Telur dan Perkembangan Otak Bayi | OTC Digest

Telur dan Perkembangan Otak Bayi

Memberikan telur sebagai makanan tambahan bayi berusia di atas enam bulan terbukti bisa meningkatkan perkembangan dan kematangan fungsi otak.

Sebagaimana diketahui setelah masa ASI ekslusif  (6 bulan pertama kehidupan), bayi membutuhkan makanan tambahan. Beragam jenis makanan tambahan mulai dikenalkan, mulai dari bubur, nasi tim, pisang, sampai telur rebus.

Dalam penelitian yang diterbitkan pada Desember 2017 lalu dinyatakan, bahwa hanya satu butir telur tiap hari selama enam bulan signifikan meningkatkan level kolin dan DHA (docosahexaenoic acid); dua nutrisi yang berkaitan erat dengan perkembangan dan kematangan fungsi otak.

Penelitian sebelumnya menyatakan konsumsi telur pada bayi bisa mencegah stunting (pendek) dan meningkatkan kesehatannya secara umum.  

Pemimpin penelitian Lora Iannotti, dari the Brown School at Washington University mengatakan, “Seperti susu atau biji-bijian, telur tergolong padat nutrisi. Ia didesain untuk mendukung awal tumbuh kembang suatu organisme.

“Telur mengandung asam lemak esensial (DHA), protein, kolin, vitamin A dan B12, selenium dan nutrisi penting lainnya yang lebih tinggi dibanding pada produk binatang lainnya.”

Dalam riset ini, peneliti menganalisa 165 bayi dari Ekuador, berusia antara enam sampai sembilan bulan. Mereka dikelompokkan menjadi dua: 80 bayi mendapat satu butir telur setiap hari selama enam bulan, kelompok sisanya tidak mendapat telur.  

Panduan baru

Panduan (guideline) konsumsi telur pada bayi yang terbaru dikeluarkan oleh Canadian Paediatric  Society yang bekerjasama dengan Dietitians of Canada dan Breastfeeding Committee for Canada, bahwa bayi boleh mulai mengonsumsi telur utuh sejak usia enam bulan.

Panduan sebelumnya menyarankan untuk menunda memberikan makanan padat yang bisa memicu alergi, seperti telur. Dipercayai memberikan makanan tersebut terlalu cepat akan meningkatkan risiko bayi mengalami alergi. Dalam penduan tersebut kuning telur boleh diberikan sejak usia enam bulan, tapi telur utuh baru setelah berusia satu tahun.

Dalam panduan baru tersebut selain padat nutrisi, kualitas protein dalam telur adalah terbaik kedua setelah ASI. Telur mudah dikunyah dan dicerna, juga gampang diterima oleh sebagian besar bayi dan anak-anak.

Panduan baru ini dikeluarkan berdasarkan penelitian yang ditulis dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology 2010. Mereka meneliti 2.600 bayi, dan menemukan bahwa pemberian telur pada usia 4-6 bulan tidak meningkatkan risiko alergi telur. Peneliti tetap menekankan pemberian ASI sebelum usia enam bulan.  (jie)