Yuk, Dukung Program Vaksinasi HPV | OTC Digest

Yuk, Dukung Program Vaksinasi HPV

Oktober 2016, DKI Jakarta memulai program vaksinasi HPV pada siswi kelas 5 SD dan sederajat. Meski sempat ramai isu negatif tentang program ini, ternyata respon orangtua murid maupun pihak sekolah sangat positif. Terbukti dari tingginya angka keikut sertaan murid. “Cakupannya mencapai 92%; sekitar 66.000 siswi SD mendapat vaksinasi,” ungkap dr. Widyastuti, MKM, Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dalam bincang-bincang yang diselenggarakan Forum Ngobras di Jakarta (11/04/2017).

Vaksin diberikan dalam dua dosis (dua kali suntikan). Setelah dosis pertama pada Oktober 2016, dosis kedua akan dilaksanakan bulan Agustus nanti, sesudah kenaikan kelas. Di waktu yang sama, siswi kelas 5 di tahun ini akan menerima suntikan HPV pertama.

Awalnya, program ini diinisiasi oleh Pemprov DKI Jakarta, karena dinilai sangat efektif mencegah kanker serviks serta cost effective untuk memangkas biaya pengobatan akibat kanker pembunuh nomor 2 perempuan di Indonesia ini. Dana APBD sudah dianggarkan untuk membeli vaksin. “Pada 2015, kami laporkan ke Kementrian Kesehatan. Ternyata gayung bersambut, pihak Kemenkes sudah merencanakan untuk mulai program nasional,” ujar dr. Widy. Pembelian vaksin akhirnya disokong oleh Kemenkes, dan vaksinasi HPV dimasukkan ke program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah).

Dr. Prima Yosephine, Kasubdit Imunisasi Kementrian Kesehatan, menjelaskan, posisi vaksinasi HPV dalam program imunisasi nasional masih dalam demonstrasi, belum masuk program nasional. Sebelum suatu vaksin bisa diimplementasikan menjadi program nasional, ada banyak pertimbangan dan tahapan yang harus dilakukan. Kanker serviks sudah memenuhi kriteria karena beban penyakitnya di Indonesia tinggi, dan vaksinnya sudah terbukti aman.

Harus dilakukan ujicoba terlebih dahulu. “Bukan uji coba keamanan vaksin, melainkan etik; apakah bisa jalan dengan program,” ujar dr. Prima. DKI Jakarta dipilih karena performanya baik, anggaran operasionalnya cukup kuat, serta burden kanker serviksnya tinggi. “Apalagi DKI sudah punya rencana,” imbuhnya.

Program serupa akan segera dilakukan di beberapa provinsi lain. Tahun ini di DI Yogyakarta (2 kabupaten, Gunung Kidul dan Kulon Progo) dan Surabaya. Tahun 2018 menyusul Makasar dan Menado, dan 2019 seluruh kabupaten di Yogyakarta. Setelah itu akan didiskusikan lagi bersama para ahli, apakah vaksinasi HPV bisa masuk program nasional.

Yang pasti, ketersediaan vaksin harus terjamin. “Begitu vaksin masuk program, diharapkan tidak putus, terus berkelanjutan,” tegas dr. Prima. Indonesia sudah bisa membuat vaksin HPV, sehingga harganya jauh lebih terjangkau, dan ketersediannya lebih terjamin.

Untuk program, digunakan vaksin HPV kuadrivalen, yang mengandung 4 serotipe HPV (Human Papilloma Virus, virus penyebab kanker serviks). Ini bukan vaksin “kelas dua” yang dibagikan secara cuma-cuma oleh perusahaan farmasi. Betul, vaksin diberikan gratis oleh pemerintah kepada masyarakat, tapi vaksin dibeli menggunakan anggaran dari Kemenkes. Tidak perlu ragu akan kualitas dan keamanan vaksin.

“Vaksinasi adalah hak anak, dan menjadi kewajiban bagi orangtua untuk memberikan imunisasi kepada anak,” tegas dr. Prima. (nid)