Tidak Selalu Benjolan itu Kanker | OTC Digest

Tidak Selalu Benjolan itu Kanker

“Benjolan di payudara tidak selalu kanker. Hanya 20% yang kanker,” ungkap dr. Bob Andinata, Sp.B(K)Onk dari RS Dharmais, dalam seminar di Jakarta, 10 Maret 2017. Banyak kelainan yang bisa menyebabkan benjolan di payudara. Sifatnya jinak dan disebut tumor. Kanker adalah tumor yang ganas.

Tumor jinak payudara yang paling sering yakni fibrosistik hormonal. Ditengarai, >50% perempuan mengalaminya. Kondisi ini disebabkan perubahan hormonal yang berkaitan dengan siklus menstruasi, biasanya muncul menjelang atau saat haid. Terasa bengkak dan ada benjolan pada satu atau kedua payudara.

Baca juga: Rizka Fardy, SH - Botak Tetap Cantik

Boleh lega bila benjolan terasa nyeri atau sakit. “Benjolan pada kanker tidak sakit. Bila benjolan kanker sakit, berarti sudah masuk stadium 3 atau 4,” terang dr. Bob. Pada stasium lanjut, benjolan sudah besar disertai gejala misalnya kulit payudara kemerahan/ mengelupas/ mengeras, keluar gumpalan seperti daging dari payudara, atau puting mengeluarkan cairan bening /berdarah tanpa ditekan.

Tumor jinak bisa hilang sendiri. Testimoni yang menyatakan kanker payudara hilang setelah mengonsumsi obat tertentu, bisa dipahami. Boleh jadi benjolan itu bukan kanker melainkan fibrosistik hormonal, yang memang bisa hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan alternatif.

 

Benjolan yang mencurigakan

Gejala awal kanker yang bisa dideteksi adalah benjolan. “Curigai bahwa itu kanker stadium 1 bila ada benjolan yang tidak nyeri, tidak ada kelainan kulit, tidak ada kemerahan pada payudara,” papar dr. Bob. Benjolan terasa keras seperti tulang, bentuk tak beraturan, dan tidak bisa digerakkan; seperti melekat di kulit atau di jaringan payudara bagian dalam.

Kenali juga factor risiko. Kanker payudara biasa menyerang perempuan usia 30 – 50 tahun. Usia >60 saat sudah menopause, kejadiannya lebih jarang. Perempuan yang mendapat haid di usia lebih muda (<12 tahun) dan menopause lebih lambat (>50 tahun) lebih berisiko, “Karena pajanan payudara dengan estrogen lebih panjang.” Estrogen adalah salah satu pemicu kanker payudara.

Juga perempuan yang hamil pertama kali >35 tahun, karena payudara tidak digunakan untuk menyusui hingga usia 35. Menurut penelitian, menyusui adalah cara efektif memangkas risiko kanker payudara.

Baca juga: Nyaman Periksa di Mobil Mamografi

Jangan lengah bila menggunakan metode kontrasepsi berbasis hormonal seperti pil, susuk (implan) atau IUS (spiral dengan kandungan hormon). Kontrasepsi hormonal sekarang jauh lebih aman karena dosisnya makin kecil, tapi tetap ada risiko. “Setelah 10 tahun, sebaiknya ganti dengan yang non hormonal,” ucap dr. Bob.

Kendalikan berat badan, jangan terlalu gemuk apalagi obes; lemak di bawah kulit merangsang pembentukan estrogen.  Bila sudah menopause tapi obes, risiko kanker payudara lebih tinggi.

Tumor jinak berbeda dengan kanker, tapi mereka yang mengalaminya di usia muda, perlu hati-hati. Sekitar +25 tahun kemudian, 15% tumor payudara bisa berkembang menjadi kanker payudara. “Kalau ada riwayat operasi tumor, harus periksa berkala setiap tahun,” tandas dr. Bob. (nid)