Ini Pentingnya Persalinan Didampingi Dokter Anak | OTC Digest
bayi_lahir_didampingi_dokter_anak

Ini Pentingnya Persalinan Didampingi Dokter Anak

Tiap satu jam, >10 bayi di Indonesia meninggal dunia. “Dalam sehari, 250 bayi kita meninggal. Ibaratnya, satu pesawat berisi bayi jatuh setiap hari,” ungkap Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K) dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia mencapai 22/1000 kelahiran; jauh lebih tinggi daripada negara tetangga Malasia (7/1000), Thailand (6/1000) dan Singapura (1/1000). AKB Indonesia adalah yang tertinggi di ASEAN.

Penyebab utama kematian pada bayi baru lahir yakni sesak atau tidak bisa bernafas. “Selama di kandungan, janin bergantung dengan ibunya. Dia bernapas bukan karena paru-parunya bekerja, tapi karena mendapat oksigen melalui tali pusat,” terang Dr. dr. Rina, dalam diskusi bertajuk “Anak, Investasi Masa Depan” yang diselenggarakan FKUI di Jakarta, Jumat (31/08/2018).

Di dalam rahim, organ-organ tubuh ‘hanya’ dimatangkan saja, sehingga saat lahir nanti sudah siap berfungsi. Begitu lahir, dalam hitungan detik ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Paru-parunya mulai bekerja untuk bernafas. Jantung yang selama dalam kandungan hanya bekerja 10% karena masih bergantung pada ibu, kini harus bekerja penuh untuk memompa darah. Bila paru dan jantungnya gagal berfungsi dengan baik, ia pun gagal bernapas.

Tidak ada jaminan 100% bayi yang lahir mampu memfungsikan organ-organnya dengan baik, bahkan sekalipun selama pemeriksaan antenatal dan tiap kali USG hasilnya bagus. “Belum tentu bayi bisa mengambil alih fungsi bernapas; dari yang tadinya bergantung dengan ibu kini harus bernpas sendiri,” tandas Dr. dr. Rina.

Studi oleh Wyllie J, dkk (2015) menyebutkan, 85% bayi lahir tanpa masalah napas. Sisanya 15% memerlukan tindakan resusitasi dasar. Dari 15% ini, 10% hanya membutuhkan pengeringan dan stimulasi, dan hanya 5% yang membutuhkan penanganan lebih serius. Namun tak seorang pun tahu mana bayi yang bisa langsung beradaptasi, mana yang butuh bantuan. Karenanya, tiap kehamilan wjib didampingi oleh dokter anak; dokter anaklah yang memiliki kompetensi untuk menilai apakah bayi membutuhkan bantuan atau tidak. Terkait hal ini pula, mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo bersikeras agar Dr. dr. Rina sebagai dokter anak, mendampingi proses kelahiran cucu-cucu mereka.

 “Masa paling krusial adalah 6 jam pertama; segala hal bisa terjadi. Ini menyangkut kegagalan transisi,” tegasnya. Apakah bayi berhasil bernapas dengan spontan. Apakah jantungnya bisa berdenyut; apakah kulitnya bisa memerah dengan sendirinya, dan tidak terjadi perubahan warna abnormal. Ketiga hal itu merupakan indikator dasar bayi lahir sehat.

Lewat masa krusial, bukan berarti aman. “Hingga usia 7 hari, bayi harus didampingi dokter anak,” tandas Dr. dr. Rina. Sekitar 70% kematian bayi terjadi pada 7 hari pertama. Selama masa ini, perlu dipantau tanda-tanda vital (pola napas, denyut nadi, suhu tubuh),  kadar gula darah, asupan ASI, buang air besar dan buang air kecil, serta gejala lain misalnya kulit yang menguning atau membiru.

Dr. dr. Rina dan IDAI (Ikatan Dokter anak Indonesia) sangat menyayangkan aturan baru yang diterapkan BPJS Kesehatan (Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat). Pada peraturan yang lama, ada biaya untuk dokter anak saat persalinan. Di peraturan baru, pos untuk dokter anak dihapus, sehingga bayi lahir tanpa didampingi dokter anak.

Memang, bayi yang mengalami gangguan kemudian akan ditanggung biaya perawatannya. “Barulah dihitung sebagai bayi sakit. Tapi kalau sudah sakit, mungkin sudah terlambat,” ujar Ketua IDAI Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K). Sementara itu, kasus darurat pada bayi tidak bisa diprediksi. “Misalnya bayi lahir tidak bisa bernapas sampai 5 menit. Kita tahan napas semenit saja tidak mau,” imbuhnya.

Tanpa didampingi dokter anak, bayi-bayi yang lahir dengan pembiayaan BPJS berisiko tidak/terlambat ditangani seandainya terjadi kegawatan. Padahal, kita masih punya PR untuk menurunkan AKB hingga 12/1000 kematian sesuai target SDG (Suistable Development Goals). “Dengan aturan itu, akan semakin sulit menurunkan angka kematian bayi,” pungkas Dr. dr. Aman. (nid)

_________________________________

Ilustrasi: Designed by Freestockcenter