Asma bisa Dikendalikan | OTC Digest
asma_bisa_dikendalikan

Asma bisa Dikendalikan

Asma termasuk penyakit kronis. Tidak bisa sembuh, tapi bisa dikendalikan. Penderita asma bisa hidup berkualitas seperti orang lain. Dengan minum obat, anak penderita asma dapat beraktivitas  nomal, tanpa gejala siang dan malam. Kebutuhan obat diupayakan minimal, untuk mencegah efek samping, hingga tumbuh kembang anak optimal. “Anak dengan asma berhak mendapat kehidupan normal,” tegas dr. Darmawan Budi Setianto, Sp.A(K).

Seperti apa tahapan pengendalian asma? “Hindari pencetus; hindari pencetus; hindari pencetus; dan minum obat,” ujar dr. Darmawan. Menghindari pencetus diulang 3x, karena inilah yang utama. Tak ada gejala atau serangan asma bila tak ada pencetus. “Serangan asma seperti tamu yang sopan. Datang bila diundang, pergi bila diminta,” imbuhnya.

Penderita perlu obat. Obat asma dibagi 2 kelompok besar, yakni pereda (reliever) dan pengendali (controller).  Sesuai klasifikasi asma, jenjang pengobatan dibagi 4. Jenjang 1, untuk asma intermiten. Jenjang 2 untuk asma persisten ringan. Jenjang 3 persisten sedang, dan jenjang 4 persisten berat. “Jenjang 1 cukup dengan obat pereda. Kalau sudah persisten, perlu obat pengendali,” terangnya.

Obat pereda hanya digunakan saat terjadi serangan di semua jenjang. Obat ini disebut juga bronkolidator, yang bekerja cepat membuka saluran nafas di paru-paru (bronkus). Misalnya, golongan obat SABA (short acting beta agonist). Fungsinya sebagai penyelamat, “Agar gejala pergi.”

Obat pengendali ditujukan untuk mengendalikan asma, dengan meredam atau mengurangi radang kronik, sehingga reaksi saluran nafas tidak berlebihan. Dengan demikian, serangan asma bisa dicegah. Obat pengenali digunakan setiap hari, saat ada atau tidak ada serangan tetap digunakan.

Obat pengendali diberikan jangka panjang, bisa hitungan bulan atau tahun. Selama pengobatan, pasien perlu kontrol rutin, agar dokter bisa mengevaluasi perbaikan penyakit. Akan dinilai, apakah dosis dan jenis obat sudah mampu mengendalikan asma. “Kalau sudah stabil atau membaik dalam 8 – 12 minggu, bisa turun jenjang. Bahkan obat bisa dihentikan,” ucap dr. Darmawan. Bila asma belum terkontrol, mungkin obat perlu ditambah.

Ada bermacam obat pengendali. Makin tinggi jenjangnya, makin kompleks obat yang diperlukan. Dimulai dengan kortikosteroid hirup (ICS, inhaled corticosteroid), atau LTRA (leukotriene receptor antagonist). Pada jenjang lebih tinggi perlu obat kombinasi, misalnya ditambah LABA (acting beta agonist) atau teofilin lepas lambat.

 

Obat hirup

Obat pereda dan pengendali tersedia dalam bentuk inhalasi (hirup), bekerja lokal di saluran nafas. Ada obat oral (minum) atau suntikan yang bekerja sistemik (seluruh tubuh). Pada asma, bentuk inhalasi lebih efektif dan efisien. Dosisnya kecil, tapi tepat sasaran karena langsung bekerja di saluran nafas. Terutama untuk pereda, yang perlu bekerja cepat melegakan saluran nafas.

Ada 3 bentuk inhalasi pereda. Nebulizer, diberikan dengan mesin khusus dan tinggal dihirup melalui masker; obat semprot dan inhalasi serbuk kering. Nebulizer paling mudah digunakan, tapi menyiapkannya repot. Serbuk kering relatif mudah digunakan, sedangkan obat semprot paling sulit. Obat pengendali ada 2 bentuk: semprot dan serbuk kering.

Obat inhalasi efektif, tapi sulit bagi anak kecil kecuali yang bentuk nebulizer. Bentuk serbuk kering lebih mudah. Setelah membuang nafas, obat dihirup cepat dan kuat. Ini dilakukan bila anak sudah agak besar. Obat semprot sulit; orang dewasa pun banyak yang salah menggunakan. “Untuk anak, obat minum relatif lebih mudah,” ujar dr. Darmawan.

 

Inovasi obat

Obat pengendali dalam bentuk inhalasi, merupakan golongan steroid. Tidak masalah digunakan jangka panjang karena efeknya hanya di saluran nafas. Namun, tidak bisa diberikan dalam bentuk obat minum. Penggunaan steroid secara sistemik, dalam jangka panjang berbahaya. Efek sampingnya  mulai  ujung rambut sampai ujung kaki. Tulang bisa menipis/keropos, tekanan darah dan gula darah naik, hingga gangguan jiwa.

Maka, obat pengendali yang bekerja sistemik tidak dari golongan steroid. Pilihan obat pengendali oral misalnya LTRA (montelukast), yang bekerja meredakan peradangan, tapi kerjanya berbeda dengan steroid.

Mekanisme radang pada asma, rangkaian kejadiannya panjang dan banyak zat (mediator inflamasi) yang terlibat. “Steroid bekerja di pangkal, LTRA di ujung. Sama-sama meradakan peradangan, tapi titik kerjanya berbeda,” papar dr. Darmawan.

Karena anak kecil sulit menggunakan inhalasi, dikembangkan obat orak dengan kandungan LTRA. “Agar mudah digunakan, kami kembangkan dalam bentuk tablet kunyah dan serbuk, yang bisa dilarutkan di minuman aau susu anak,” terang dr. Suria Natatmaja, Medical Director MSD Indonesia.

Berdasar Pedoman Nasional Asma Anak 2016, studi klinik menunjukan LTRA memiliki kemanjuran yang bagus. Selain mengurangi inflamasi saluran nafas, juga mengurangi gejala asma termasuk batuk, memperbaiki fungsi paru, serta mencegah asma memburuk.

Sebagian besar asma sifatnya ringan, tidak perlu obat pengendali. Pada kasus persisten, mau tidak mau perlu pengendali, agar serangan bisa dicegah dan frekuensinya lebih jarang. (n

Cara Menggunakan Obat Semprot

Sebelum digunakan, kocok obat lebih dulu. Buang nafas, lalu tempatkan corong (mouthpiece) obat di mulut. Jaga agar mulut menutup mouthpiece dengan rapat, jangan sampai obat bocor keluar. Bernafas pelan-pelan, lalu semprotkan obat. “Begitu nafas mencapai maksimal, tahan nafas 10 detik,” jelas dr. Darmawan. Lepas mouthpiece dari mulut, lalu buang nafas.

Obat bisa digunakan 2x semprotan dalam satu waktu. Beri jarak 30 detik, sebelum melakukan semprotan berikutnya.

Untuk mempermudah, bisa digunakan spacer, tabung plastik yang dipasang pada mouthpiece. Tujuannya memberi ruang antara obat dengan mulut. “Jarak semprot obat itu panjang, sehingga bisa mentok atau nyangkut di tenggorokan. Dengan spacer, jarak obat dan mulut diperpanjang,” ujarnya.

Ada spacer yang bisa dihubungkan ke masker. Dengan alat ini, obat semprot jadi semudah nebulizer, mudah digunakan bagi anak kecil. Cukup pasangkan masker ke anak, semprotkan obat, lalu minta anak bernafas seperti biasa, “Dalam 10 tarikan nafas, obat sudah terhirup.” (nid)

___________________________________

Ilustrasi: unclelkt / Pixabay.com