Penjelasan dokter Disleksia Dapat Diatasi

Disleksia Dapat Diatasi

Siapa tak kenal Albert Einstein, atau Tom Cruise. Kedua jenius ini ternyata penderita disleksia. “Disleksia adalah sindrom akibat gangguan otak yang membuat penderita sulit menentukan komponen kata, kalimat, menggabungkan kata, menentukan arah atau  waktu,” ujar Dr. Rose Mini A.P., M. Psi, dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Studi ahli genetik Silvia Paracchini dari Universitas Oxford, Inggris, menyatakan penderita disleksia mengalami perubahan bentuk otak yang memunculkan masalah dalam membaca. Sebanyak 4-15% orang Inggris, anak sampai dewasa, menderita disleksia.

Ada  ketidaksimetrisan pusat bahasa di otak penderita, pada bagian temporal. Normalnya, daerah temporal otak kiri lebih besar dibanding kanan. Pada kasus disleksia, keduanya sama besar. “Anak jadi tidak mampu membaca atau menulis dengan benar, sulit berhitung, juga lemah menerjemahkan apa yang dilihat dan didengar ke dalam tulisan,” papar Dr. Rose. 

Gejala yang jelas terlihat seperti sulit membedakan huruf yang mirip (b-d, n-m) , susah konsentrasi atau mengingat hari, tanggal dan arah. Kurang atau berlebih dalam menulis, sulit mengikuti instruksi verbal dan perhatian mudah teralih. Terbalik dalam menulis atau mengucapkan kata, seperti “14” menjadi “41”. Juga bingung dengan tanda-tanda matematis ( +, -, x, :).

Gangguan saraf ini terjadi sejak dalam kandungan dan terdeteksi saat mulai sekolah. Pada orang dewasa, dapat disebabkan karena benturan keras di kepala atau stroke. Namun, penderita disleksia umumnya dapat memahami bahasa lisan/ percakapan.

Faktor genetik berpengaruh, meski tidak otomatis orangtua dengan disleksia menurun ke anaknya. Sebab lain yakni ada masalah pendengaran yang tak terdeteksi sejak dini. Otak jadi sulit menghubungkan bunyi dengan huruf yang dilihat. Kombinasi dari dua sebab di atas, membuat disleksia makin parah.

“Jika dislekia sudah parah, harus ada orang yang mendampingi. Kalau tidak, penderita bisa hilang di jalan,” papar  Dr. Rose. Salah satu cara adalah dengan memakai gelang warna untuk membedakan kanan-kiri.

Perlu bantuan psikolog untuk menentukan metode belajar yang sesuai. Anak bisa belajar lebih baik dengan cara visual (melihat), auditori (mendengar) dan taktil (menyentuh/meraba). Disleksia bukan gangguan mental. (jie)