Abdul Mukri, Pasien Transplantasi Hati Pertama di Indonesia (Bagian1) | OTC Digest

Abdul Mukri, Pasien Transplantasi Hati Pertama di Indonesia (Bagian1)

Perawakannya kecil, kulit sawo matang, rambut hitam disisir rapi. Hari itu, Desember 2011, Abdul Mukri (saat ini 53 tahun) diwisuda sebagai sarjana STIE Bisnis Indonesia, Jakarta. Karyawan Telkom dan ayah 3 anak ini lulus S1, setelah lebih dari 9 tahun kuliah. Studinya terputus-putus bukan karena otaknya lemod, melainkan karena hati (lever)-nya rusak sampai tahap sirosis (pengerasan/parut), satu tahap sebelum kanker hati.

Ia peryaca diri untuk menyelesaikan kuliah, setelah setahun sebelumnya – Desember 2010 – menjalani operasi cangkok hati di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dan sukses. Inilah cangkok hati orang dewasa pertama di Indonesia, dilakukan oleh tim dokter dari Indonesia dan China.

Ia mengambil risiko menjadi orang dewasa pertama yang menjalani transplantasi hati di Indonesia, yang notabene kemungkinan berhasil hanya 50%. Transplantasi hati merupakan alasan utamanya untuk tetap hidup. 

Selain, “Saya punya idealisme melakukan ini agar ilmu dokter kita tambah maju. Kalau tidak ada yang pertama tidak akan pernah ada yang kedua, ketiga, dan seterusnya,” ujarnya. 

Sejak tahun 2004, ia merasa sering capek dan badan lemas. Dikira masuk angin, dan cukup dikerokin. Awal 2005, ia periksa ke dokter karena badan lemas, mata kuning dan mau  muntah hebat namun tidak ada yang keluar. Ia didiagnosa terserang virus hepatitis B akut dan harus rawat inap. Selang 2 minggu, ia pulang dan menjalani rawat jalan.

Saat itu, nilai SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase; enzim produksi hati yang digunakan untuk menunjukkan kerusakan lever) berkisar 800 U/l, yang artinya jauh di atas normal. Setelah dirawat,  nilai SGPT turun hingga 100-an. 

Seminggu di rumah, kondisinya tidak membaik. Perut membesar, kulit dan bola mata kekuningan dan air kemihnya keruh. “Saya mencari second opinioni, di google ketemu nama Prof. Dr. Ali Sulaiman, SpPD, dan Prof. Dr. Nur Akbar SpPD-KGEH, keduanya ahli hepatologi. Akhirnya saya menemui Prof. Nur Akbar,” paparnya. 

Diketahui, kerusakan hati sudah parah, sudah sirosis, dan jalan keluarganya hanya satu: transplantasi hati. Sirosis adalah kondisi di mana jaringan hati sudah berganti menjadi jaringan parut (fibrosis). Sel-sel hati rusak dan mati sehingga secara bertahap kehilangan fungsinya. 

Bagai runtuh dunianya saat mendengar kabar, yang berarti harapan hidupnya tipis. Sejak saat itu, hari-hari dilalui sebatas bertahan hidup. Asupan makanan diatur ketat, jumlahnya diukur dan ditimbang. Gorengan, makanan pedas, dilarang. Setiap hari, istri menyiapkan bekal makan. “Istri saya jadi ahli gizi. Ke kantor bawa tas laptop, tapi isinya makanan, ha ha ha,” katanya

Obat-obatan yang dikonsumsi hanya untuk menahan progresifitas virus. Keluar masuk rumah sakit jadi langganan. “Kalau sedang kambuh badan dari muka, tangan, kaki gendut semua, seperti isi air. Untuk sujud saat solat, tidak bisa dan bacaannya pun harus dipandu, karena daya ingat terpengaruh,” ujarnya. 

Sejaki tahun 2007, Mukri ditangani Prof. Dr. dr. Ali Sulaiman, SpPD.  Pembuluh darah esofagus (kerongkongan)-nya sempat mengalami varises.. “Terpaksa harus diikat (diligasi), agar pembuluh darah yang bengkak tidak pecah. Saya kontrol tiap 6 bulan, kalau muncul  varisesnya, diligasi lagi,” katanya. Selain obat medis, ia minum temulawak untuk memperbaiki fungsi hati. 

Bersambung ke bagian 2