Dr. Santoso Karo Karo, Sp.JP (K)  sembuh kanker

Dr. Santoso Karo Karo, Sp.JP (K)  

Dr. Santoso Karo Karo Surbakti, MPH, Sp.JP (K) biasa menangani pasien gawat di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK), Jakarta. Siapa mengira, ia harus dirawat di masuk rumah sakit karena penyakit yang tak kalah gawat. Desember 2006, ia sering diare berulang dan BAB (buang air besar)-nya tidak teratur.  Perubahan pola BAB bisa menjadi  tanda adanya keganasan (kanker) di usus. Rencana melakukan pemeriksaan kolonoskopi selalu tertunda karena kesibukan. Januari 2007, BAB sudah disertai darah. “Ini dia. Nggak ada ampun lagi, lusanya saya langsung kolonoskopi,” katanya.

Hasil biopsi mengejutkan bagi seseorang yang biasa menerapkan hidup sehat. Ia terserang kanker kolon. Harus segera operasi, karena kankernya sudah stadium 3A. Kolega di RS Harapan Kita langsung membentuk tim, terdiri dari 10 dokter. Ia diprogram menjalani pemindaian seluruh tubuh. Pemeriksaan menunjukkan, tidak ada kelainan dan metastase (penyebaran). Jantungnya bagus, “Mungkin karena pola hidup saya sehat.”

Sebagai dokter, ia medical check up setiap tahun. Ia sebenarnya jauh dari faktor risiko kanker kolon: tidak suka makan daging bakar, cukup makan serat, anti merokok dan alkohol. Merokok sudah stop sejak menikah (1977). Tapi, kok bisa kena kanker? Ia tak hendak ”menyalahkan” Tuhan karena,  ”Saya yakin, ada rencana Tuhan yang lebih indah.” Secara mental ia siap; tidak berpikir bahwa ini adalah akhir dari segalanya. Hal ini membuat keluarga yang awalnya panik  ikut tenang.

Ke Singapura

Tim dokter memutuskan, usai operasi dr. Santoso harus menjalani kemoterapi. Sayang, pengalaman koleganya dengan metode baru minimal invasive surgeryi belum banyak.

Ketua tim sekaligus sahabatnya, Prof. Harmani Kalim, mencari tahu negara terdekat yang biasa melakukan laparoskopik laparotomi. Ada nama Prof. Eu Kong Weng di Singaphore General Hospital, yang mengkhususkan diri pada bedah kolorektal. ”Sudah hampir 600 kasus yang dia kerjakan,” kata dr. Santoso.

Tanggal 1 Februari 2007, dr. Santoso berangkat ke Singapura bersama istri. Kedua anak, cucu serta kerabat kemudian menyusul. Tanggal 4 Februari 2007, ia menjalani laparoskopik laparotomi.

Kemoterapi

Kemoterapi selalu menjadi bagian paling berat bagi pasien kanker. Juga bagi dr. Santoso. Kembali dari Singapura, ia diprogram menjalani 14x kemoterapi, 1x dua minggu.  ”Kalau mental down, daya tahan turun dan depresi, pasien bisa tidak lulus kemo,” katanya. Ini karena kemo ’menghajar’ semua sistem tubuh: sistem saraf, darah, kulit, sampai pencernaan.

Dua sesi pertama sangat berat. Selama dikemo, dr. Santoso dirawat dua hari. Setelahnya, ia merasa tersiksa selama seminggu. Tidak mau makan, mual, muntah, pusing, sakit kepala, kesemutan, kulit gosong. Berat badan turun 9 kg.

Seminggu down, minggu berikutnya ia mulai nafsu makan. Ia kembali jalan pagi dan melakoni hobi bermain musik. Hari Minggu ia ke gereja dan menyanyi dengan lantang. ”Semboyannya sekarang how to live with cancer,” ucapnya. Hari Senin, ia kembali menjalani kemo dan seminggu lagi didera derita. Begitu terus selama 7 bulan.

Ia berupaya memenuhi kebutuhan antioksidan untuk melawan sel kanker. Tiap pagi dan sore, ia minum susu kedelai dan jus wortel, apel dan bit. Seorang teman menyarankan untuk minum rebusan benalu mangga. ”Kalau tidak jelas, saya tidak mau. Takut justru merusak yang lain,” akunya. Nah, ia membaca di sebuah suratkabar bahwa efek antiosidan mangga 50x lebih kuat dari wortel. ”Why not?” pikirnya. Benalu mangga direbus 20 menit, airnya diminum 1½ liter/hari.

 

Agak was-was, dua minggu kemudian dicek; ternyata hasilnya bagus dan tidak ada gangguan di organ lain. Selama tiga bulan hasilnya makin bagus. Rebusan benalu mangga diminum sampai sekarang. ”Mungkin karena itu rambut saya tidak rontok akibat kemo,” ujarnya.

 Pola makannya makin sehat. Karbohidrat dikurangi. Nasi putih diganti nasi merah. Sayuran diperbanyak, terutama brokoli. Lauknya ikan laut dalam (tuna, marlin, salmon atau gindara), dibuat sop atau ditumis dengan tomat. Daging, sate, santan, merica, bumbu penyedap, dihindari. Gula ikut dihindari, karena teori baru menyatakan, gula mempercepat pembelahan sel kanker. Tiap pagi, ia jalan kaki selama satu jam.

 Ia yakin, operasi mengurangi risiko penyebaran kanker sampai 50%. Kemo/sinar mengurangi sampai 25%. Sisanya 25% dari diri sendiri; dilawan dengan makanan sehat, olahraga dan lain-lain. (nid)