Berkah Penyakit 1000 Wajah (Bagian 2) | OTC Digest

Berkah Penyakit 1000 Wajah (Bagian 2)

Usai keguguran, pada  tahun 2006, Ny. Ika ikut penugasan suami ke Brussel, Belgia. Ia gembira, karena Belgia dikenal sebagai pusat pengobatan Lupus terbaik di dunia.

Di sana, ia hamil lagi. Usia kandungannya satu bulan, ketika ia periksa ke rumah sakit. “Dokter kaget dan marah. Katanya, kok kalian tidak bilang-bilang kalau mau punya baby. Harusnya semuanya diatur, kapan mau punya baby,” Iwan, sang suami, menirukan ucapan dokter. Odapus memang disarankan tidak hamil dan menyusui, karena hormonnya menjadi tidak stabil.

Sejak itu, dibentuk tim ahli khusus untuk menangani Ny. Ika. Misinya menjaga dan menyelamatkan kandungannya dari serangan Lupus. Tim terdiri dari spesialis darah (hematolog), saraf (neurolog), kandungan (ginekolog), persendian (rheumatolog) dan anak (pediatri). Selain methylprednisolone, Ika minum aspirin untuk pengencer darah, dan disuntik clexane untuk melindungi plasenta dari serangan lupus.

Usia kandungan 2 bulan, Ika memberanikan menyuntik sendiri walau kadang perut lebam dan berdarah saat salah menyuntik. “Hebatnya, di sana dokter benar-benar membuat kita pede,” ungkap Ika. “Aku boleh melakukan banyak hal selama pengobatan, asal jangan kecapekan.”  

Kandungan memasuki usia 27 minggu, tim dokter mendeteksi detak jantung janin tidak stabil, sehingga Ika harus opname. Observasi ketat dilakukan selama sebulan, namun akhirnya tim dokter angkat tangan dan menyarankan agar janin dikeluarkan. Ternyata, plasenta sudah mati sehingga bayi tidak mendapat asupan makanan.

Pada 2 Mei 2007, Ika melahirkan bayi laki-laki seberat 1,120 kg pada minggu ke 31, diberi nama Hanif Ananta Muhammad Iqbal Hidayat (sekarang 4 tahun). “Tiga hari setelah melahirkan, aku kaget melihat Hanif di inkubator. Badannya kecil banget dan banyak selang di sana-sini. Aku kena stroke ringan,” kenang Ika yang sempat dirawat 1 bulan akibat stroke.

Setelah berangsur pulih Ika dan suami diminta melakukan metode kangguru (kanguroo mother care) untuk menaikkan suhu tubuh Hanif, sekaligus mengenalkan si kecil pada orangtuanya. “Sambil tiduran aku perdengarkan musik dan ayat-ayat Quran. Tangannya langsung gerak dan detak jantungnya naik, bikin heboh seruangan. Aku langsung nangis,” ia tersenyum.

Hanif tumbuh menjadi anak yang aktif, dan menyukai barang teknologi.

Menjadi obyek penelitian

Ika menjadi orang Asia pertama pengidap lupus yang dirawat di Brussel, yang notabene memiliki perbedaan genetik dengan pasien yang biasa ditangani di sana. Ini menarik perhatian tim dokter untuk meneliti lebih jauh. Ika ditangani tim ahli terbaik, diberi obat gratis, bahkan tiap kunjungan mendapat sangu.

Sempat, ginjalnya bocor karena kelelahan mengurus bayi plus menyusui. Kandungan protein di urine sampai + 9. Ia mendapat terapi infus orencia 1x sebulan. Lewat 2x infus, protein dalam urin sudah 0, ginjal sudah menutup.

Namun pengobatan orencia tetap dilanjutkan, sampai Ika kembali ke Indonesia sebagai bagian dari riset.  “Di Indonesia, aku masih minum obat yang diresepkan dokter di Belgia. Ditambah ekstrak kina, untuk melindungi dari mikroba dan virus,” terang Ika.

Seperti apa perasaannya, saat tahu penyakitnya belum ada obatnya? “Berontak, tidak terima selama tahun pertama,” kenangnya. ”Tapi, semakin aku tidak terima, makin  sakit. Orang lupus tidak boleh stres.”

Awalnya trombosit yang diserang, menjalar ke paru-paru. Gejalanya mirip TB (tuberkulosis), paru-parunya meradang bahkan sampai berlubang. “Aku minum methylprednisolone dosis tertinggi, 65 mg. Paru-paruku sembuh, sekarang aku masih minum, dosisnya 40 mg. Kata dokter, obat ini harus diminum seumur hidup, untuk membentengi agar lupus tidak menyerang ke mana-mana,” paparnya.

Pernah mencoba berhenti minum methylprednisolone selama sebulan, eh, lupus menyerang lambung dan membuatnya seperti sakit maag. Setelah ginjalnya juga kena ia kapok, kembali minum dan mencoba untuk menerima keadaan.

“Setelah saya bisa menerima, saya tidak kelihatan seperti orang sakit, bisa ke mana-mana. Saya senang kalau disuruh cerita tentang lupus, bisa melepas stres. Dulu, saya malu kalau orang tahu kondisi saya,” papar wanita asal Surabaya ini.  (jie)