Risiko Penyakit Ginjal pada Perempuan | OTC Digest
ginjal_perempuan_WKD2018

Risiko Penyakit Ginjal pada Perempuan

Hari Ginjal Sedunia (World Kidney Day/WKD) dirayakan tiap Kamis pada minggu ke-2 bulan Maret. Pada tahun ini (2018), jatuh pada 8 Maret, bertepatan dengan Hari Perempuan Sedunia. Maka, jadilah tema WKD tahun ini ‘Ginjal dan Kesehatan Perempuan: Rangkul, Hargai dan Berdayakan’. “Perempuan memiliki kerentanan penyakit tertentu, yang komplikasinya bisa berupa gagal ginjal,” ungkap Ketua Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) Dr. dr. Aida Lydia, Sp.PD-KGH dalam diskusi di Jakarta, Rabu (07/02/2018).

Penyakit yang bisa meningkatkan risiko terhadap gagal ginjal pada perempuan antara lain lupus, preeklamsia (keracunan kehamilan), hipertensi saat kehamilan tanpa preeklamsia, infeksi saluran kemih (ISK) berulang, dan kanker serviks yang bisa bermetastasis (menyebar) ke saluran ginjal. Data dari Indonesian Renal Registry (IRR) 2016 menyebutkan, dari 52.835 peserta hemodialisis (HD) yang aktif sepanjang 2016, sebanyak 43,6% di antaranya adalah perempuan.

Dalam Kidney International Report 2018 disebutkan bahwa perempuan lebih sedikit mendapat layanan kesehatan dibandingkan laki-laki karena berbagai sebab, terutama di negara berkembang. Ini termasuk akses untuk mendapat pelayanan ginjal. Padahal populasi perempuan dengan laki-laki setara, yakni 50%.

“Perempuan lebih sedikit mendapat kesempatan untuk hemodialisis dibandingkan laki-laki,” ujar Dr. dr. Aida. Belum diteliti apa alasannya. Namun secara umum, kesetaraan gender bagi perempuan masih terus diperjuangkan dalam berbagai aspek, tak terkecuali kesehatan.

Selain itu, lebih sedikit pula perempuan yang berkesempatan menjalani  transplantasi ginjal. Namun, “Lebih banyak perempuan yang jadi donor dibandingkan laki-laki.”

 

Penyakit ginjal dan ISK

Satu dari tiga perempuan mengalami ISK sepanjang hidupnya, dan sepertiganya mengalami ISK berulang. ISK lebih banyak menjangkiti perempuan daripada laki-laki. Data dari Poli Ginjal Hipertensi RS Cipto Mangunkusumo pada 2017 menyebutkan, ISK pada perempuan mencapai  65,1%, dan hanya 27,9% pada laki-laki. “Ini karena salurah kemih (uretra) perempuan lebih pendek  daripada laki-laki,” terang Dr. dr. Aida. Dengan saluran kemih lebih pendek, kuman dan bakteri pada area V dan anus akan lebih mudah masuk dan menimbulkan gangguan.

Gejala ISK antara lain rasa nyeri, perih dan terbakar saat buang air kecil, dan keinginan untuk terus buang air kecil. Namun begitu di WC, biasanya hanya sedikit urin yang keluar. Urin biasanya tampak keruh, dan baunya tidak sedap.

Segeralah ke dokter begitu mengalami gejala ISK, agar bisa segera diobati dengan tuntas. “ISK yang berulang bisa mengenai ginjal dan menyebabkan PGK,” tegasnya.

 

Cegah sedini mungkin

Menilik risiko penyakit pada perempuan yang bisa menimbulkan PGK dan lebih terbatasnya kesempatan untuk pelayanan ginjal bagi perempuan, alangkah baiknya bila kita bisa mencegah penyakit ini. Paling tidak, mendeteksinya sedini mungkin. Masalahnya, sebagian besar orang tidak merasakan keluhan meski fungsi ginjal sudah menurun. “Biasanya keluhan baru timbul bila fungsi ginjal sudah amat rendah, dan itu sudah terlambat,” ujar Dr. dr. Aida.

Ia mengingatkan, semua orang tanpa memandang usia, perlu melakukan pencegahan dan deteksi dini. Mulailah membiasakan diri berlatih fisik secara rutin, dan menjalankan pola makan dengan gizi seimbang. “Kurangi asupan garam. Bila di keluarga ada riwayat diabetes, periksakan kadar gula darah,” imbuhnya. Demikian pula bila ada riwayat hipertensi (tekanan darah tinggi) dan penyakit ginjal. Berdasarkan IRR 2016, dua penyebab utama PGK yakni diabetes mellitus (52%) dan hipertensi (24%). (nid)