Bahaya Preeklamsia | OTC Digest

Bahaya Preeklamsia

Kaki bengkak saat hamil, itu wajar.  “Waspada jika bengkak di sekujur tubuh, khususnya di wajah dan tangan,” ujar dr. Cahyadi, Sp.OG, dari RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta. Bengkak menyeluruh bisa jadi tanda  preeklamsia -- pembunuh utama ibu dan bayi di Indonesia -- di samping sepsis dan perdarahan. Diperkirakan, terjadi 5-14% preeklamsia di dunia, dengan 790 kematian ibu per 100.000 kelahiran. Di Indonesia, preeklamsia dialami 6-8% wanita hamil.

Preeklamsia atau ‘keracunan kehamilan’ adalah gangguan fungsi pada lapisan tipis di dinding pembuluh darah (endotel). Gejala utama yakni hipertensi, udema (bengkak) seluruh tubuh dan protein dalam urin (proteinuria). Jika mengalami 2 dari 3 gejala ini, berarti ibu mengalami preeklamsia. Ini biasanya terjadi pada trimester 3 kehamilan, di mana cairan dalam tubuh ibu bertambah sehingga memperberat kerja jantung.

Ibu disebut hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastolik  >140/90 mmHg, pada dua pemeriksaan dengan jarak 4-6 jam. Ibu yang sudah hipertensi sebelum hamil, diagnosis ditegakkan jika tekanan darah sistolik/diastolik naik 30/15 mmHg.

Proteinuria didiagnosis jika terdapat >300 mg protein dalam contoh urin 24 jam. Proteinuria terjadi akibat kebocoran di ginjal, sehingga protein lolos dan keluar lewat urin.

Preeklamsia bisa ringan atau berat. Preeklamsia berat jika tekanan darah sampai >160/110 mmHg pada 2 pemeriksaan, dengan jarak 6 jam dan ibu dalam keadaan bed rest. Proteinuria >5.000 mg pada pemeriksaan urin 24 jam atau lebih dari 3+ pada 2 pemeriksaan urin secara acak, dengan jarak minimal 4 jam.

Tanda lain, urin sedikit (<500 mL/24 jam), sakit kepala atau penglihatan terganggu secara persisten (terus menerus), paru-paru bengkak, nyeri ulu hati, fungsi hati menurun, trombosit turun, pertumbuhan janin terhambat, atau  plasenta lepas dari dinding rahim. “Jika disertai kejang, disebut eklamsia,” tegas dr. Cahyadi. Preeklamsia harus segera ditangani; sekitar 0-5% preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia.

Beberapa perempuan berisiko lebih tinggi terkena preeklamsia/eklamsia. Yakni mereka yang hamil di usia muda (< 20 tahun), hamil di usia tua (>40 tahun), obesitas, mengandung anak kembar, menderita diabetes atau penyakit penyerta misalnya lupus, kehamilan abnormal misalnya cairan ketuban sangat banyak dan lain-lain.

Kurang nutrisi terutama protein, dapat meningkatkan risiko preeklamsia. “Apalagi kalau disertai stres,” ujar dr. Cahyadi. (nid)

Baca Juga Mengatasi Preeklamsia