Laparoskopi, 2 in 1 Diagnosis dan Terapi | OTC Digest

Laparoskopi, 2 in 1 Diagnosis dan Terapi

Gangguan atau kelainan pada organ reproduksi perempuan (rahim, tuba falopi, indung telur), bisa didiagnosis melalui laparoskopi. Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk kasus infertilitas (ketidak suburan). “Bisa jadi ada kelainan yang tidak terlihat melalui penapisan (pemeriksaan) sebelumnya,” ujar dr. Diana Mauria Ratna Asih, Sp.OG dari Brawijaya Woman and Children Hospital, Jakarta.

Jika saat pemeriksaan ditemukan ada kelainan misalnya endometriosis, jaringan parut dan lain-lain, kelainan bisa langsung ditangani. Laparoskopi memang bisa dimanfaatkan untuk diagnostik dan terapeutik. “Dari awal sudah konseling, jika ditemukan sesuatu, apakah dokter boleh langsung menangani,” terang dr. Diana. Hal ini akan menghemat waktu dan biaya, karena laparoskopi tidak perlu dilakukan dua kali. Pada dasarnya, semua prosedur yang dilakukan melalui operasi terbuka, kini sudah bisa dilakukan dengan laparoskopi.

Prosedur laparoskopi memerlukan bius total. Selanjutnya dibuat sayatan kecil di daerah sekitar pusar untuk memasukkan gas ke rongga perut. Setelah itu dimasukkan alat yang berfungsi sebagai kamera, untuk melihat kondisi organ reproduksi. Selanjutnya bisa kembali dilakukan sayatan kecil di kiri-kanan perut bagian bawah, untuk alat kerja. Bisa dibuat 1 atau lebih sayatan selain sayatan pertama, tergantung kebutuhan.

Persiapan laparoskopi sama seperti operasi umumnya: berpuasa minimal 6 jam. Juga, dilakukan persiapan kolon. Tujuannya, agar usus dan kolon bersih. “Jangan sampai usus besar-besar dan melendung-melendung karena akan menyulitkan kerja dokter,” ujar dr. Diana. Pasien perlu mengatur pola makan dan akan dibimbing oleh dokter, tentang makanan apa yang perlu dihindari. Usus dan kolon dibersihkan. Bisa dengan obat pencahar, atau dengan prosedur khusus. Persiapan ini dilakukan di rumah, sehari sebelum laparoskopi. Besok paginya, pasien datang ke rumah sakit dan laparoskopi bisa segera dilakukan.

Laparoskopi bisa berlangsung beberapa menit hingga berjam-jam, tergantung kondisi pasien. Jika hanya diagnostik dan tidak ditemukan kelainan, bisa selesai dalam 5 menit. Sebaliknya jika ada kelainan dan tingkat kesulitannya tinggi, bisa lebih dari 5 jam.

Setelah selesai, pasien biasanya dirawat 1 hari untuk pemulihan. Biasanya tidak ada rasa nyeri pasca operasi. Nyeri pada bahu (shoulder pain) kadang terjadi, jika gas yang digunakan terlalu banyak. “Misalnya jika operasinya lama. Kalau tidak, tidak ada gangguan apa-apa,” ujar dr. Diana. Luka sayatan dijahit dan perlu dijaga agar tetap kering dan bersih. Luka akan sembuh dalam beberapa hari;.

Pasien yang alergi terhadap obat bius (anestesi) umum, tidak boleh menjalani laparoskopi karena prosedur ini harus dengan bius total. Kontraindikasi lain, sama seperti operasi pada umumnya. Misalnya gangguan fungsi paru dan/atau jantung, dan lain-lain. Mereka yang terlalu gemuk/obesitas perlu perhatian khusus karena penempatan alat laparoskopi akan lebih sulit dilakukan. (nid)