Hormon dan Lemak, ‘Tertuduh’ Pemicu Tumbuhnya Kanker Payudara | OTC Digest
hormon_kanker_payudara

Hormon dan Lemak, ‘Tertuduh’ Pemicu Tumbuhnya Kanker Payudara

Angka kematian akibat kanker payudara di Indonesia masih saja tinggi karena cakupan deteksi dini masih rendah. Sehingga, banyak yang baru ditemukan pada stadium lanjut. “Angka stadium 3-4 masih 63%. Saat saya menjadi dokter bedah onkologi 8 tahun lalu sekitar 70%; cuma membaik 7% sejak saat itu,” ujar dr. Walta Gautama, Sp.B (K) Onk dari RS Kanker Dharmais, Jakarta.

Insiden kanker payudara di Indonesia diperkirakan 36,2/100.000 penduduk. Peningkatan kasus baru kanker payudara adalah yang tertinggi dalam kelompok kanker pada perempuan, yakni 234%. Selama periode 1990-2013, jumlah kasusnya meningkat tiga kali lipat; dari 16.049 menjadi 53.585.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, makin banyak yang mengalaminya di bawah usia 35 tahun. Padahal dulu, umumnya baru muncul usia 40-50 tahun. “Juga, makin banyak kasus pada kedua payudara (kanan dan kiri),” ujar dr. Walta.

(Baca juga: Payudara Asimetris Tanda Penyakit Lain)

Paparan hormon estrogen diduga merupakan salah satu pemicu tumbuhnya kanker payudara. Setiap kali haid, hormon estrogen tinggi dan merangsang kelenjar payudara untuk berkembang. Itu sebabnya, payudara terasa kencang, berat dan membesar. “Ini mekanisme dari Tuhan agar saluran ASI (air susu ibu) tetap terjaga dan diairi,” ungkap dr. Walta. Usai haid, payudara kembali normal, dan begitu seterusnya setiap bulan selama siklus haid. Namun sayangnya, paparan estrogen pada payudara turut memunculkan risiko kanker. Ditengarai, perempuan memiliki faktor risiko bila mendapat paparan hormon pada payudara sebanyak 35-40 tahun dalam hidupnya.

Sebagai ilustrasi bila seorang perempuan mendapat haid di usia 10 tahun dan menopause di usia 50 tahun, maka ia terpapar hormon selama 40 tahun. Karenanya, perempuan yang mencapat haid usia <12 tahun memiliki risiko lebih tinggi. Sebaliknya, kehamilan dan menyusui dapat menurunkan risiko. “Payudara akan beristirahat bila ia hamil karena estrogen dipakai rahim untuk berkembang,” terang dr. Walta. Bila kemudian menyusui, maka hormon prolaktin akan ‘mengusir’ estrogen dari payudara.

Faktor risiko lain yakni kegemukan, kurang berolahraga dan konsumsi alkohol. Pada sebuah studi di Eropa yang melibatkan >337.000 perempuan di 10 negara selama 11 tahun, ditemukan bahwa mereka yang paling banyak mengonsumsi lemak jenuh, memiliki kecenderungan mendapat kanker payudara sekitar 30% ketimbang mereka yang paling sedikit mengonsumsinya. “Lemak dan alkohol merangsang payudara tumbuh,” ucap dr. Walta. Sementara penelitian lain menemukan, selama 15 tahun, risiko kematian berkurang hingga 56% bila pasien kanker payudara menjalankan diet rendah lemak selama 5 tahun setelah diagnosis. Penelitian melibatkan 2.400 perempuan dengan kanker payudara stadium awal.

(Baca juga: Tidak Semua Kanker Payudara Perlu Kemo)

Lakukan SADARI (periksa payudara sendiri) secara rutin setiap bulan, “Paling baik 7-10 hari setelah haid hari pertama. Bila sudah menopause, bisa kapan saja.” SADARI bisa dilakukan dengan gerakan melingkar, dari atas ke bawah, atau dari tengah ke samping. Yang penting, periksa seluruh bagian payudara hingga ke batas-batasnya karena payudara bukan hanya bagian yang memancung saja. Batas atas payudara yakni kira-kira dua jari di bawah tulang selangka (clavicula); batas pinggir dalam yakni garis tengah di antara dada; batas pinggir luar adalah bagian garis tengah dari ketiak; dan batas bawah adalah bagian yang melingkar.

Ada baiknya konfirmasikan dengan tenaga medis. Pada usia <40 tahun, bisa dilakukan USG. Selewat usia 40, lakukan mamografi, cukup sekali dalam dua tahun. Untuk usia 50 tahun, dianjurkan melakukannya setahun sekali. (nid)