Tetap Bugar saat Haid | OTC Digest

Anemia Sebabkan PMS

Suasana hati cepat berubah (mood swing), sensitif, mudah marah, nyeri perut dan sakit kepala, tidak jarang dialami oleh perempuan menjelang/selama haid. American College of Obstetrician and Gynecologist memperkirakan, 85% perempuan mengalami setidaknya satu gejala PMS (pre mestrual syndrome) dalam siklus menstruasi. PMS selain mengganggu hubungan sosial, juga menurunkan produktivitas dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pada siklus menstruasi /haid, terjadi perubahan kadar hormon dalam tubuh, sebagai bagian dari proses ovulasi (pematangan sel telur). Hormon-hormon yang semula seimbang,  melonjak tinggi atau turun drastis secara tiba-tiba. Ketidakseimbangan hormon ini berefek pada tubuh, berupa keluhan PMS. Sering tidak disadari bahwa keluhan ini terkait dengan status nutrisi. “Kalau perempuan marah-marah terus menjelang haid, mungkin dia kurang zat besi,” ujar Dr. dr. Inge Permadhi, Sp.GK dari FKUI/RSCM, Jakarta.

 

Zat besi

Kebutuhan zat besi pada perempuan usia produktif berdasarkan AKG (angka kecukupan gizi) 2014 yakni 26 mg/hari, atau 2x lipat kebutuhan laki-laki. Ini karena perempuan menstruasi setiap bulan. Terjadi peluruhan dinding rahim bagian dalam (endometrium) yang banyak mengandung pembuluh darah. Selama periode haid, perempuan bisa kehilangan 30-80 cc darah; setara dengan 135.000 juta – 360.000 juta sel darah merah dan 30-80 mg zat besi.

 Tiap keping sel darah merah mengandung hemoglobin (Hb), protein yang memberi warna merah pada keping sel darah, tempat zat besi menempel. Zat besi inilah yang mengikat oksigen untuk dialirkan ke seluruh sel tubuh, “Bila tidak ada zat besi, oksigen tidak bisa diangkut.” Zat besi juga berperan sebagai koenzim (penunjang kerja enzim) yang berperan dalam neurotransmitter (sinyal antar sel saraf). Kondisi neurotransmitter yang baik, membuat regulasi hormon berjalan lancar sehingga lonjakan atau penurunan hormon tidak terlalu drastis.

Survei oleh Fakultas Kedokteran (FK) di beberapa universitas di Indonesia (2012) menunjukkan, 40% perempuan usia produktif mengalami anemia. Dan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak Kementrian Kesehatan (2012) mencatat, 1 dari 2 perempuan pekerja di Indonesia berisiko anemia. Perempuan disebut anemia bila memiliki Hb <12 g/dl. Penyebab yang paling sering adalah karena kekurangan zat besi.

Kehilangan zat besi saat haid menyebabkan lemas, letih, lesu, tidak bertenaga  dan pusing berkunang-kunang. “Bila kehilangan sel darah merah dan zar besi dapat digantikan, tubuh akan tetap fit selama haid,” ujar Dr. dr. Inge. Studi oleh Chocano-Bedoya PO, dkk (2013) menunjukkan hal ini. Sebanyak 1.057 perempuan dengan PMS diteliti pola makannya. Mereka yang mengonsumsi banyak sumber zat besi non-heme (>20 mg/hari), berisiko lebih rendah terhadap PMS hingga 30-40% ketimbang yang lebih sedikit mengonsumsinya.

Sumber zat besi ada heme dan non-heme. Heme berasal dari sumber hewani seperti daging merah dan unggas, hati dan telur, meski sumber hewani juga mengandung zat besi non-heme. Sumber zat besi non-heme yakni makanan nabati berupa sayur warna hijau gelap seperti bayam dan brokoli. “Heme iron lebih mudah diserap tubuh dibandingkan yang non-heme,” terang Dr. dr. Inge.

Bahan-bahan dalam makanan nabati seperti serat, asam oksalat dan tanin cenderung membuat endapan besi tidak larut, sehingga sulit diserap tubuh. Untuk membantu penyerapan, perlu vitamin C. Disarankan juga mengonsumsi vitamin C ketika atau setelah mengonsumsi sayuran yang kaya zat besi. Sebaliknya, hindari konsumsi zat besi berdekatan dengan kopi/teh yang mengandung tannin dan kafein.

 

Asam folat

Proses produksi sel darah merah perlu dijaga, agar yang keluar bersama darah haid cepat digantikan. Perlu mengonsumsi cukup asam folat (vitamin B9), yang berperan dalam produksi sel darah merah. Asam folat terdapat antara lain pada sayur warna hijau gelap, kacang-kacangan, unggas, hati dan kerang. Masalahnya, “Asam folat dari sumber alami mudah rusak oleh paparan oksigen dan suhu panas.”  Dan, hanya 10% yang dapat diserap oleh tubuh.

Maka, saat haid perlu mengonsumsi suplemen asam folat. Suplemen yang dalam bentuk metafolin merupakan asam folat aktif, yang bisa langsung diserap tubuh tanpa  dimetabolisme lebih dulu. Hal ini mempercepat proses pembentukan sel darah merah, sekaligus menambah ketersediaan zat besi dalam tubuh. Kata Dr. dr. Inge,”Intinya, pola makan seimbang perlu diterapkan. Makanan harus bervariasi dengan komposisi gizi seimbang.Tujuannya, agar tubuh mendapat semua nutrisi yang dibutuhkan.”

Menjelang atau saat haid, kadang perempuan ingin makanan tertentu seperti yang manis-manis atau asin. Sebenarnya, itu adalah cara tubuh berkomunikasi dan menginformasikan bahwa ada zat yang kurang dan perlu dikonsumsi. Lagi-lagi, ini pengaruh dari ketidakseimbangan hormon. Hormon dibentuk dari kolesterol, yang harus dipenuhi dari makanan. “Kalau pola makan kita tidak benar, pembentukan hormon tidak sehat,” tegas Dr. dr. Inge. Dengan asupan nutrisi yang baik, perubahan kadar hormon tetap terjadi, tapi dampaknya terhadap tubuh tidak terlalu besar.

Bila merasa bahwa pola makan dan asupan nutrisi sehari-hari kurang bagus, ada baiknya mengonsumsi suplemen zat besi dan asam folat sekitar satu minggu sebelum haid, yakni ketika gejala-gejala PMS mulai muncul. Atau,  lakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar Hb, sehingga bila ada anemia bisa segera diatasi. (nid)