Imunisasi adalah pencegahan terbaik pneumonia | OTC Digest

Imunisasi adalah pencegahan terbaik pneumonia

Pneumonia merupakan radang akut jaringan paru (alveoli) dan sekitarnya. Penyakit ini adalah bentuk infeksi saluran napas akut (ISPA) yang paling berat dan dapat menyebabkan kematian.

Sebagai penyakit pembunuh kedua tersering (setelah diare) pada balita, pneumonia sejatinya bisa dicegah. Caranya dengan memberikan imunisasi lengkap kepada bayi. Imunisasi yang terkait dengan pneumonia meliputi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus), Hib (Hemophilus influenza type b), imunisasi MR (Measles /campak dan Rubella), PCV (Pneumonia Conjugate Vaccine) dan vaksin influenza.

Dijelaskan oleh dr. Darmawan Budi Setyanto, SpA(K), pakar respilogi anak, dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bahwa campak bisa berhubungan langsung dengan pneumonia. Atau, jika anak-anak terkena campak menjadi sangat mudah mengalami komplikasi pneumonia.

Virus campak menyerang membran mukosa (selaput lendir) di seluruh tubuh, termasuk mukosa di saluran napas. Saat mukosa saluran napas mengalami peradangan, ia menjadi lebih rentan terinfeksi oleh bakteri-bakteri lain, termasuk bakteri pneumokokus (Streptococcus pneumonia) dan Hib, penyebab pneumonia.   

“Imunisasi campak sangat penting dalam pencegahan pneumonia,” tutur dr. Darmawan dalam peringatan Hari Pneumonia Dunia, di Jakarta (29/11/2018).

Balita yang telah mendapatkan imunisasi lengkap akan memiliki kekebalan terhadap bakteri/virus penyebab pneumonia.  Data menunjukkan mereka yang mendapat imunisasi lengkap risiko menderita pneumonia berkurang hingga 50%.

Indonesia telah menerapkan imunisasi Hib dalam Program Imunisasi Nasional sejak 2013. IDAI merekomendasikan imunisasi Hib diberikan pada usia 2,3 dan 4 bulan, dan imunisasi penguat pada 15-18 bulan. Sedangkan imunisasi pneumokokus (PCV) diberikan pada umur 2, 4 dan 6 bulan, dengan imunisasi penguat pada 12-15 bulan.

Upaya lain yang tidak kalah penting adalah pemberian ASI ekslusif (6 bulan), memberikan gizi yang baik dan mendapatkan suplementasi vitamin A 2 x setahun. “ASI eksklusif dapat menurunkan kejadian pneumonia pada balita sekitar 15-23%. Sementara balita yang kekurangan vitamin A juga berisiko terkena pneumonia karena pertahanan saluran napasnya menjadi lemah,” terang Dr. dr. Nastiti Kaswandani, SpA(K), Ketua UKK Respirologi PP IDAI.

Penting pula untuk menerapkan pola hidup bersih (cuci tangan di air mengalir dengan memakai sabun), dan tidak merokok di dalam rumah.

Baca juga : Orangtua Perokok Rentan Sebabkan Pneumonia Pada Balita

Gejala

Radang di jaringan alveoli paru menyebabkan jumlah oksigen yang masuk berkurang. Kondisi inilah yang berisiko menyebabkan kematian pada balita.

Menurut dr. Darmawan, sebagian besar kasus pneumonia diawali dengan selesma (common cold); batuk, pilek dan demam. Normalnya selesma akan membaik dengan sendirinya dalam waktu 1-2 minggu.

Tetapi pada mereka yang mempunyai faktor risiko, seperti BBLR (berat bayi lahir rendah), tidak mendapatkan ASI eksklusif, tidak diimunisasi lengkap, defisiensi vitamin A, memiliki penyakit jantung bawaan, dll., terserang selesma bisa menyebabkan pneumonia.

“Radang yang awalnya hanya di saluran napas atas (hidung dan tenggorok), akan menjalar ke bawah sampai ke alveoli,” imbuh dr. Darmawan.

Kekurangan oksigen akibat pneumonia ditandai dengan peningkatan frekuensi napas (napas cepat/tachypnea). Batasan frekuensi panas untuk bayi <2 bulan adalah 60 kali/menit; usia 2-12 bulan adalah 50 kali/menit; dan 1-5 tahun adalah 40 kali/menit.

Bayi/balita juga terlihat mengalami sesak napas. “Ada tarikan ke dalam di cuping hidung dan dinding dada saat menarik napas,” tutur dr. Darmawan. “Ini adalah penanda pneumonia paling gampang dan jelas.”

Pengobatan pneumonia dengan memberikan antibiotik Amoxicillin dosis tinggi (40-50 mg/kg BB), sebanyak 2x sehari, selama 3 hari. (jie)