95% Penularan Hepatitis B dari Ibu ke Bayi Melalui Persalinan
penularan_hepatitis_B_ibu_bayi

95% Penularan Hepatitis B dari Ibu ke Bayi Melalui Persalinan

“Penularan hepatitis B dari ibu ke bayi, 95% terjadi saat proses persalinan akibat perlukaan,” terang Prof. Dr. dr. Hanifah Oswari, Sp.A(K), Guru Besar Tetap FKUI. Di negara hiperendemik hepatitis B seperti Indonesia, transmisi (penularan) terbanyak memang secara vertical, yaitu dari ibu ke bayi. Karenanya jangan kaget bila dokter kandungan menyarankan ibu melakukan pemeriksaan status hepatitis B sebelum persalinan. Kondisi ini berbeda dari negara endemik rendah, yang utamanya terjadi secara horizontal atau dari orang ke orang, misalnya akibat penggunaan jarum suntik secara bergantian dan hubungan seksual.

Meski sebagian besar penularan dai ibu ke bayi terjadi melalui persalinan, bukan berarti ibu dengan hepatitis B tidak boleh melahirkan secara normal. “Tidak terbukti bahwa cara persalinan menentukan. Dan, tidak ada rekomendasi agar ibu melahirkan secara caesar,” imbuhnya.

Hepatitis B masih jadi masalah besar di Indonesia. Data dari Kementrian Kesehatan menyebut, 1 dari 10 penduduk Indonesia terjangkit hepatitis B. Gawatnya lagi, rerata 2% ibu hamil memiliki HBsAG reaktif atau hepatitis B positif. Sebagai gambaran, dari 1.643.204 ibu hamil menjalani pemeriksaan hepatitis B pada 2008, sekitar 1,88% di antaranya memiliki HBsAg reaktif.

Padahal, ada sekira 5,3 juta ibu hamil per tahun di Indonesia. Maka diperkirakan, >100.000 bayi lahir terinfeksi hepatitis B dari ibunya. Puluhan tahun kemudian, 90% dari mereka akan mengidap hepatitis B. “Bayangkan kalau perempuan yang membawa virus hepatitis B punya anak lebih dari satu; akan semakin tinggi kemungkinan anak-anak yang menderita hepatitis B,” tegas Prof. Hanifah. Terlebih, hepatitis B sering kali tidak bergejala, sehingga mungkin ibu tidak sadar bahwa dirinya memiliki virus tersebut. diam-diam, hepatitis B mengintai generasi mendatang.

 

Pemeriksaan hepatitis B

Pemeriksaan status hepatitis terutama penting bagi perempuan, khususnya yang sedang hamil atau berencana hamil. Kalau sebelum hamil sudah diperiksa dan hasilnya negatif, perlukah periksa lagi saat hamil? “Sebaiknya ya. Kalau berhubungan dengan bayinya, paling bagus dilakukan saat hamil. Selambatnya di trimester III sehingga kita punya waktu untuk bersiap-siap,” tutur Prof. Hanifah.

Tes utama yakni periksa HBsAg, permukaan antigen virus hepatitis B yang menunjukkan adanya infeksi virus tersebut. Namun ada kalanya, HBsAg negatif atau tidak terdeteksi, padahal ada infeksi. Ini disebut ‘hepatitis B tersamar’. Ada baiknya melakukan pemeriksaan tambahan seperti anti HBc dan HBeAg. Apalagi bila memiliki faktor risiko, seperti suami menderita hepatitis B, pernah menerima transfusi darah dalam 6 bulan terakhir, atau nilai SGOT/SGPT tinggi.

Anti HBc positif bisa berarti dua kemungkinan: pernah terinfeksi, atau sedang sakit. “Kalau anti HBc positif dan SGOT/SGPT tinggi, ada kemungkinan hepatitis B tersembunyi,” kata Prof. Hanifah. Bisa dikonfirmasi lagi dengan pemeriksaan HBeAg.

HBeAg atau antigen “e” hepatitis B, adalah protein virus hepatitis B yang bersirkulasi di dalam darah dan menunjukkan kemampuannya memperbanyak diri (replikasi). HBeAg positif berarti kemampuan virus memperbanyak diri hebat; ia bisa berkembang dengan cepat dan bisa menularkan kepada orang lain. Kemampuannya menularkan, lebih tinggi ketimbang bila HBeAg negatif. Ibu dengan HBeAg positif, memiliki kemungkinan menularkan hepatitis B ke bayinya hingga 90%, dan ‘hanya’ 30-40%bila HBeAg negatif. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Baby photo created by freepik - www.freepik.com