Epilepsi pada Perempuan | OTC Digest

Epilepsi pada Perempuan

Pada penyandang epilepsi, aktivitas listrik otak terjadi berlebihan, dan terjadi berulang-ulang. Ini yang memunculkan bangkitan seperti kejang-kejang. Bangkitan bisa muncul tanpa provokasi atau sebab jelas, muncul dan hilang mendadak. Pada perempuan, epilepsi lebih “istimewa”, karena kadar hormon selalu berfluktuasi. “Hormon tidak menyebabkan epilepsi, tapi bisa mencetuskan atau mengubah pola bangkitan,” ujar Dr. dr. Kurnia Kusumastuti, Sp.S(K) dari RSUD Dr Soetomo, Surabaya.

Dua hormon yang berpengaruh yakni estrogen dan progesteron. “Estrogen mempermudah terjadinya bangkitan, dan progesteron sebaliknya, mempersulit terjadinya bangkitan,” terang dokter yang juga aktif di Perhimpunan Penyandang Epilepsi Indonesia (PERPEI).

Pengaruh hormon mulai terasa saat remaja putri puber. Kadar hormon mulai berubah, terjadi pula perubahan fisik. Tubuh cepat besar, sehingga dosis obat yang tadinya cukup jadi kurang. Epilepsi yang tadinya terkontrol jadi tidak terkontrol lagi. Dosis obat perlu ditambah.

Siklus haid memunculkan masalah sendiri. Cenderung terjadi bangkitan akibat fluktuasi hormon sebelum, saat dan/atau sesudah haid. Selain itu, saat haid terjadi penumpukan cairan di tubuh; obat jadi encer sehingga efektivitasnya berkurang. Ditambah stres yang kerap muncul menjelang haid. Semua ini bisa memicu bangkitan. “Sebaiknya menulis buku harian bangkitan; catat tanggal, waktu dan durasi bangkitan. Agar bisa dinilai, kapan bangkitan sering terjadi; apakah menjelang, saat, atau setelah haid,” ucap Dr. dr. Kurnia. Ini akan membantu dokter menentukan dosis obat.

Untuk kontrasepsi, disarankan yang metode non hormonal, seperti IUD (intra uterine device atau spiral) atau kondom. Hindari metode kalender; penyandang epilepsi sering mengalami gangguan siklus haid sehingga sulit memperkirakan masa subur. Angkanya sekitar 30-50%, sementara perempuan pada umumnya hanya 7%.

Adapun efek menopause terhadap epilepsi sulit diprediksi; bisa bertambah atau berkurang, tergantung hormon yang dominan. Waspadai risiko patah tulang akibat jatuh saat kejang. Apalagi, obat anti epilepsi bisa mengurangi kepadatan tulang sehingga meningkatkan risiko osteoporosis. Terapi sulih hormon dianjurkan untuk menjaga kepadatan tulang.

 

Tidak selalu kejang

Ada epilepsi pasial/sebagian, ada yang general/umum. Pada epilepsi parsial, aktivitas listrik yang berlebihan hanya terjadi di sebagian tempat di otak. Pada epilepsi umum, aktivitas listrik berlebihan terjadi di semua titik di otak.

Bangkitan pada epilepsi pun tidak selalu berupa kejang-kejang. “Ada yang hanya bengong, berteriak, halusinasi, atau bergerak-gerak. Tergantung di bagian mana aktivitas listrik yang berlebihan terjadi,” ungkap Dr. dr. Kurnia. Bila terjadi di bagian otak yang mengatur penglihatan, muncul halusinasi penglihatan atau malah buta. Bila terjadi di pusat yang mengatur pendengaran, timbul halusinasi pendengaran atau tuli sebentar.

Ada yang kakinya bergerak-gerak seperti sedang mengayuh sepeda, ada yang mengunyah-ngunyah (chewing), sehingga penyandang epilepsi sering dianggap mengalami gangguan jiwa,” Padahal, itu karena aktivitas listrik otak yang berlebihan.” (nid)