sini bukan berarti menyapih/berhenti menyusu seperti pemahaman Amerika, melainkan pemahaman ala Inggris yang berarti memperkenalkan makanan padat.

Selewat masa ASI eksklusif, bayi langsung diperkenalkan dengan finger food seperti sayuran kukus dan buah, yang dipotong memanjang sesuai kemampuan bayi menggenggam. Berbeda dengan metode konvensional yang awalnya memperkenalkan MPASI melalui puree atau bubur saring, baru secara bertahap diperkenalkan ke makanan padat.

Pada BLW, bayi dibiarkan makan sendiri dan bermain dengan makanannya, bukannya disuapi. Cara ini diyakini akan membuat bayi belajar mengenal rasa, warna, tekstur dan aroma makanan. Bayi juga dibebaskan mengatur sendiri porsi makannya. Tidak ada “target” berapa banyak ia harus makan. Ditengarai, ini akan merangsangnya untuk menikmati makanan, serta belajar tentang rasa lapar dan kenyang. Bila hari itu lebih banyak makanan yang “dimainkan” ketimbang yang dimakan, tidak masalah karena toh bayi masih mendapat ASI dan/atau susu. Ia akan minum ASI/susu lebih banyak bila masih lapar.

Makin banyak ibu yang tertarik menerapkan metode BLW. Apalagi di Instagram Andien, Kawa tampak sangat menikmati makanannya. Ia terlihat happy meremas-remas makanan dari piringnya, dan dengan lahap memakannya. Secara fisik pun ia tampak sehat dan cerdas, tidak kekurangan nutrisi, seperti yang sering dikhawatirkan oleh kalangan medis mengenai BLW. Namun BLW belum didukung oleh penelitian berskala besar. Dan masih ada kekhawatiran lain mengenai keamanannya.

Kemungkinan risiko maupun keunggulan BLW beserta alasan yang menyertainya, dipaparkan dalam artikel berikutnya, Plus Minus BLW. (nid)