Jansen Ongko: “Saya Kehilangan Ayah karena Mengikusi Mitos” | OTC Digest

Jansen Ongko: “Saya Kehilangan Ayah karena Mengikusi Mitos”

Maraknya hoax tentang kesehatan membuat miris Jansen Ongko, MSc, RD. Ia tidak ingin masyarakat mengalami apa yang menimpa dia dan keluarganya dulu. “Saya kehilangan ayah saya karena mengikuti mitos,” ujar ahli gizi penulis Kontroversi Kalori dan We Are What We Eat yang terbit dalam bentuk e-book. Karena mitos pula, kondisi keuangan keluarganya pun memburuk hingga ibunya stres dan sempat hilang selama beberapa tahun.

Ayahnya adalah penyandang diabetes. Oleh praktisi kesehatan, dibilang bahwa tidak boleh makan buah sama sekali. “Ayah suka sekali makan buah, sehingga sangat tertekan dan tersiksa menjalani sisa hidupnya,” kenang pria berkacamata ini.

Juga dikatakan bahwa ayahnya tidak akan bisa lepas dari obat seumur hidup. Padahal, sensitivitas insulin bisa ditingkatkan dengan berolahraga dan berpuasa. Saat itu kondisi ayahnya belum terbilang berat; tidak ada keharusan untuk tergantung dengan obat. Karena ‘dipaksa’ bergantung dengan obat, “Dan dosisnya makin naik, akhirnya ayah mengalami komplikasi.”

Yang juga disesalkannya, larangan untuk berolahraga. Kini ia tahu bahwa olahraga justru meningkatkan sensivitas insulin dan kesehatan secara menyeluruh. “Alasan dilarang, karena tidak boleh lelah. Padahal olahraga tidak harus sampai lelah, dan bisa dilakukan dengan intensitas ringan,” ucapnya. Pengalaman ini membekas kuat, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mendalami bidang gizi dan kebugaran.

Sulit membayangkan, Jansen dulu gemuk; bobotnya mencapai 104 kg. Ia sadar harus mulai hidup sehat. “Dalam seminggu, saya usahakan berolahraga 4-5 kali,” ujarnya. Olahraganya, kombinasi antara lari (aerobik) dan anaerobik (angkat beban), “Agar tidak bosan karena melakukan satu jenis olahraga saja.” Kombinasi ini memberi manfaat lebih ketimbang hanya melakukan satu jenis saja.

Untuk pola makan, ia tidak terlalu ketat. Secara rasio, kira-kira 80% makanan sehat dan 20% yang kurang sehat. “Tapi, makanan sehat dan kurang sehat sebenarnya relatif. Seburuk apapun kandungan makanan, misalnya junk food, tidak berbahaya kalau tidak dikonsumsi berlebihan,” tuturnya. (nid)