Lindungi Anak dari Polio | OTC Digest

Lindungi Anak dari Polio

Tahun 2005 boleh jadi merupakan tahun yang akan selalu diingat kaum ibu di Bumi Pertiwi. Pada tahun tersebut, polio kembali menyerang anak-anak Indonesia, setelah satu dekade tidak lagi ditemukan virus polio liar di Indonesia. Bermula dari tiga orang balita yang mendadak lumpuh layu di Sukabumi, Jawa Barat. Dalam hitungan bulan, virus menyebar ke 10 provinsi. “Selama tahun 2005-2006, 385 anak lumpuh kena polio,” ujar dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), MSi, Sekretaris Satgas Imunisasi IDAI.

Virus baru hilang setahun kemudian, setelah dilakukan PIN (Pekan Imunisasi Nasional) hingga 9 kali. Pada 27 Maret 2017, kawasan Asia Tenggara akhirnya dinyatakan bebas polio oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Penularan virus polio utamanya melalui rute fekal-oral; feses (tinja) penderita yang mengandung virus mencemari air/makanan, yang kemudian dikonsumsi orang lain. Virus juga bisa ditularkan via oral-oral (lewat air liur). Di dalam tubuh, virus polio menempel di saluran pencernaan, berkembang biak dan bisa masuk ke aliran darah dan menyerang saraf sehingga penderita menjadi lumpuh.

Polio bisa dicegah dengan membentuk antibodi. Antibodi akan terbentuk ketika virus masuk ke tubuh. Dibuatlah vaksin, yang menggunakan virus polio yang telah dilemahkan sehingga tidak berbahaya, tapi efektif merangsang pembentukan antibodi. “Vaksinasi meniru infeksi alami, tapi tidak berbahaya (tidak menyebabkan penyakit),” kata Prof. Dr. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K), Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta.

Vaksin akan merangsang sistem imun membuat sel memori terhadap mikroorganisme tersebut, dan menciptakan antibodi spesifik untuk membasminya. Bila nanti virus/bakteri “betulan” masuk, tubuh sudah siap melawan.

Ada dua macam vaksin polio: oral (OPV/oral polio vaccine) dan suntik (IPV/inactivated polio vaccine). OPV termasuk vaksin hidup; menggunakan virus utuh namun sudah dilemahkan. OPV bekerja dengan merangsang kekebalan mukosa usus; sangat efektif merangsang kekebalan, namun bisa berisiko pada anak dengan kekebalan tubuh rendah.

IPV diberikan via suntikan (injeksi), bekerja dengan merangsang pembentukan antibodi dalam darah. Lebih aman karena menggunakan vaksin mati, sehingga bisa digunakan pada anak dengan kekebalan tubuh rendah. IPV memberikan perlindungan terhadap ketiga jenis virus polio, dan telah sukses digunakan dalam program eradikasi polio di negara-negara Skandinavia dan Belanda.

Program vaksinasi polio di Indonesia menggunakan OPV, tapi secara perlahan pemerintah akan menggantinya dengan IPV. Di negara yang sudah bebas polio, biasanya digunakan IPV. Untuk saat ini di Indonesia, IPV masih dilakukan atas biaya sendiri kecuali di Jogjakarta, yang merupakan pilot project program IPV.

Ibu bisa diskusi dengan dokter untuk pemilihan vaksin, apakah ingin menggunakan OPV atau IPV. Jadwal pemberian keduanya sama yakni di usia 2, 4 dan 6 bulan. Secara teknis, IPV lebih praktis karena bisa diberikan melalui vaksin kombinasi DPT-IPV; sekali suntik anak langsung mendapat proteksi terhadap 4 penyakit. Memang jadwal vaksinasi DPT dan polio sama. Khusus untuk OPV, ada OPV 0 yang diberikan di RS, segera setelah anak lahir untuk mencegah penularan dari bayi lain. (nid)