Waspadai Gula Tersembunyi dan Obesitas pada Anak | OTC Digest

Waspadai Gula Tersembunyi dan Obesitas pada Anak

Anak tidak suka makan sayur dan buah; sukanya makanan yang digoreng/berlemak, tinggi gula, dan asin. “Ini contoh pola makan salah yang paling top,” ujar dr. Elvina Karyadi, M.Sc, Ph.D, Sp.GK, Direktur Micronutrient Initiative dan Ketua PDGMI (Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia DKI Jakarta, dalam acara yang diselenggarakan Forum NGOBRAS di Jakarta, 21 Juli 2017.

Ada juga anak yang suka sayur dan buah, tapi tidak disertai dengan protein dan karbohidrat. “Maunya sayur saja, gak mau makan dagin, ikan, ayam. Itu juga salah, tidak seimbang,” lanjut dr. Elvina. Atau anak mau makan semuanya, tapi jumlahnya berlebihan sehingga dia kegemukan, bahkan obesitas.

Dalam acara bertajuk “Kenali Bahaya Gula pada Tumbuh Kembang Anak” tersebut, juga dipaparkan bahwa angka obesitas di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Pada penelitian tahun 2013, ditemukan bahwa angka overweight di Indonesia mencapai >10%, dan obesitas 8,8%, “Ini mendekati prediksi prevalensi kegemukan dunia pada 2020. Kita sudah duluan,” tutur dr. Reni Wigati, Sp.A dari RS Kanker Dharmais, Jakarta. Indonesia menduduki peringkat 10 obesitas di dunia. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa negara kita darurat obesitas.

Memang, anak gemuk tampak lucu dan menggemaskan. Juga seperti menunjukkan bahwa orangtua “sukses” memberi makan anak. Padahal tidak demikian. “Anak gemuk itu seperti menyimpan bom waku,” tegas dr. Reni. Di kemudian hari, mereka sangat berpotensi mengalami berbagai penyakit degeneratif. Sebut saja penyakit jantung, diabetes melitus tipe 2 (DM 2), hingga stroke.

Yuk, mulai perhatikan pola makan si kecil. Apakah ia sudah cukup mendapat asuoan nutrisi dari berbagam macam sumber pangan? Sudahkah ia makan sayur dan buah aneka warna setiap hari? Saat di sekolah, jajanan seperti apa yang dipilihnya? Sangat bagus bila ia bisa membawa bekal dari rumah.

Yang juga perlu diperhatikan yakni konsumsi GGL (gula, garam, lemak)-nya. Idealnya, dalam sehari kita mengasup gula <50 gr, garam <2.000 mg, dan lemak total <67 gr. Waspadai gula tersembunyi. Gula tidak hanya berwujud dalam makanan manis seperti permen, cokelat atau es krim yang memang disukai anak-anak pada umumnya. “Yang tidak kita sadari itu makanan tinggi kalori dan gula yang terbuat dari tepung,” ungkap dr. Elvina. Misalnya cake, cookies, hingga gorengan.

Ya, meski rasanya asin, tapi tahu isi, bakwan, pastel dan risoles banyak mengandung tepung. Sementara itu, makanan kita sehari-hari banyak sekali yang digoreng dan bertepung. “Orang diabetes itu banyak sekali makan tepung-tepungan. Terutama snacking di siang hari. Penelitian menemukan, begitu camilan seperti ini dihilangkan, gula darah turun,” imbuh dr. Elvina.

Anak adalah masa depan kita. Merekalah yang nanti akan memimpim negeri ini. Tentu kita igin mereka menjadi manusia berkualitas. Tidak hanya kecerdasannya, tapi juga kesehatannya. Mengajari pola makan yang baik sejak dini akan membentuk kebiasaan baik yang akan terbawa hingga mereka dewasa. (nid)