Pentingnya Perbaikan Nutrisi Sebelum Operasi | OTC Digest

Pentingnya Perbaikan Nutrisi Sebelum Operasi

Dinda, 3 tahun, menjalani operasi darurat. Ususnya pecah akibat infeksi. Operasi berjalan lancar, tapi 5 hari kemudian luka jahitan operasinya jebol. Salah satu penyebabnya sederhana: status nutrisinya kurang. Menurut dr. Tinuk Agung Meilany, Sp.A K, dari RS Anak Bunda Harapan Kita, status nutrisi anak idealnya harus baik sebelum operasi. Khususnya untuk operasi mayor (besar), yang membuat stres besar pada tubuh anak. “Paling tidak, berat badan pasien 80% dari BB (berat badan) ideal. Status nutrisi yang baik menunjukkan kondisi tubuh prima,” ujarnya.

Pada operasi darurat seperti yang dialami Dinda, status nutrisinya tidak memungkinkan diperbaiki dulu. Apalagi bila ada faktor lain seperti infeksi berat. Ancaman komplikasi pun kian meningkat.  

Pada operasi terencana misalnya operasi usus buntu yang terencana, pengangkatan tumor terencana, operasi jantung atau tranplantasi, sebelumnya bisa dilakukan persiapan terlebih dulu. Status gizi anak bisa diperbaiki dulu, dan bila ada infeksi diobati.

Dua minggu termasuk sebelum dan sesudah operasi, disebut periode perioperasi. Di sinilah status nutrisi maupun masalah medis lainnya harus diperbaiki, sehingga saat operasi tiba kondisi anak sudah baik. Utamanya yang berhubungan dengan operasi yakni kadar protein dan kecukupan energi. “Kecukupan protein dan energi adalah ‘modal’ untuk penyembuhan luka,” terang dr. Tinuk.

Bila status nutrisi belum memenuhi syarat dalam periode perioperatif tersebut ? “Operasi sebaiknya ditunda,” tegasnya. Bila dipaksakan, bisa  terjadi komplikasi wound dehiscence: luka jahitan kembali terbuka karena tubuh tidak punya cukup protein penyembuhan luka. Menyembuhkan wound dehiscence itu sulit dan lama.

Pengalaman dr. Tinuk, bisa sampai beberapa minggu bahkan bulan, terutama bila ada infeksi. Saat itu anak terpaksa dioperasi karena ususnya pecah akibat infeksi tifoid yang diikuti komplikasi. Dalam hal seperti itu operasi bersifat life saving, tidak terencana atau darurat.

Terapi nutrisi bersifat individual, karena kondisi dan masalah tiap anak berbeda. Perlu dilakukan bertahap, agar tubuh tidak ‘kaget’. Ada lima langkah. Pertama, ditelaah status gizinya: baik, kurang, buruk, atau berlebih. Berikut, ditentukan caranya: lewat mulut (oral), atau langsung ke lambung (enteral). Selanjutnya ditentukan bahan nutrisi: padat, cair, atau keduanya. Juga dipertimbangkan formulanya, serta pola dan cara pemberian.

Bila anak tidak mampu menambah asupan nutrisi melalui oral, misalnya sesak, tambahan nutrisi diberikan secara enteral melalui selang sonde (NGT/nasal-gastric tube); dipasang melalui hidung langsung ke lambung. Dengan sonde, nutrisi tetap masuk meski anak sedang tidur. Sonde tentu butuh makanan cair, untuk melengkapi makanan padat. Pada bayi, formula makanan berupa ASI atau susu formula. Pada anak usia > 12 bulan, makanan cair bisa dibuat dari berbagai bahan makanan yang dicampur susu lalu diblender sampai cair menyerupai susu.

Ada makanan cair yang sudah jadi, biasa disebut sebagai formula kalori tinggi. Formula standard atau biasa mengandung 0,67kilokalori/1cc, dan susu kalori tinggi, 1cc=1 kal. Ada yang lebih tinggi lagi; 1cc=1,5 kal. Ini sangat membantu meningkatkan asupan nutrisi lebih cepat. Pola dan cara pemberian disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan anak.

“Kalau syarat BB sudah tercapai, operasi bisa dilakukan,” ujar dr. Tinuk. Pasca operasi, perbaikan BB dilanjutkan hingga mencapai BB ideal. (nid)