Ngorok Pengaruhi IQ Anak | OTC Digest

Ngorok Pengaruhi IQ Anak

Anak yang suka tidur ngorok atau mendengkur, bukan tanda bahwa tidurnya pulas. Ngorok bisa mempengaruhi IQ anak.

Ngorok (sleep apnea) ialah bunyi berisik (grok-grok) udara yang dihirup saat seseorang tidur. Bunyi ini timbul karena udara tidak bebas mengalir melalui mulut atau hidung. Pada waktu tidur, otot-otot lidah bagian belakang menutup saluran pernapasan. Kondisi ini menyebabkan anak tidur mendengkur.

Mendengkur bisa mengakibatkan anak berhenti napas selama beberapa detik, terjadi penurunan kadar oksigen dalam darah. Berbagai studi menunjukkan, 7-9% anak ngorok saat tidur. Paling banyak terjadi pada anak usia 3-6 tahun.

Penelitian Helsinki University Central Hospital menyimpulkan, anak yang tidur ngorok cenderung menunjukkan gejala depresi / ketegangan, dan mengalami kendala dalam pemusatan konsentrasi dan bahasa.

Menurut Dr. David Gozal, profesor pediatrik dari Universitas of Louisville, “Mendengkur pada anak penyebabnya antara lain karena secara anatomi bentuk rahang atau jalan udara ke paru-paru kecil. Juga, ada kemungkinan saraf yang mengontrol otot di saluran pernapasan tidak bekerja baik saat tidur. Akibatnya, saluran udara tidak terbuka dengan sempurna.”

Dan menurut Dr. dr. Bambang Supriyatno SpA (K), dari Bagian Anak RSCM,  “Ngorok pada anak umumnya karena tonsil (amandel luar) dan / atau adenoid (amandel dalam) membesar. Semakin buruk pada anak kegemukan atau obesitas.” 

Pembengkakan amandel membuat jalan masuk udara menyempit. Pada anak, kondisi ini bisa terjadi karena kelenjar limfa  di saluran pernapasan membengkak ketika anak pilek, flu, atau kena radang tenggorokan. Getaran yang konstan pada organ tenggorokan, akan menurunkan produksi ludah. Akibatnya kuman pencetus infeksi mudah masuk.

Anak yang kerap mendengkur memiliki gejala gelisah saat tidur, berbicara selagi tidur, sulit untuk cepat tidur, sering terbangun, ngompol, susah dibangunkan dan mengantuk di siang hari. Penurunan kondisi fisik akan mempengaruhi daya tangkap dan prestasi di sekolah.

Hal ini pernah dipublikasikan di jurnal Public Library of Science Medicine, 2006. Dari data tersebut diketahui, anak yang menderita sleep apnea IQ-nya lebih rendah dibanding anak yang tidurnya nyenyak. Penyebabnya, karena pada masa tidur aktif, aliran darah yang mengalir ke sel otak tumbuh dengan cepat dan terjadi pembentukan sel saraf yang mempengaruhi intelegensi. 

Bagaimana mengatasinya? “Mengubah posisi tidur tidak banyak membantu, karena selalu tidur dalam posisi yang menurutnya nyaman,” ujar dr. Bambang. Yang bisa dilakukan adalah mengecilkan amandel (tonsil atau adenoid) dengan obat-obatan semprot. Tentu harus dengan resep dokter. Jika tidak berhasil, amandel terpaksa harus diangkat. “Kalau si anak gemuk, barengi dengan diet,” papar dr. Bambang.(jie)