pencegahan serangan jantung bagi perempuan
Lindungi Jantung

Perempuan, Lindungi Jantungmu

Serangan jantung pada perempuan sering terabaikan karena gejalanya samar; sering dikira masuk angin. Pada lelaki, keluhanya tipikal; dada seperti diremas atau terasa panas dan menjalar ke lengan. “Pada perempuan, gejalanya capek, lemas, banyak berkeringat, mual dan sakit punggung sehingga hanya dikerok,” tutur dr. Anna Ulfah Rahajoe, Sp.JP(K), dari Dewan Penasihat Perhimpunan Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Ditambah lagi, kaum ibu lebih mementingkan kesehatan keluarga, tapi mengabaikan keluhan kesehatan yang dirasakan.

Saat muda, risiko perempuan mengalami penyakit jantung memang lebih sedikit ketimbang lelaki. “Begitu menopause, risikonya sama dan bila perempuan kena penyakit jantung, angka kematiannya lebih besar,” tegas dr. Antonia Anna Lukito, Sp.JP, FIHA, FAPSIC dari RS Siloam Karawachi, Tangerang. Ini karena saat menopause, estrogen yang melindungi pembuluh darah turun drastis.

Tubuh perempuan berbeda dengan laki-laki, termasuk pembuluh darahnya. “Pembuluh darah koroner laki-laki ‘kekar’; sementara pada perempuan kecil dan langsing,” ujar dr. Anna. Ini yang membuat PJK (penyakit jantung koroner) pada perempuan sering tidak terdiagnosis melalui katererisasi.

Pada perempuan, lebih banyak terjadi penyakit mikrovaskuler koroner (pembuluh darah koroner kecil). Terbentuk plak di arteri kecil, arteri menegang, atau dinding arteri kecil rusak sehingga otot jantung tidak mendapat cukup aliran darah yang kaya oksigen dan nutrisi. Plak tidak selalu menyebabkan sumbatan seperti pada PJK ‘biasa’, tapi sama berbahaya. Keduanya bisa menyebabkan serangan jantung dan gagal jantung.

Gejala gangguan mikrovaskuler koroner antara lain nafas pendek, gangguan tidur, kelelahan, dan kurang energi. Gejala sering kali muncul saat seseorang mengalami stres. Untuk mendeteksinya, perlu tes spesifik seperti EKG dan exercise stress test, CT angiogram dan MRI kardio. Pemeriksaan standar seperti angiogram dan ekokardiogram sering tidak berhasil mendeteksinya.

 

Menjaga sejak dini

Bagi perempuan, respon terhadap obat dan terapi lainnya berbeda. “Selama ini penelitian terhadap obat, operasi dan lain-lain lebih banyak dilakukan pada laki-laki,” papar dr. Antonia.

Perlu mengurangi makanan tinggi karbohidrat sederhana yang berpotensi menyebabkan diabetes tipe 2; kurangi asin yang bisa memicu hipertensi; batasi lemak jenuh yang bisa menimbulkan kolesterol tinggi. Konsumsi sayur dan buah sebagai sumber serat, vitamin, mineral dan antioksidan 5 porsi/hari sesuai anjuran WHO.

Dukung dengan olahraga. “Perempuan harus aktif sejak muda,” tandas dr. Antonia. Rekomendasi WHO, jalan kaki 3 km selama 30 menit, 5x seminggu. Olahraga apa saja bisa dilakukan, yang penting rutin dan teratur. Mulai dengan cara sederhana. Misalnya melakukan gerakan senam di sela jeda iklan saat nonton TV, dan ganti camilam dengan buah yang tidak terlalu manis. Hindari softdrink dan cukup minum manis 1 cangkir sehari. (nid)