Beda Fase, Beda Pilihan Kontrasepsi | OTC Digest

Beda Fase, Beda Pilihan Kontrasepsi

Di Indonesia, ada 5 juta ibu melahirkan setiap tahun. “Menurut survei, ibu-ibu ini belum ingin hamil dalam waktu dua tahun,” ungkap Prof. Dr. dr. Biran Affandi Sp.OG(K), Guru Besar Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM. Setelah melahirkan, hanya 20% ibu yang menggunakan kontrasepsi. Padahal agar tidak ‘kesundulan’, ibu perlu kontrasepsi. “Kalau tidak mau hamil, pakai kontrasepsi dong. Kalau tidak pakai, kemungkinan hamil 70—80%,” tambahnya. Fakta-fakta ini terungkap dalam diskusi yang diselenggarakan Ngobras di Jakarta (15 Desember 2017).

Ada berbagai macam metode kontrasepsi. Pemilihannya tentu disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing individu. Secara garis besar, Prof. Biran membaginya menjadi tiga fase. Untuk menunda kehamilan misalnya pada pasangan muda yang belum ingin punya anak dulu atau usia ibu masih <20 tahun, bisa gunakan kontrasepsi yang kesuburan cepat kembali begitu kontrasepsi distop. Misalnya pil, IUD (intra uterine device) alias spiral, dan implan (susuk). Inilah fase pertama.

Untuk menjarangkan kehamilan (fase kedua) di mana ibu baru saja melahirkan atau anak masih kecil, “Pakailah kontrasepsi yang tidak menekan produksi ASI. Yakni IUD dan implan.” Adapun fase ketiga di mana ibu tidak mau hamil lagi, bisa pilih metode sterilisasi. Baik vasektomi untuk suami, atau tubektomi untuk istri. BKKBN membuat program 1 kabupaten 1 ahli kandungan kebidanan yang bisa melayani tubektomi, dan 1 dokter umum yang dapat melayani vasektomi, yang akan mulai dicanangkan tahun depan. (Baca juga: Memilih Kontrasepsi yang Cocok)

Untuk mencegah ‘kesundulan’sebaiknya gunakan kontrasepsi, karena ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium sehingga siap dibuahi) bisa terjadi dalam 21 hari setelah ibu melahirkan. Jangan takut untuk menggunakan kontrasepsi pasca persalinan; IUD maupun implan bisa dipasang segera setelah melahirkan. IUD tidak mengandung hormon, sedangkan implan hanya mengandung hormon progestgeron sehingga produksi ASI tidak akan terganggu.

Betul bahwa menyusui merupakan metode kontrasepsi alami. Namun ada syaratnya. “Ibu harus menyusui penuh selama enam bulan,” tegas Prof. Biran. Maksudnya, bayi tidak mendapat makanan/minuman lain selain ASI, atau dikenal sebagai ASI eksklusif. Perlindungan terjadi bila puting kiri dan kanan dihisap minimal 1 jam setiap hari.

Bagaimana dengan ibu bekerja? “Ada staf saya dua orang sukses,” drg. Widwiono, MKes, Direktur Bina Kepersertaan KB Jalur Swasta, BKKBN, berbagi pengalaman. Ia becerita, kedua karyawannya mendapat KB alami dari menyusui. Meski bekerja, mereka memompa ASI dengan rutin. “Paling lama tiga jam sekali pumping. Dan bayi jangan diberi makanan lain karena kalau dapat makanan lain, akan berkurang menyusunya. Ibu bisa haid lagi,” tuturnya. (Baca juga: Kesehatan Reproduksi dan Kesejahteraan Keluarga)

Tentu, masih ada berbagai pertimbangan lain dalam memilih kontrasepsi. Perempuan dengan riwayat kanker payudara di keluarga sebaiknya menghindari metode yang berbasis hormon estrogen. Tiap metode memiliki keunggulan dan efek samping yang berbeda pada tiap orang. Jangan memaksakan diri bila efek samping yang dirasakan demikian mengganggu; sebaiknya cari metode lain. Ketersediaan alat pun perlu jadi pertimbangan.

Yang pasti, tak perlu khawatir menggunakan kontrasepsi karena alasan ekonomi. Layanan KB bisa didapat gratis di Puskesmas terdekat. (nid)