Sundari Soekotjo Awet Muda Seperti Usia 20-an

Sundari Soekotjo Awet Muda Seperti Usia 20-an

Tubuh langsing cenderung kurus, cantik, ayu, dan tampak jauh lebih muda dari usianya yang kepala 5. Siapa mengira dosen pascasarjana yang cantik itu maestro keroncong bergelar doktor, Sundari Soekotjo.  Di panggung ia biasa berkebaya dan berkain batik. Datang ke kampus dan mengenakan busana berbeda, banyak yang pangling. Untuk meyakinkan bahwa yang mereka lihat adalah benar sosok yang suka tampil di TV, “Saya didaulat menyanyi keroncong,” ibu satu anak ini tertawa. Para mahasiswa heran, Sundari tampak seumuran dengan mereka yang berusia 20-an.

Bagi Sundari Untinasih Soekotjo, tidak ada rahasia untuk awet muda dan tetap sehat. Unti, demikian ia kerap dipanggil, hanya melakukan hal-hal sederhana. Sebagai wanita berdarah Jawa, ia percaya minum jamu membuat badan sehat dan singset. Ia suka beras kencur, seringnya buatan sendiri.  Ketika orang ramai bicara khasiat buah mengkudu (pace), ia mencoba minum perasan buah buruk rupa itu dicampur madu. Ia juga minum perasan jeruk nipis tanpa gula dengan air hangat. Setelah itu baru sarapan buah.  Efeknya, “Badan segar dan BAB (buang air besar) lancar.”

Makan tak ada pantangan. Ia merasa beruntung karena, “Saya tipe orang yang gampang kurus. Makan apa saja tidak masalah.”  Tapi, mengingat usia, ia merasa asupan makanan harus dijaga. Diet  food combining, ia tidak cocok. “Terasa berat kalau makan nasi sama sayur saja, atau ikan sama sayur, tidak boleh dicampur,” ujarnya. 

Karena kacang-kacangan baik untuk kesehatan, tiap malam sebelum tidur ia ngemil kacang. Suatu hari, “Leher saya pegal. Priksa ke dokter, ternyata kolesterol saya tinggi.” Penyebabnya kacang, yang mestinya dikonsumsi sedikit, karena asyik  dimakan dalam jumlah banyak.  Ngemil kacang diganti apel dan pir. Makan nasi dikurangi, daging diganti ikan yang lebih sehat. Minuman? “Saya biasa menyeduh teh sendiri.  Teh dalam botol ada pengawetnya.”

 

Saraf kejepit

Beberapa tahun lalu, Sundari menjalani terapi di Singapura untuk mengatasi cidera tulang belakang. Saat berkebun di halaman rumah, ia terpeleset dan saraf di tulang punggung bawah terjepit. Nyeri sekali, sampai kaki kirinya kram. Tidak bisa setir mobil sendiri dan tidak kuat lama-lama berdiri dengan sepatu hak tinggi. Selama 6 bulan, aktivitas menyanyi dan mengajar dikurangi.

Olahraga pilates sangat membantu. “Saya cerita ke trainer bahwa saya cedera tulang punggung, dan minta latihannya disesuaikan,” ujarnya. Trainer menggunakan alat untuk menarik otot perut atau stretching punggung. Pilates juga membuat postur tubuhnya bagus dan tegap; seperti yang diharapkan. “Karena kerap pakai kebaya, postur tubuh saya harus bagus,” katanya.

 Sundari tak suka tinggal diam. Di rumah, ada saja yang ia kerjakan. Ia senang berlama-lama di dapur untuk memasak, antara lain untuk bekal  Putri Intan Permata Sari, anak semata wayangnya yang sudah sarjana dan bekerja. Biasa menggeser-geser perabotan atau memindah posisi meja kursi.

“Buat saya, itu olahraga juga,” katanya. “Waktu creambath, kapster bilang: ‘mbak biasa olahraga angkat besi ya? Pundaknya keras banget’. Ha ha ha.”  Ia latihan kardio dengan sepeda statis, semingguminimal 3 kali latihan selama +30 menit. Ditambah pilates sekali seminggu dan “angkat beban”, dinilai cukup untuk menjaga kebugaran. 

 

Musik, pereda stres

 “Musik berhubungan erat dengan manajemen SDM,” ujar nya. Ini yang ia sampaikan saat mengajar. Musik dapat disinggungkan dengan banyak bidang. Musik yang menenangkan dapat “mengangkat” beban pikiran, sehingga produktivitas kerja meningkat. Bisa meredakan stres. Ada   seorang karyawan yang temperamental. Bila stres ia menyendiri, ditemani lagu keroncong Sundari Sukotjo. Stresnya hilang.  Dari pengalaman ini, doktor bidang manajemen SDM ini tertarik mendalami hubungan musik dengan pengobatan, “Tapi masih belum tahu, arahnya ke mana.”

Pendiri Yayasan Keroncong Indonesia ini merasa, kondisi kesehatannya baik antara lain karena ia – sebagai orang Jawa – gemar tirakat, dan baru tidur menjelang tengah malam. Selain itu, “Hati harus bersih, hilangkan segala rasa ini itu. Nrimo (ikhlas) saat datang cobaan, karena hidup tanpa cobaan nggak seru.” (jie)