Melanie Putria : “Cheating Day itu Perlu” (Bagian 1) | OTC Digest

Melanie Putria : “Cheating Day itu Perlu” (Bagian 1)

Mudah terserang flu, alergi, kalau bangun bersin-bersin dan kalau malam, tanpa sebab yang jelas napasnya kadang terasa sesak. Itu kondisi Melanie Putria Dewita Sari dulu, yang membuat wanita berdarah Minang dan Putri Indonesia tahun 2002 ini bertanya-tanya, “Apa yang salah?”

Hati kecilnya menjawab, “Mungkin karena kamu malas olahraga.”  Kadang, ia jogging di Senayan tapi sebentar dan ditutup dengan makan gorengan seperti tempe mendoan. Ia memang hobi makan dan gampang tergoda makanan enak.

Tahu-tahu, saat itu ia mendapat surat dari Yayasan Putri Indonesia. Ia ditegur karena sebagai Puteri Indonesia, tubuhnya mulai terlihat gemuk. Teguran itu memdorongnya untuk masuk ke pusat kebugaran.  Usai menggunakan  treadmill 15 menit,  ia kembali ke kebiasaan lama: makan gorengan atau nasi goreng. “Berat badan turun, tapi nggak signifikan,”  ujar ibu satu anak berusia 35 tahun  ini.

Berguru pada binaragawan Ade Rai, menyadarkannya tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.  Melanie belajar cara membentuk otot, juga cara memilih makanan yang sehat. Asupan dan jenis makanan ternyata harus diatur, disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi tubuh. Ia mulai membatasi dan menghindari makanan berlemak seperti gorengan, dan memilih yang tinggi protein untuk pembentukan otot, seperti telur minus kuningnya.

Para atlet binaragawan memang sangat disiplin dalam latihan dan menjaga pola makan.  Setelah berlatih, Melanie dapat merasakan hasilnya. Bentuk tubuhnya membuat iri banyak wanita. Gangguan flu dan bersin-bersin menghilang. Tidur nyenyak dan ia menjadi sangat enerjik dan tidak mudah lelah.

Kondisi itu membuatnya makin keranjingan fitness. Dalam satu minggu, ia bisa 14 kali nge-gym, tiap hari pagi dan sore. “Kalau tidak nge-gym, rasanya seperti kalau kita mau beraktivitas tapi tidak mandi,”  ia mengibaratkan.

Selain “gila” olahraga, ia mati-matian menjaga pola makan.  Ia menghindari sumber karbohodrat, seperti nasi, mie atau roti.  Bahkan karbohidrat kompleks seperti gandum dan beras merah, yang dianggap sebagai sumber karbohidrat yang baik oleh ahli gizi, sebisa-bisa ia hindari.

“Aku sampai paranoid sama karbohidrat, makan roti gandum atau nasi merah kebanyakan saja aku segera lari di treadmill selama dua jam,” ia tertawa. Ketakutannya pada karbohidrat sedemikian rupa, sehingga kalau pergi ke  restoran, ia hanya mengonsumsi sayur dan daging bebas lemak, minus nasi. Kalau ke pesta, ia kadang malah hanya menyantap buah-buahan. 

“Kalau orang melihat, bener-bener nggak asyik banget deh,” katanya. Selama empat tahun, ia merasa hidupnya sangat sehat tanpa harus mengonsumsi suplemen apa pun. Namun, ternyata Melanie terlalu ketat dalam menjaga pola makan.

Tidak seimbang antara output dan intake. Ia terlalu banyak olahraga sementara masukan nutrisinya ketat sekali. Olahraga berlebihan pun tidak baik karena dapat memicu kerusakan sel secara berlebihan dan memicu peningkatan pelepasan radikal bebas.

Karena over dosis olahraga sementara asupan makanan dikurangi, kondisi fisik menurun. Melanie kena gejala tifus dan membuatnya harus bedrest selama 2 minggu di rumah. “Cek darah bolak-balik, dokter sampai datang ke rumah. Aku nggak bisa makan apa-apa, nggak masuk cairan karena pasti muntah, buang air terus. Makannya cuma bubur saring, pokoknya yang lembut-lembut. Makan sayur pun nggak boleh, apalagi makanan yang pedas dan asam,” kenangnya.  (jie)

Baca juga : Bagian 2