Kartini dari Desa Pao | OTC Digest
rohani_desa_pao

Rohani Dg Tene, Kartini dari Desa Pao

Suatu hari ada seorang ibu hendak melahirkan. Ibu ini sudah kesakitan selama 5 hari. Mendapat kabar begitu, Ibu Rohani Dg Tene (kini 48 tahun) mendatangi keluarga yang bersangkutan. Ia membujuk dan mencoba meyakinkan, agar ibu yang akan melahirkan  segera dibawa ke Puskesmas (pusat kesehatan masyarakat) terdekat. Namun sang mertua menolak.

“Tidak ada riwayat dalam keluarga kami melahirkan di Puskesmas. Biasanya  melahirkan di rumah, walau tidak ada yang tolong,” kata ibu mertua.

Rohani menjelaskan, kondisi sang menantu kalau didiamkan bisa bahaya. Katanya, “Memang benar kalau sudah waktunya, pasti bayi akan lahir. Bagaimana kalau nanti menantu ibu perdarahan dan meninggal? Ingat, ini calon cucu ibu yang sudah dinanti selama tujuh tahun.” 

Melihat kondisi si ibu makin memburuk, sore hari ibu yang mau melahirkan bisa dibawa ke Puskesmas. “Dini hari itu juga, sekitar jam dua pagi si ibu melahirkan,” kata Rohani.

Ibu Rohani bukan dokter, bidan atau tenaga kesehatan. Ia warga Dusun Bangkeng Batu, Kecamatan Tambolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Pemukiman ini terletak di daerah pegunungan dengan kondisi jalan buruk, angkutan umum tidak bisa masuk.

Rohani lulusan sekolah menengah, bukan orang berada, ibu 8 anak (2  meninggal). Suami bertani di ladang. Selama lebih dari 20 tahun, ia menjadi sukarelawan atau kader Posyandu (pos pelayaan terpadu) di Desa Pao. Angka kematian ibu dan bayi pasca persalinan di desa ini tinggi.

Penyebab tersering adalah perdarahan dan luka infeksi akibat persalinan. Rendahnya pengetahuan masyarakat di daerah itu, membuat mereka tidak menyadari bahwa kehamilan adalah suatu kondisi yang sebenarnya berisiko. Seyogyanya, ibu hamil rutin memeriksakan kehamilannya ke fasilitas kesehatan terdekat, agar kondisinya bisa dipantau.

Rohani menjadi kader posyandu sejak tahun 1993. Awalnya ia tidak paham, apa sebenarnya peran yang bisa dimainkan oleh seorang kader Posyandu. Kaus bertuliskan “Kader Pekan Imunisasi Nasional (PIN)” ia anggap sebagai kaus biasa, yang bisa dipakai saat pergi ke pasar atau ke manapun.

Suatu hari,seseorang menegur, “Kenapa kau pakai kaus kader ke pasar. Kaus itu harusnya dipakai saat bertugas, saat ada kegiatan di Posyandu.”

Tugas utama kader adalah mengajak ibu-ibu hamil di desanya, untuk rutin kontrol ke Puskesmas. Sebagai kader, ia mendapat pelatihan untuk mengenali tanda-tanda bahaya pada kehamilan. Makin lama, Rohani mengerti arti pentingnya seorang kader Posyandu. Ia bertekad melaksanakan tugas sampai tuntas. Mantap, ia menawarkan diri untuk turut menemani ibu hamil ke puskesmas.

Tugas ini tak sesederhana kelihatannya. Masyarakat Desa Pao, Kecamatan Tambolo Pao yang terletak di pegunungan, tidak terbiasa turun gunung untuk periksa kehamilan di Puskesmas. Bukan apa-apa. Kondisi jalan sedemikian rupa, bahkan sepeda motor pun susah untuk bisa lewat.

Penyebab lain, sebagian besar ibu hamil merasa malu jika harus periksa ke dokter. Malu perutnya dilihat dan dipegang-pegang orang lain. Rohani tak menyerah. “Saya beri pengertian, dengan diperiksa dokter bisa ketahuan kalau ada masalah. Dan bagaimana pun, persalinan yang dilakukan di Puskesmas lebih aman. Risiko perdarahan atau infeksi bisa diperkecil,” katanya. Inilah kelanjutan kisahnya. (jie)