Perhatikan Nutrisi Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan | OTC Digest

Perhatikan Nutrisi Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan

Anak dengan penyakit jantung bawaan (PJB) sering mengalami gizi kurang, bahkan buruk hingga pertumbuhannya terhambat. “Salah satu ciri anak dengan penyakit jantung bawaan, nafasnya terengah-engah dan cepat capek. Ini membuatnya sulit makan,” terang dr. Syarif Rohimi, Sp.A dari RS Harapan Kita, Jakarta.

Jamak ditemui, berat badan (BB) anak sangat kurang dari yang seharusnya. Misalnya di usia 5 tahun harusnya +12 kg, anak dengan PJB mungkin hanya 8,5 kg. Hal ini tidak hanya mengganggu tumbuh kembangnya. Melainkan juga akan menjadi hambatan saat perlu dilakukan operasi untuk mengoreksi kelainan pada jantungnya.

Untuk operasi terencana seperti koreksi jantung, diperlukan status nutrisi yang baik. BB dan kadar protein tubuh harus cukup/ideal untuk bisa dilakukan operasi. "Bila kurang, maka perlu dipersiapkan dulu. Minimal mencapai 80% dari BB normal," ujar dr. Tinuk Agung Meilany, Sp.A(K) dari RS Harapan Kita, Jakarta. Disebut gizi kurang bila BB berkisar antara 70%-90% dari BB normal anak usia tersebut, dan disebut gizi buruk bila <70%.

Status nutrisi perlu diperbaiki sebelum operasi karena tubuh memerlukan cukup protein untuk menutup luka sayatan operasi, serta energi untuk mempercepat masa pemulihan. Kondisi kesehatannya pun harus prima untuk mencegah komplikasi paska operasi seperti infeksi. "Bila kadar proteinnya kurang, jahitan bisa terbuka kembali sehingga sulit sembuh," ujarnya.

Bukan perkara mudah memperbaiki status nutrisi anak dengan PJB, karena mereka sulit menerima makanan. Ditambah lagi, asupan cairan perlu dibatasi. Bila anak normal bisa menerima 1000 cc cairan/hari, anak dengan PJB mungkin hanya boleh menerima 700 cc. Cairan yang terlalu banyak akan memperberat kerja jantung. Pembatasan ini akan memengaruhi pemilihan makanan cair bagi si kecil.

Untuk memperbaiki status nutrisi anak sebelum operasi, dokter ahli gizi akan menilai pola makan anak selama ini. Asupan kalorinya akan ditambah sesuai kebutuhan (sesuai BB ideal). "Namun, ini harus dilakukan secara bertahap; tidak bisa drastis," jelas dr.Tinuk. Misalnya anak biasa mengonsumsi hanya 500 kal padahal kebutuhannya adalah 1.200 kkal. Akan fatal akibatnya bila langsung menambah kalori sesuai kebutuhannya.

Cara pemberian juga dipertimbangkan. Tidak mungkin memaksakan anak mengonsumsi makanan sedemikian banyak bila ia memang tidak mampu. "Untuk kasus seperti ini, diperlukan bantuan," kata dr. Tinuk. Anak diusahakan mengonsumsi makanan secara oral (melalui mulut), dan sisa kekurangannya bisa diberikan melalui selang sonde (NGT/nasal gastro tube). Yakni pemberian makanan cair melalui selang yang dipasang ke hidung langsung ke lambung.

Makanan cair bisa berupa bubur yang diblender dan dicampur susu, bisa juga berupa makanan cair yang sudah jadi. Makanan cair seperti ini memiliki kalori lebih tinggi dibandingkan susu, sehingga kadang juga disebut 'susu tinggi kalori'. Susu biasa mengandung 0,67 kal/cc sementara makanan cair mengandung 1 kal/cc. Ada yang kalorinya lebih tinggi lagi: 1,5 kal/cc.

Ini akan sangat menolong bagi anak dengan PJB yang butuh tambahan kalori agar operasi bisa segera dilakukan, tapi tidak bisa menerima banyak cairan. Dosis dan jadwal pemberian makanan cair, disesuaikan dengan kebutuhan tiap anak. Pasca operasi, status nutrisi tetap harus diperhatikan. Apalagi bila sebelum operasi, BB-nya belum mencapai ideal. "Kekurangan tetap harus dikejar sampai mencapai BB ideal," imbuh dr. Tinuk. (nid)

 

Ilustrasi: Pixabay