Kenali Gejala Difteri, Jangan Sampai Terlambat | OTC Digest

Kenali Gejala Difteri, Jangan Sampai Terlambat

Difteri yang sedang melanda berbagai daerah di Indonesia dan ditetapkan sebagai KLB (kejadian luar biasa), disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphteriae yang menyerang saluran nafas atas. Penyakit ini tidak main-main. “Difteri membentuk selaput tebal di tenggorokan sampai anak tidak bisa nafas, sehingga tenggorokan harus dilubangi,” ujar Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K), Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia.

Setelah anak selamat dari infeksi, belum tentu aman, lantaran bakteri ini memproduksi racun (toksin) yang sangat berbahaya. “Bila racun ini sampai ke jantung, akan merusak aliran listrik jantung. Anak bisa meninggal,” tuturnya.

Ditambah lagi, penyakit ini sangat menular. Penularannya lewat udara, bisa melalui percikan dahak saat penderitanya batuk atau bersin. Karenanya, pasien difteri harus diisolasi di ruangan khusus. Dokter yang merawat pun harus mengenakan masker dan perlindungan lain.

(Baca juga: Sebab TErjadinya KLB Difteri Meski Vaksin DPT Sudah Masuk Program)

Makin mengkawatirkan, diferi yang terjadi sekarang tidak hanya menyerang anak-anak tapi juga dewasa. Pasien tertua yang ditemukan berusia 45 tahun. “Dan ditemukan bahwa carrier-nya orang dewasa. Di Jawa Timur, carrier yang paling tua berusia 57 tahun. Anak-anak yang banyak kena karena jauh lebih rentan,” ujar Prof. Sri. Carier adalah orang yang tidak sakit, tapi memiliki kuman difteri dan bisa menularkan ke orang lain.

Kenali gejala difteri. Yakni demam yang tidak terlalu tinggi (38 derajat C) dan sakit tenggorokan atau sakit saat menelan. “Kalau sudah ada selaput, nafas jadi berbunyi ngik ngik karena saluran nafas menyempit. Kadang bunyinya keras sekali,” terang Prof. Sri. Leher tampak tebal seperti leher sapi, sehingga disebut bullneck.

Kadang, difteri tidak hanya menyerang tenggorokan, tapi juga hidung. Gejala difteri hidung antara lain pilek disertai darah pada hingus, dan/atau berbau. Difteri hidung bisa berlanjut jadi difteri tenggorokan.

Pengobatan difteri dilakukan selama 10 hari, dengan antibiotic dan antitoksin, “Antibiotik untuk membunuh kuman, dan antitoksin untuk mengatasi racunnya.” Antitoksin bisa dimasukkan melalui infus. Sedangkan antibiotic bisa diberikan melalui suntikan, untuk antibiotik yang masuk ke otot; dengan dosis 2x sehari.

Bila ada anak yang kena difteri, seluruh penghuni rumah harus ikut diperiksa. “Kalau positif, kita beri obat. Mungkin tidak perlu dirawat karena tidak sakit,” ucap Prof. Sri. Ini untuk membasmi kuman pada carrier, agar tidak menularkan orang lain. (nid)